Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Jumat, 01 September 2023

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

aldhy purwanto


BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Menurut Yuliani Nurani (2011: 55) masa usia dini merupakan pondasi pertumbuhan dan perkembangan awal yang selanjutnya akan berpengaruh pada tahap kehidupan berikutnya. Merujuk pada pendapat Freud dalam Muhammad Fadlillah (2012: 56) menerangkan pula bahwa perkembangan anak sejak kecil akan berpengaruh ketika anak tersebut dewasa. Pengalaman- pengalaman yang diberikan oleh pendidik dan orang tua kepada anak akan tertanam pada diri anak. Hal ini sesuai dengan karakteristik anak usia dini 0-6tahun yang unik, aktif dan energik, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, eksploratif, serta senang dan kaya akan fantasi atau imajinasi. Karakteristik anak tersebut mendukung anak untuk belajar hal-hal yang ada dilingkungannya. Pemahaman tentang lingkungan dapat diterapkan pada kemampuan anak pada bidang sains.

Mengacu pada pendapat Sumaji dalam Ali Nugraha (2005: 27) yang menerangkan bahwa tujuan pembelajaran sains pada anak usia dini adalah untuk mengembangkan seseorang agar dapat memahami arti dari sains secara menyeluruh dan dapat menggunakan aspek-aspek pentingnya dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Jadi pembelajaran sains hendaknya dapat memberi pemahaman, minat, dan penghargaan anak didik terhadap dunia tempat tinggal mereka.

Pembelajaran sains pada anak usia dini mendapat kendala. Salah satu masalahnya yaitu materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memberi contoh-contoh yang kontekstual. Metode penyampaian bersifat monoton, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal(Dikti, 2004). Untuk menjawab masalah tersebut dibutuhkan model pembelajaran yang tepat agar pengalaman yang diterima anak dapat berkesan sampai mereka dewasa.

Model pembelajaran bidang sains yang dapat diterapkan untuk anak usia dini yaitu pembelajaran berbasis alam. Hal ini dikarenakan isi dari pembelajaran sains berhubungan langsung dengan alam dan bersifat kongkret. Model pembelajaran berbasis alam merupakan konsep pendidikan yang kembali pada alam back to nature school. Ide dasarnya adalah pendidikan pada anak dilakukan dengan mengajak anak dalam suasana sesungguhnya melalui belajar pada lingkungan alam sekitar. Pada makalah ini akan dibahas tentang pembelajaran sains pada anak usia dini.

B.  RUMUSAN MASALAH

1.    Apa pengertian sains?

2.    Apa saja tujuan pembelajaran sains?

3.    Bagaimana pembelajaran sains bagi anak usia dini?

C.  TUJUAN

Tujuan rumusan yaitu untuk mengetahui hakikat dan konsep permainan sains anak usia dini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN SAINS

Sains atau science berasal dari bahasa latin yaitu Scientia artinya pengetahuan yang tersusun atau terorganisasi secara sistematis (Nugraha, 2005:3). Conant (dalam Nugraha, 2008:3) mendefenisikan sains sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain. Yang tumbuh sebagai hasil serangkaian percobaan dan pengamatan serta dapat diamati dan di uji coba lebih lanjut.

Sains berhubungan erat dengan kegiatan penelusuran gejala dan fakta-fakta alam yang ada di sekitar anak. Artinya Sains sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang alam sekitar yang merupakan proses yang berisikan teori atau konsep yang diperoleh melalui pengamatan dan penelitian. Sejalan dengan yang dimekukakan oleh Muiz (2008: 11.4) bahwa eksperimen atau percobaan adalah suatu kegiatan yang di dalamnya dilakukan percobaan dengan cara mengamati proses dan hasil dari percobaan tersebut. Secara konseptual menurut Amien (dalam Nugraha, 2005:3), sains sebagai bidang ilmu alamiah dengan ruang lingkup zat dan energy yang terdapat pada makhluk hidup dan tak hidup, lebih membahas tentang alam seperti fisika, kimia, dan biologi.

