BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Yuliani Nurani (2011: 55)
masa usia dini merupakan pondasi pertumbuhan dan perkembangan awal yang
selanjutnya akan berpengaruh pada tahap kehidupan berikutnya. Merujuk pada
pendapat Freud dalam Muhammad Fadlillah (2012: 56) menerangkan pula bahwa
perkembangan anak sejak kecil akan berpengaruh ketika anak tersebut dewasa.
Pengalaman- pengalaman yang diberikan oleh pendidik dan orang tua kepada anak
akan tertanam pada diri anak. Hal ini sesuai dengan karakteristik anak usia
dini 0-6tahun yang unik, aktif dan energik, memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, eksploratif, serta senang dan kaya akan fantasi atau imajinasi.
Karakteristik anak tersebut mendukung anak untuk belajar hal-hal yang ada
dilingkungannya. Pemahaman tentang lingkungan dapat diterapkan pada kemampuan
anak pada bidang sains.
Mengacu pada
pendapat Sumaji dalam Ali Nugraha (2005: 27) yang menerangkan bahwa tujuan
pembelajaran sains pada anak usia dini adalah untuk mengembangkan seseorang
agar dapat memahami arti dari sains secara menyeluruh dan dapat menggunakan
aspek-aspek pentingnya dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Jadi
pembelajaran sains hendaknya dapat memberi pemahaman, minat, dan penghargaan
anak didik terhadap dunia tempat tinggal mereka.
Pembelajaran
sains pada anak usia dini mendapat kendala. Salah satu masalahnya yaitu materi
pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memberi
contoh-contoh yang kontekstual. Metode penyampaian bersifat monoton, kurang
memanfaatkan berbagai media secara optimal(Dikti, 2004). Untuk menjawab masalah
tersebut dibutuhkan model pembelajaran yang tepat agar pengalaman yang diterima
anak dapat berkesan sampai mereka dewasa.
Model
pembelajaran bidang sains yang dapat diterapkan untuk anak usia dini yaitu
pembelajaran berbasis alam. Hal ini dikarenakan isi dari pembelajaran sains
berhubungan langsung dengan alam dan bersifat kongkret. Model pembelajaran
berbasis alam merupakan konsep pendidikan yang kembali pada alam back to nature
school. Ide dasarnya adalah pendidikan pada anak dilakukan dengan mengajak anak
dalam suasana sesungguhnya melalui belajar pada lingkungan alam sekitar. Pada
makalah ini akan dibahas tentang pembelajaran sains pada anak usia dini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian sains?
2. Apa
saja tujuan pembelajaran sains?
3. Bagaimana
pembelajaran sains bagi anak usia dini?
C. TUJUAN
Tujuan
rumusan yaitu untuk mengetahui hakikat dan konsep permainan sains anak usia
dini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SAINS
Sains atau
science berasal dari bahasa latin yaitu Scientia artinya pengetahuan yang
tersusun atau terorganisasi secara sistematis (Nugraha, 2005:3). Conant (dalam
Nugraha, 2008:3) mendefenisikan sains sebagai suatu deretan konsep serta skema
konseptual yang berhubungan satu sama lain. Yang tumbuh sebagai hasil
serangkaian percobaan dan pengamatan serta dapat diamati dan di uji coba lebih
lanjut.
Sains
berhubungan erat dengan kegiatan penelusuran gejala dan fakta-fakta alam yang
ada di sekitar anak. Artinya Sains sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang alam
sekitar yang merupakan proses yang berisikan teori atau konsep yang diperoleh
melalui pengamatan dan penelitian. Sejalan dengan yang dimekukakan oleh Muiz
(2008: 11.4) bahwa eksperimen atau percobaan adalah suatu kegiatan yang di
dalamnya dilakukan percobaan dengan cara mengamati proses dan hasil dari
percobaan tersebut. Secara konseptual menurut Amien (dalam Nugraha, 2005:3),
sains sebagai bidang ilmu alamiah dengan ruang lingkup zat dan energy yang
terdapat pada makhluk hidup dan tak hidup, lebih membahas tentang alam seperti
fisika, kimia, dan biologi.
B. TUJUAN
PEMBELAJARAN SAINS
Dalam taksonomi
Bloom (Trianto, 2010: 142), dijelaskan bahwa, tujuan pembelajaran IPA
diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yaitu pengetahuan dasar dari
prinsip dan konsep yang bermanfaat dalam kehiduan sehari-hari. Selain itu,
pembelajaran sains juga diharapkan dapat memberikan keterampilan
(psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan
apresiasi. Anak adalah ilmuan, dimana anak dilahirkan membawa sesuatu keajaiban
dan dorongan rasa ingin tahu untuk menyelidiki dan mencari tahu tentang apa
yang dilihat, didengar, dan dirasakan dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu,
Piaget (dalam Sujiono, 1993: 54) menyatakan bahwa pengetahuan tidak hanya
interaksi langsung indera dengan kenyataan, tetapi juga harus ada pemikiran
tentang perubahan, untuk mendapatkan pengetahuan yang ada di alam ini dengan
menggunakan percobaan/eksperimen.
Menurut Sujiono
(2005:12.3) permainan sains di Taman Kanak Kanak bertujuan agar anak memiliki
kemampuan:
1. Mengamati
perubahan- perubahan yang terjadi disekitarnya.
2. Melakukan
percobaan-percobaan sederhana, seperti biji buah yang ditanam akan tumbuh.
3. Melakukan
kegiatan membanding, memperkirakan, mengklasifikasikan serta meng-komunikasikan
tentang sesuatu sebagai hasil sebuah pengamatan yang sudah dilakukannya.
4. Meningkatkan
kreatifitas yang keinovasian, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan alam, sehingga
anak akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Lebih lanjut
Suyanto (2005:83) mengungkapkan bahwa pengenalan sains untuk anak Taman
Kanak-kanak lebih ditekankan pada proses daripada produk. Proses sains dikenal
dengan metode ilmiah, yang secara garis besar meliputi:
4. observasi,
5. menemukan
masalah,
6. melakukan
percobaan,
7. menganalisis
data,
8. mengambil
kesimpulan.
Untuk anak TK
keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil bermain.
Kegiatan sains memungkinkan anak untuk melakukan eksplorasi terhadap berbagai
benda, baik benda hidup maupun benda yang tidak hidup yang ada disekitarnya.
Dengan demikian,
Kegiatan sains bagi anak dapat mendorong kemampuan kognitifnya. Kegiatan sains
yang dikemas dan dirancang dengan baik akan membuat anak membangun pengetahuan
yang lebih bermakna. Karena sains bagi anak adalah sesuatu yang menakjubkan,
sesuatu yang ditemukan dan dianggap menarik serta memberikan pengetahuan atau
merangsangnya untuk mengetahui dan menyelidikinya (Nugraha, 2005:14). Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Piaget dalam Hildayani (2007:3.3) mengungkapkan bahwa
perkembangan kognitif itu meliputi kemampuan seseorang untuk merasakan dan
mengingat, serta membuat alasan dan imajinasi. Muzi Marpaung (2010)
mengemukakan bahwa kegiatan eksperimen merupakan pintu yang menyenangkan untuk
memasuki dunia sains. Kalau dilakukan di masa kanak-kanak, maka ia berpotensi
besar untuk menjadi memori masa kecil yang menyenangkan.
Salah satu hasil penelitian menyebutkan bahwa
kecerdasan anak pada usia empat tahun sudah mencapai 50 persen. Kapasitas itu
akan meningkat hingga 80 persen pada usia delapan tahun. Hal Ini menunjukkan
pentingnya memberikan stimulasi pada anak usia dini mengenai sains dalam
keadaan bermain sesuai dengan tahapan perkembangannya. Sebab dalam kegiatan
bermain tersebut dapat berisi beberapa macam situasi, di mana anak dapat
menemukan dan memecahkan masalah. Bermain menyediakan kesempatan untuk
menjelajah dan mengalami sendiri berbagai macam solusi pada masalah yang
sebenarnya.