B.  TUJUAN PEMBELAJARAN SAINS

Dalam taksonomi Bloom (Trianto, 2010: 142), dijelaskan bahwa, tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yaitu pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat dalam kehiduan sehari-hari. Selain itu, pembelajaran sains juga diharapkan dapat memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi. Anak adalah ilmuan, dimana anak dilahirkan membawa sesuatu keajaiban dan dorongan rasa ingin tahu untuk menyelidiki dan mencari tahu tentang apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, Piaget (dalam Sujiono, 1993: 54) menyatakan bahwa pengetahuan tidak hanya interaksi langsung indera dengan kenyataan, tetapi juga harus ada pemikiran tentang perubahan, untuk mendapatkan pengetahuan yang ada di alam ini dengan menggunakan percobaan/eksperimen.

Menurut Sujiono (2005:12.3) permainan sains di Taman Kanak Kanak bertujuan agar anak memiliki kemampuan:

1.    Mengamati perubahan- perubahan yang terjadi disekitarnya.

2.    Melakukan percobaan-percobaan sederhana, seperti biji buah yang ditanam akan tumbuh.

3.    Melakukan kegiatan membanding, memperkirakan, mengklasifikasikan serta meng-komunikasikan tentang sesuatu sebagai hasil sebuah pengamatan yang sudah dilakukannya.

4.    Meningkatkan kreatifitas yang keinovasian, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan alam, sehingga anak akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.

Lebih lanjut Suyanto (2005:83) mengungkapkan bahwa pengenalan sains untuk anak Taman Kanak-kanak lebih ditekankan pada proses daripada produk. Proses sains dikenal dengan metode ilmiah, yang secara garis besar meliputi:

4.    observasi,

5.    menemukan masalah,

6.    melakukan percobaan,

7.    menganalisis data,

8.    mengambil kesimpulan.

Untuk anak TK keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak untuk melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda, baik benda hidup maupun benda yang tidak hidup yang ada disekitarnya.

Dengan demikian, Kegiatan sains bagi anak dapat mendorong kemampuan kognitifnya. Kegiatan sains yang dikemas dan dirancang dengan baik akan membuat anak membangun pengetahuan yang lebih bermakna. Karena sains bagi anak adalah sesuatu yang menakjubkan, sesuatu yang ditemukan dan dianggap menarik serta memberikan pengetahuan atau merangsangnya untuk mengetahui dan menyelidikinya (Nugraha, 2005:14). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget dalam Hildayani (2007:3.3) mengungkapkan bahwa perkembangan kognitif itu meliputi kemampuan seseorang untuk merasakan dan mengingat, serta membuat alasan dan imajinasi. Muzi Marpaung (2010) mengemukakan bahwa kegiatan eksperimen merupakan pintu yang menyenangkan untuk memasuki dunia sains. Kalau dilakukan di masa kanak-kanak, maka ia berpotensi besar untuk menjadi memori masa kecil yang menyenangkan.

 Salah satu hasil penelitian menyebutkan bahwa kecerdasan anak pada usia empat tahun sudah mencapai 50 persen. Kapasitas itu akan meningkat hingga 80 persen pada usia delapan tahun. Hal Ini menunjukkan pentingnya memberikan stimulasi pada anak usia dini mengenai sains dalam keadaan bermain sesuai dengan tahapan perkembangannya. Sebab dalam kegiatan bermain tersebut dapat berisi beberapa macam situasi, di mana anak dapat menemukan dan memecahkan masalah. Bermain menyediakan kesempatan untuk menjelajah dan mengalami sendiri berbagai macam solusi pada masalah yang sebenarnya.

Tujuan pembelajaran sains bagi anak usia dini adalah sebagai berikut :

1.    Agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya.

2.    Agar anak memiliki sikap ilmiah. Hal-hal yang mendasar, misalnya : tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka.

3.    Agar anak-anak mendapatkan penngetahuan dan informasi ilmiah yang lebih baik dan dapat dipercaya, artinya informasi yang diperoleh anak berdasarkan pada standar keilmuan yang semestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasil temuan dan rumusan yang obyektif serta sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan yang menaunginya.