Tujuan
pembelajaran sains bagi anak usia dini adalah sebagai berikut :
1. Agar
anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui
penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam
menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya.
2. Agar
anak memiliki sikap ilmiah. Hal-hal yang mendasar, misalnya : tidak cepat-cepat
dalam mengambil keputusan, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang,
berhati-hati terhadap informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka.
3. Agar
anak-anak mendapatkan penngetahuan dan informasi ilmiah yang lebih baik dan
dapat dipercaya, artinya informasi yang diperoleh anak berdasarkan pada standar
keilmuan yang semestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasil
temuan dan rumusan yang obyektif serta sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan
yang menaunginya.
4. Agar
anak lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan
ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya.
C. PEMBELAJARAN
SAINS BAGI AUD
Pembelajaran
sains bagi anak memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu
perkembangan kognitif pada anak usia dini. Kesadaran pentingnya pembekalan
sains pada anak akan semakin tinggi apabila menyadari bahwa kita hidup pada
dunia yang dinamis, berkembang dan berubah secara terus menerus bahkan makin
menuju masa dewasa, semakin kompleks ruang lingkupnya, dan tentunya akan
semakin memerlukan sains.
Selanjutnya
permendiknas No. 58 (2009), tentang menu generik pendidikan anak usia dini,
menyatakan bahwa pembelajaran sains pada anak usia dini dilakukan sebagai
proses pengenalan dan penguasaan pada tahap sederhana. Oleh karena itu,
pendekatan yang tepat digunakan yaitu mengintegrasikan atau menyisipkan
pembelajaran sains pada program pembelajaran. Penyisipan pembelajaran sains
pada program pendidikan anak usia dini dalam suasana bermain (by learning
playing) merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan, sebab karakteristik anak
dalam merespon sesuatu dalam makna sebagai permainan (Saepudin: 2012).
Sebagaimana anak mendapatkan lebih banyak pengalaman dari dunia sekeliling
mereka, mereka sering membutuhkan pertolongan dalam mengorganisasi hasil
belajar yang spesifik (terarah pada suatu konsep). Beaty (Aisyah, 2011:5.33)
telah mengorganisasi sejumlah pengembangan konsep yang muncul secara sistematis
melalui beberapa program pengembangan kognitif pada anak usia dini yaitu antara
lain: bentuk, warna, ukuran, pengelompokan dan pengurutan.
Dari semua
program pengembangan tersebut dapat diarahkan melalui kegiatan sains. Jadi,
guru harus meyakini bahwa setiap anak memiliki kemauan dan kemampuan sendiri
untuk menemukan dan membangun pengetahuan, nilai-nilai dan pengalaman
masing-masing, sehingga guru dituntut untuk merancang sekaligus melaksanakan
kegiatan pembelajaran, dimana guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan juga
motivator terhadap peserta didik untuk membangkitkan kemauan dan kemampuannya
dalam mencari, menemukan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan
pengalaman belajarnya. Hal yang perlu menjadi landasan seorang guru dalam
melaksanakan pembelajaran adalah pembelajaran harus melibatkan keaktifan anak
secara penuh (active learning) (Trianto, 2010: 8).
Kemampuan dasar
IPA di Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan jalan belajar mengamati,
mengemukakan alasan, dan mengklasifikasi benda-benda yang diamati.
1. Observasi
Pada waktu anak
melakukan pengamatan atau observasi, anak belajar menggunakan fungsi panca
inderanya seoptimal mungkin, seperti melihat, mendengar, mencium, merasa dan
meraba. Forman dan Kruscher (1977) menyarankan empat tahap yang perlu dilakukan
pada waktu anak sedang melakukan pengamatan, yaitu:
a) mengidentifikais bagian- bagian
dari objek,
b) memperhatikan benda dari sudut
lain,
c) membandingkan benda yang diamati
dengan yang lain,
d)
menghubungkan struktur yang dimiliki benda yang diamati dengan fungsi dari objek tersebut.