4.    Agar anak lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya.

C.  PEMBELAJARAN SAINS BAGI AUD

Pembelajaran sains bagi anak memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu perkembangan kognitif pada anak usia dini. Kesadaran pentingnya pembekalan sains pada anak akan semakin tinggi apabila menyadari bahwa kita hidup pada dunia yang dinamis, berkembang dan berubah secara terus menerus bahkan makin menuju masa dewasa, semakin kompleks ruang lingkupnya, dan tentunya akan semakin memerlukan sains.

Selanjutnya permendiknas No. 58 (2009), tentang menu generik pendidikan anak usia dini, menyatakan bahwa pembelajaran sains pada anak usia dini dilakukan sebagai proses pengenalan dan penguasaan pada tahap sederhana. Oleh karena itu, pendekatan yang tepat digunakan yaitu mengintegrasikan atau menyisipkan pembelajaran sains pada program pembelajaran. Penyisipan pembelajaran sains pada program pendidikan anak usia dini dalam suasana bermain (by learning playing) merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan, sebab karakteristik anak dalam merespon sesuatu dalam makna sebagai permainan (Saepudin: 2012). Sebagaimana anak mendapatkan lebih banyak pengalaman dari dunia sekeliling mereka, mereka sering membutuhkan pertolongan dalam mengorganisasi hasil belajar yang spesifik (terarah pada suatu konsep). Beaty (Aisyah, 2011:5.33) telah mengorganisasi sejumlah pengembangan konsep yang muncul secara sistematis melalui beberapa program pengembangan kognitif pada anak usia dini yaitu antara lain: bentuk, warna, ukuran, pengelompokan dan pengurutan.

Dari semua program pengembangan tersebut dapat diarahkan melalui kegiatan sains. Jadi, guru harus meyakini bahwa setiap anak memiliki kemauan dan kemampuan sendiri untuk menemukan dan membangun pengetahuan, nilai-nilai dan pengalaman masing-masing, sehingga guru dituntut untuk merancang sekaligus melaksanakan kegiatan pembelajaran, dimana guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan juga motivator terhadap peserta didik untuk membangkitkan kemauan dan kemampuannya dalam mencari, menemukan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan pengalaman belajarnya. Hal yang perlu menjadi landasan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah pembelajaran harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) (Trianto, 2010: 8).

Kemampuan dasar IPA di Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan jalan belajar mengamati, mengemukakan alasan, dan mengklasifikasi benda-benda yang diamati.

1.    Observasi

Pada waktu anak melakukan pengamatan atau observasi, anak belajar menggunakan fungsi panca inderanya seoptimal mungkin, seperti melihat, mendengar, mencium, merasa dan meraba. Forman dan Kruscher (1977) menyarankan empat tahap yang perlu dilakukan pada waktu anak sedang melakukan pengamatan, yaitu:

a) mengidentifikais bagian- bagian dari objek,

b) memperhatikan benda dari sudut lain,

c) membandingkan benda yang diamati dengan yang lain,

d) menghubungkan struktur yang dimiliki benda yang diamati dengan fungsi dari    objek tersebut.

2.    Mengemukakan alasan atau menjelaskan

Kemampuan mengemukakan alasan atau menjelaskan tentang peristiwa-pristiwa yang dialami, mengharuskan anak untuk berfikir, khususnya yang berkaitan dengan sebab akibat. Pada waktu anak sedang melakukan pengamatan, tanyakan kepada mereka apa yang mereka amati dengan mnegajukan berbagai pertanyaan seperti: “Apa yang kamu lihat? “Mengapa demikian?”, “bagaimana pendapatmu tentang hal itu?”

3.    Klasifikasi

Dalam melakukan kegiatan mengklasifikasi benda, objek, dan peristiwa, anak tidak hanya mengamati tetapi juga berpikir, sehingga ia dapat memilih dan meletakkan benda, objek atau peristiwa sesuai dengan klasifikasinya. Seperti benda yang dapat diklasifikasikan sebagai mainan mobil-mobilan, kuda-kudaan, boneka, gambar orang yang sedang bergembira atau orang yang sedang sedih. (Jamaris, 2006:47-480.

 

 

BAB III

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Sains berhubungan erat dengan kegiatan penelusuran gejala dan fakta-fakta alam yang ada di sekitar anak. Artinya Sains sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang alam sekitar yang merupakan proses yang berisikan teori atau konsep yang diperoleh melalui pengamatan dan penelitian.

Tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yaitu pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat dalam kehiduan sehari-hari. Selain itu, pembelajaran sains juga diharapkan dapat memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi. Anak adalah ilmuan, dimana anak dilahirkan membawa sesuatu keajaiban dan dorongan rasa ingin tahu untuk menyelidiki dan mencari tahu tentang apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan dilingkungan sekitarnya.

Pembelajaran sains bagi anak memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu perkembangan kognitif pada anak usia dini. Kesadaran pentingnya pembekalan sains pada anak akan semakin tinggi apabila menyadari bahwa kita hidup pada dunia yang dinamis, berkembang dan berubah secara terus menerus bahkan makin menuju masa dewasa, semakin kompleks ruang lingkupnya, dan tentunya akan semakin memerlukan sains.

 

 

 

 

 

 

 

 

DARTAR PUSTAKA

Abdul muiz. 2008. Heuristik dalam pemecahan masalah dan pembelajaran di sekolah dasar. Jurnal pendidikan matematika.

Ahmad Saefudin. 2012. Penerapan metode permainan menggunakan kartu kosa kata dalam pembelajaran bahasa inggris siswa kelas IV SD. Diakses dari http://jurnal. Fkip.uns.as.id/index.php/pgsdkebumen/article/view/284 pada tanggal 12 maret 2015 pukul11.00 WIB. 

Aisyah, Siti, dkk. 2011. Perkembangan dan konsep dasar pengembangan anak usia dini. Jakarta: universitas terbuka.

Ali nugraha. 2008. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini. Bandung: JILSI foundation.

Andarwulan, N. Dan Faradilla, RH.F. 2012. Pewarna alami untuk pangan. Seafast Center. Bogor. http://seafast.ipb.ac.id. 16 januari 2016.

Jamaris, Martini. 2006. Perkembangan dan pengembangan anak usia taman kanak-kanak. Jakarta: Gramedia. Hal. 47-48

Khadijah, 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing. Hal. 150-156.

Nugraha, Ali. 2005. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini. Jakarta: Depdiknas.

Sujiono, Yuliani Nurani, dkk. 2011. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks. Hal. 55

Trianto, 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasi Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) Cetakan Kedua. Jakarta: Kencena. Hal 142


Kamis, 31 Agustus 2023

SUPERVISI MANAJERIAL

aldhy purwanto


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah Madrasah menegaskan bahwa seorang pengawas harus memiliki 6 (enam) kompetensi minimal, yaitu kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan serta kompetensi sosial Kondisi di lapangan saat ini tentu saja masih banyak pengawas sekolah madrasah yang belum menguasai keenam dimensi kompetensi tersebut dengan baik. Survei yang dilakukan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan pada Tahun 2008 terhadap para pengawas di satu kabupaten menunjukkan bahwa para pengawas memiliki kelemahan dalam kompetensi supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan penelitian dan pengembangan.

Sosialisasi dan pelatihan yang selama ini bisa dilaksanakan dipandang kurang memadu untuk menjangkau keluhan pengawas dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, karena terbatannya waktu maka intensitas dan kedalaman penguasaan materi kurang dapat dicapai dengan kedua strategi ini.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka upaya untuk meningkatkan kompetensi pengawas barus dilakukan melalui berbagai strategi. Salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menjangkau keseluruhan pengawas dengan waktu yang cukup singkat adalah memanfaatkan forum Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) sebagai wahana belajar bersama. Dalam suasana kesejawatan yang akrab, para pengawas dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman guna bersama-sama meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka. Forum tersebut akan berjalan efektif apabila verdapat panduan bahan kajian serta target pencapaian. Dalam komeks inilah Bahan Belajar Mandiri