2. Mengemukakan
alasan atau menjelaskan
Kemampuan
mengemukakan alasan atau menjelaskan tentang peristiwa-pristiwa yang dialami,
mengharuskan anak untuk berfikir, khususnya yang berkaitan dengan sebab akibat.
Pada waktu anak sedang melakukan pengamatan, tanyakan kepada mereka apa yang
mereka amati dengan mnegajukan berbagai pertanyaan seperti: “Apa yang kamu
lihat? “Mengapa demikian?”, “bagaimana pendapatmu tentang hal itu?”
3. Klasifikasi
Dalam melakukan
kegiatan mengklasifikasi benda, objek, dan peristiwa, anak tidak hanya
mengamati tetapi juga berpikir, sehingga ia dapat memilih dan meletakkan benda,
objek atau peristiwa sesuai dengan klasifikasinya. Seperti benda yang dapat
diklasifikasikan sebagai mainan mobil-mobilan, kuda-kudaan, boneka, gambar
orang yang sedang bergembira atau orang yang sedang sedih. (Jamaris, 2006:47-480.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sains
berhubungan erat dengan kegiatan penelusuran gejala dan fakta-fakta alam yang
ada di sekitar anak. Artinya Sains sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang alam
sekitar yang merupakan proses yang berisikan teori atau konsep yang diperoleh
melalui pengamatan dan penelitian.
Tujuan
pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yaitu
pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat dalam kehiduan
sehari-hari. Selain itu, pembelajaran sains juga diharapkan dapat memberikan
keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman,
kebiasaan dan apresiasi. Anak adalah ilmuan, dimana anak dilahirkan membawa
sesuatu keajaiban dan dorongan rasa ingin tahu untuk menyelidiki dan mencari
tahu tentang apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan dilingkungan sekitarnya.
Pembelajaran
sains bagi anak memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu
perkembangan kognitif pada anak usia dini. Kesadaran pentingnya pembekalan
sains pada anak akan semakin tinggi apabila menyadari bahwa kita hidup pada
dunia yang dinamis, berkembang dan berubah secara terus menerus bahkan makin
menuju masa dewasa, semakin kompleks ruang lingkupnya, dan tentunya akan
semakin memerlukan sains.
DARTAR
PUSTAKA
Abdul
muiz. 2008. Heuristik dalam pemecahan masalah dan pembelajaran di sekolah
dasar. Jurnal pendidikan matematika.
Ahmad
Saefudin. 2012. Penerapan metode permainan
menggunakan kartu kosa kata dalam pembelajaran bahasa inggris siswa kelas IV
SD. Diakses dari http://jurnal.
Fkip.uns.as.id/index.php/pgsdkebumen/article/view/284 pada tanggal 12 maret
2015 pukul11.00 WIB.
Aisyah,
Siti, dkk. 2011. Perkembangan dan konsep dasar pengembangan anak usia dini.
Jakarta: universitas terbuka.
Ali
nugraha. 2008. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini. Bandung:
JILSI foundation.
Andarwulan,
N. Dan Faradilla, RH.F. 2012. Pewarna alami untuk pangan. Seafast Center.
Bogor. http://seafast.ipb.ac.id.
16 januari 2016.
Jamaris,
Martini. 2006. Perkembangan dan pengembangan anak usia taman kanak-kanak.
Jakarta: Gramedia. Hal. 47-48
Khadijah, 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing.
Hal. 150-156.
Nugraha,
Ali. 2005. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini. Jakarta:
Depdiknas.
Sujiono,
Yuliani Nurani, dkk. 2011. Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks. Hal. 55
Trianto,
2010. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasi Kurikulum Satuan
Pendidikan (KTSP) Cetakan Kedua. Jakarta: Kencena. Hal 142