Supervisi manajerial adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup:

1.    Perencanaan,

2.    Koordinasi,

3.    Pelaksanaan,

4.    Penilaian

5.    Pengembangan kompetensi SDM kependidikan dan sumber daya lainya.

Sasaran Supervisi Manajerial adalah membantu kepala sekolah dan staf sekolah lainnya dalam mengelola administrasi pendidikan seperti:

1.    Administrasi keuangan

2.    Administrasi sarana prasarana/perlengkapan.

3.    Administrasi personal atau ketenagaan,

4.    Asmidistrasi kesiswaan

5.    Administrasi hubungan sekolah dan masyarakat.

6.    Administras budaya dan lingkungan sekolah, serta

7.    Aspek-aspek administrasi lainnya (administrasi persuratan dan pengarsipan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan).

B. Rumusan Masalah

1.    Apa pengertian dari supervisi manajerial?

2.    Apa saja ruang lingkup supervise manajerial?

3.    Apa saja prinsip prinsip dari supervisi manajerial?

4.    Apa saja metode dan teknik supervisi manajerial?

C. Tujuan

1.    Untuk mengetahu Apa pengertian dari supervisi manajerial

2.    Untuk mengetahui Apa saja ruang lingkup supervise manajerial

3.    Untuk mengetahui Apa saja prinsip prinsip dari supervisi manajerial

4.    Untuk mengetahui Apa saja metode dan teknik supervisi manajerial

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Supervisi Manajerial

Supervisi manajerial merupakan kegiatan pemantauan, pembinaan dan penilaian terdap kepala sekolah dan elemen sekolah lainnya dalam mengelola mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah Darwin dan Irsan. 2012: 124 dalam Joni et al., 2016 151). Menurut Nurhadi (2014 dalam Ekawati & rahim, 2018 184) supervisi manajerial adalah kegiatan yang terencana, terpola dan terprogram dalam mengubah perilaku sekolah agar dapat mempertinggi kualitas pengelolaan sekolah. Sesuai dengan pedoman pelaksanaan pengawas sekolah dijelaskan bahwa ruang lingkup supervisi manajerial sebagai berikut:

1. Pembinaan

Yaitu pembinaan kepala sekolah atau madrasah yang bertujuan yaitu peningkatan pemahaman dan pengimplementasian kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah atau madrasah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.

2. Pemantauan

Meliputi pemantauan pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk memantau kelapa sekolah mempersiapkan akreditasi sekolah.

3. Penilaian

Yaitu penilaian kinerja kepala sekolah tentang pengelolaan sekolah sesuai dengan standar nasional Pendidikan.

Supervisi juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan dalam rangka membantu kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan pada dua aspek yakni: manajerial dan akademik Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran sehingga supervisi manajerian dapat ditujukan untuk pelaksanaan bidang garapan manajemen sekolah (Shullan, 2013: 35-36), Sementara supervisi akademik menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademik, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas

Dalam Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009, 213 dalam Rohmatika, 2016: 5) dinyatakan bahwa supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, kordinasi, pelaksanan penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan sumberdaya lainnya. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah/mudrasah berperan sebagai:

1.      Kolaborator dan negositor dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah.

2.      Asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potemi sekolah,

3.      Pusat informasi pengembangan mutu sekolah

4.      Evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan

Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa supervisi manajerial yang dilaksanakan pengawas sekolah merupakan bagian dari upaya meningkatkan kemampuan personil sekolah yang dilaksanakan dalam rangka melakukan tugas pengawasan sekolah.

B. Ruang Lingkup Supervisi Manajerial

Jika merujuk kepada definisi supervisi menajerial sebagaimana terdapat dalam Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Beban Kerja Pengawas Madrasah Direktorat Pendidikan Madrasah sebagaimana disebutkan di atas, maka ruang lingkup supervisi manajerial mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi, sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan.

Menurut Muktar & Iskandar dalam Siti Nur Aini Hamzah dijelaskan rincian bidang-bidang yang menjadi area pengawasan supervisi manajerial yaitu:

a. Bidang kesiswaan, mencakup kegiatan:

1.      Mengatur pelaksanaan kegiatan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,

2.      Mengelola layanan bimbingan dan konseling,

3.      Mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa,

4.      Mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler,

b. Bidang personalia, mencakup kegiatan:

1.      Mengatur pembagian tugas guru,

2.      Mengajukan kenaikan pangkat, gaji dan mutasi guru,

3.      Mengatur program kesejahteraan guru,

4.      Mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru,

5.      Mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru.

c. Bidang keuangan, mencakup kegiatan:

1.      Menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah,

2.      Mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah,

3.      Mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah,

4.      Mempertanggungjawabkan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

d. Bidang sarana dan prasarana, mencakup kegiatan:

1.      Penyediaan dan seleksi buku pegangan guru,

2.      Layanan perpustakaan dan laboratorium,

3.      Kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah,

4.      Keindahan dan kebersihan kelas,

5.      Perbaikan kelengkapan kelas.

e. Bidang hubungan masyarakat, mencakup kegiatan:

1.      Kerjasama sekolah dengan orangtua siswa,

2.      Kerjasama sekolah,

3.      Kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait,

4.      Kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar.

Jadi dari keseluruhan argumen di atas dapat disimpulkan bahwa esensi dari ruang lingkup supervisi manajerial adalah berkenaan dengan kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar pendidikan nasional.

C. Prinsip-prinsip Supervisi Manajerial

Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam supervise manajerial yaitu sebagai berikut:

1. Pengawas harus menjauhkan diri dari sifat otoriter

Di mana ia bertindak sebagai atasan dan kepala sekolah guru sebagai bawahan.

2. Supervisi harus numрu mencipakan hubungan kemanusiaan yang harmonis,

Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal,.

3. Supervisihan dilakukan secara berkesinambungan.

Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu Jika ada kesempatan

4. Supervisi harus demokratis

Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.

5. Program supervisi harus integral

Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan.

6. Supervisi harus komprehensif

Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek, karena hakikatnya suatu aspek pasti terkait dengan aspek lainnya.

7. Supervisi harus konstruktif,

Supervisi bukanlah sekalikali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru,

8. Supervisi harus obyektif

Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi harus obyektif. Obyektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi itu harus disusun berdasarkan persoalan dan kebutuhan nyata yang dihadapi sekolah

Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas hendaknya berperan sebagai

1.      Kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi pengembangan manajemen sekolah,

2.      Asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah binaannya,

3.      Pusat informasi pengembangan mata pendidikan di sekolah binaannya.

4.      Evaluator/judgement terhadap pemaknaan hasil pengawasan.

Dalam melaksanakan supervisi monejerial, seorang pengawas harus:

1.      Menguasai metode, teknik in primip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

2.      Menyusun program kepengawasan berdasarkan visimisi-tujuan dan program sekolah-sekolah binaanya

3.      Menyusum metode kerja dan berbagai instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan.

4.      Membina kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS)

5.      Membina kepala sekolah dalam melaksanakan administrasi satuan pendidikan meliputi administrasi kesiswaan, kurikulum dan pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, keuangan, lingkungan sekolah dan peran serta masyarakat.

6.      Menami kepala sekolah dalam menyusun indikator keberhasilan mutu pendidikan di sekolah

7.      Membina staf sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya

8.      Memotivasi pengembangan karir kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku

9.      Menyusun laporan hasil-hasil pengawasan pada sekolah-sekolah binaannnya dan menindak lanjutinya untuk perbaikan mutu pendidikan dan program pengawasan berikutnya.

10.  Mendorong guru dan kepala sekolah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya.

11.  Menjelaskan berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan kepada guru dan kopala sekolah.

Dalam melaksanakan supervisi manajerial, pengawas sekolah/madrasah memiliki peranan khusus sebagai

1.      Konseptor yaitu menguasai metode, teknik, dan prisip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah/madrasah.

2.      Programer yaitu menyusun program kepengawasan berdasarkan visi, misi tujuan, dan program pendidikan di sekolah/madrasah.

3.      Komposer yaitu menyusun motode kerja dan instrumen kepengawasan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawas di sekolah/madrasah.

4.      Reporter yaitu melaporkan hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah madrasah.

5.      Builder yaita membina kepala sekolah madrasah dalam pengelolaan (manajemen) dan administrasi sekolah/madrasah berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah/madrasah dan membina guru dan kepala sekolah/madrasah dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah/madrasah.

6.      Supporter yaitu mendorong guru dan kepala sekolah madrasah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapai untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah/madrasah.

7.      Observer yaitu memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah/madrasah.

8.      User yaitu memanfaatkan hasil-hasil pemantauan untuk membantu kepala sekolah dalam menyiapkan akreditasi sekolah

Pengawas sekolah madrasah selama ini menurut pengamatan sekilas di lapangan cenderung lebih banyak melaksanakan supervisi manajerial daripada supervisi akademik. Supervisi akademik misalnya seperti berkunjung ke kelas kelas mengamati guru yang sedang mengajar tanpa mengganggu. Hasil pengamatan dianalisa dan didiskusikan dengan guru serta akhirnya dapat menjadi masukan guru dalam memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian, hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat.

D. Metode dan Teknik Supervisi Manajerial

Efektifitas pelaksanaan supervisi manajerial sangat dipengaruhi oleh metode dan tehnik yang digunakan agar kepala sekolah/madrasah dan seluruh stafnya dapat menjalankan fungsi dan perannya sebagai panitia organisasi sekolah yang baik.

Metode adalah satu cara yang ditempuh oleh pengawas pendidikan guna merumuskan tujuan yang hendak dicapai baik oleh sistem perorangan maupun kelembagaan pendidikan itu sendiri. Sedangkan Teknik ialah langkah-langkah konkret yang dilakukan oleh seorang supervisor. Adapun metode dan teknik dari supervisi manajerial yaitu (Hidayat, 2019: 173-175)

1. Monitoring dan Evaluasi

Metode utamu yang harus dilakukan oleh pengawas satuan Pendidikan dalam supervisi manajerial tentu saja adalah monitoring dan evaluasi

a. Monitoring Pengawasan

Monitoring adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program, dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program (Rochist, 2008: 115 dalam Addib, 2016, 23). Monitoring lebih berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat Klinis. Melalui monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspek aspek yang dicermati dalam monitoring adalah hal-hal yang dikembangan dan dijalankan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) Dalam melakukan monitoring in tentunya pengawas harus melengkap diri dengan prangkat atau daftar isian yang memuat seluruh indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.

b. Evaluasi Kegiatan

Evaluasi ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kesuksesan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu. Tujuan evaluasi utamanya adalah untuk:

1.      mengetahui tingkat keterlaksanaan program.

2.      mengetahui keberhasilan program,

3.      mendapatkan bahan masukan dalam perencanaan tahun berikutnya.

4.      memberikan penilaian (judgement) terhadap sekolah.

2. Refleksi dun Focused Group Dicasusion (Diskusi kelompok terfokus/FGD)

Sesuai dengan paradigma baru manajemen sekolah yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka judgement keberhasilan atau kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan program atau mencapai standar bukan hanya menjadi otoritas pengawas. Hasil monitoring yang dilakukan pengawas hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak sekolah, terutama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite sekolah dan garu Secara bersama-sama piluak sekolah dapat melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka rasakan. Peran pengawas dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memberikan masukan berdasarkan pengetahun dan pengalamannya

3. Metode Delphi

Sejauh ini kebanyakan sekolah merumuskan visi dan misi dalam susunan kalimat "yang bagus", tanpa dilandasi oleh filosofi dan pendalaman terhadap potensi yang ada. Akibatnya visi dan misi tersebut tidak realistis dan tidak memberikan inspirasi kepada warga sekolah untuk mencapainya,

Metode Delphi merupakan cara yang efisien untuk melibatkan banyak stakeholder sekolah tanpa memandang faktor-faktor status yang sering menjadi kendala dalam sebuah diskusi atau musyawarah Misalnya sekolah mengadakan pertemuan bersama antara sekolah, dinas pendidikan, tokoh masyarakat, orang  tua murid dan guru, maka biasanya pembicaraan hanya didominasi oleh orang- orang tertentu yang percaya diri untuk berbicara dalam forum Selebihnya peserta hanya akan menjadi pendengar yang pasif. Metode Delphi dapat disampaikan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak, Langkah-langkahnya menurut Gorton (1976: 26-27 dalam Addib. 2016: 25-26) adalah sebagai berikut:

a)      Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan.

b)      Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas.

c)      Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama.

d)     Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya

e)      Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya

4. Workshop

Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. Penyelenggaraan workshop ini tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah

atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.

Superviai nurujerial adalah kegiatan yang direncanakan untuk memantan, membina dan menilai elemen sekolah yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Ruang lingkup supervisi manajerial yaitu (Depdiknas, 2010:17 dalam Joni et al.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

            Supervise manajerial adalah kegiatan yang direncanakan untuk memantau, membina, dan menilai elemen sekolah yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Ruang lingkup supervise menejerial, yaitu:

1.    Pembinaan,

2.    Penilaian,

3.    Pemantauan.

Dalam pelaksanaan supervisi manajerial terdapat 8 prinsip yang harus dilakukan oleh sapervisor yaitu:

1.    Pengawas harus jauh dari sifar otoriter.

2.    Supervisi harus dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan yang harmonis

3.    Supervisi dilakukan secara berkesinambungan

4.    Supervisi harus demokratis

5.    Program supervisi harus integral.

6.    Supervisi harus kumperhensif

7.    Supervisi harus konstruktif.

8.    Supervisi harus objektif.

Dalam melaksanaan supervisi, tendapat metode atau Teknik, yaitu:

1.    Monitoring atau pengawasan.

2.    Refleksi dan Focused Group Dussion (FGD)

3.    Metode delphi

4.    Workshop

 

B. Saran

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan karya-karya yang akan datang. Harapan kamiadalah semoga semakin banyak karya-karya baru terutama tentang pemahaman supervise manajerial yang lebih lengkap dan lebih baik lagi sehingga bisa dijadikan bahan referensi yang lebih menarik.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Addib. M. (2016) Implementasi Supervisi Manajerial dalam Meningkatkan Mata Lembaga Pendidikan Islam di SMA Al-Islam Sidoarjo.Skripsi Prodi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarhiyah dan Keguruan Universitas lslam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dumarasi (2016). Bimbingan Kolaboratif sebagai Alternatif Supervisi Manajerial untuk Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah. Jurnal Manajemen Pendidikan, 12(1),55-57.

Ekawati, A. E. K. & theshim S (2018) Pelaksanun Supervisi Manajerial Oleh Pengawas Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di SDN 3 Percontohan Peusangan Kabupaten Bireuen. Jurnal Magister Administrasi Pendidikan Universitas Syaih Kuala, 6(3), 183-191, http://www.jurnal.uinsyah.ac.id/JAP/article/view/13137

Hidayat W. (2019). Strategi Pelaksanaan Supervisi Manajerial dalam Meningkatkan Kinerja Kepala Madrasah Tsanawiyah. Jurnal Pendidikan Universites Garut, 13(1), 168-184

Joni, S.. AR, D. & Ibrahim, S. (2016) Pelaksanaan Supervisi Manajerial Pengawas Sekolah pada Sekolah Menengah Atas Swasta di Kota Banda Aceh. Jurnal Adiminsitrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 4(1), 148-157.

Rohmatika R. V. (2016), Urgensi Supervisi Manajerial untuk Peningkatan Kinerja Sekolah. Jurnal Pengembangan Masyarakat lslam, 9(1), 1-20.

Shulian, M. (2013). Supervisi Pendidikan (Teori dan Praktek dalam Mengembangkan SDM Guru). Surabaya: Acima Publishing

Siti Nur Aini Hamzah, “Mengenal Supervisi Manajerial Dalam Lembaga Pendidikan”, Jurnal Kependidikan Islam, (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, volume 6, nomor 2, 2015), 80-81.