Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Senin, 05 Juni 2023

MAKALAH HUKUM TADLIS DALAM JUAL BELI

aldhy purwanto



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Masalah muamalah senantiasa terus berkembang, tetapi perlu diperhatikan agar perkembangan tersebut tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan hidup bagi pihak lain. Salah satu bentuk perwujudan muamalah yang disyari’atkan oleh Allah swt, adalah jual beli. Jual beli yaitu menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik kepada orang lain atas dasar rela sama rela.[1] Sehubungan dengan hal ini Islam sangat menekankan agar dalam bertransaksi harus didasari dengan i'tikad yang baik, karena hal ini memberikan pedoman kepada umatnya dalam usahanya, agar diantara kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Disadari atau tidak untuk mencukupi segala kebutuhannya, manusia membutuhkan suatu tempat pergaulan hidup, tempat dimana setiap orang melakukan segala perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain atau sering disebut dengan pasar.

Jual beli merupakan akad tertua yang dikenal manusia sekaligus akad yang paling banyak dipraktekkan hingga saat ini. Sebagian ahli hukum Islam menamakannya sebagai abu al-uqud atau induk semua akad. Dalam hal ini, manusia membutuhkan jual beli sejak manusia itu sendiri mulai membutuhkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya. Oleh sebab itu, manusia memberikan barang yang menjadi kebutuhannya melalui suatu pertukaran yang kemudian disebut jual beli.[2]

Bisnis dan perdagangan merupakan proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis secara bebas menentukan untung rugi pertukaran tersebut. Bisnis dan perdagangan terjadi apabila satu pihak memperoleh keuntungan atau manfaat dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan dalam kegitan ini.[3]

 

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan penulis jabarkan pada makalah yang berjudul Hukum Tadlis Dalam Jual Beli” ini adalah sebagai berikut :

1.      Apa pengertian jual beli ?

2.      Apa pengertian tadlis ?

3.      Apa saja macam-macam tadlis ?

 

C.    Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :

1.      Untuk mengetahui apa pengertian jual beli

2.      Untuk mengetahui apa pengertian tadlis

3.      Untuk mengetahui apa saja macam-macam tadlis

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jual Beli

Menurut bahasa (etimologi) definisi dari jual beli dalam fiqih disebut dengan al-Bai’ ,yang bermakna menjual, dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya yakni kata asy-syira yang bermakna beli, sehingga kata al-Bai’ berarti Jual beli.[4] Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli. Dengan demikian, perkataan jual beli menunjukkan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli, atau menukar harta dengan harta.[5]

Adapun menurut istilah (terminologis), yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut :

a.       Transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian” fasilitas” dan “kenikmatan” agar tidak termasuk di dalamnya penyewaan dan pernikahan.[6]

b.      Jual beli menurut secara istilah adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dalam transaksi pemindahan kepemilikan atas suatu barang yang mempunyai nilai dan dapat terukur dengan satuan moneter.[7]

c.       Jual beli adalah pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridhaan antara keduanya. Atau dengan pengertian lain memindahkan hak milik dengan hak milik lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi.[8]

d.      Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.[9] Sesuai dengan ketentuan syara’ dalam artian memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun- rukun, dan hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli sehingga bila tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.

Jual beli menurut bisnis syariah adalah tukar menukar barang antara dua orang atau lebih dengan dasar suka sama suka, untuk saling memiliki. Dengan jual beli, penjual berhak memiliki uang secara sah. Pihak pembeli berhak memiliki barang yang dia terima dari penjual. Kepemilikan masing-masing pihak dilindungi oleh hukum. Dan menurut Pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ba’i adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran benda dengan uang.[10]Sebagaimana dalam firman-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا 

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(Q.S. An-Nisa :29)

Jika ingin dilihat dari jenis barangnya dan boleh atau tidaknya, jualbeli dalam Islam dapat dibagi menjadi tiga macam:[11]

1. Jual beli barang yang tampak atau kelihatan. Jual beli semacam ini hukumnya boleh (mubah). Sebagaimana allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

Artinya :Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.

2. Jual beli barang yang hanya diketahui ciri-ciri dan sifatnya, sedangkan barangnya berada dalam jaminan penjual. Jual beli semacam ini diperbolehkan, selama barang yang diperjualbelikan sesuai dengan ciri-ciri yang telah ditentukan.

3. Jual beli barang yang tidak tampak dan tidak ada ketika transaksi terjadi. Jual beli ini tidak boleh dilakukan, karena mengandung unsur penipuan (tadlis) yang akan merugikan salah satu pihak.

 

Dari definisi yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa jual beli dalam perspektif Islam adalah pertukaran harta yang memiliki nilai ekonomis dan dilakukan tanpa paksaan, menggunakan alat tukar yang sah, dengan memenuhi ketentuan syara’.

B.     Pengertian Tadlis

Tadlis menurut bahasa adalah menyembunyikan kecacatan. Tadlis diambil dari kata (dulsah) yang berarti zulmah (gelap) maka apabila penjual menutupi dan tidak menyampaikan kecacatan barang dagangannnya maka ia telah berbuat tadlis.[12]

Ibn Qudamah mengatakan tadlis berarti penjual menyembunyikan kecacatan barang dagangan kepada pembeli padahal ia mengetahuinya. Mazhab Hanbali memperluas tadlis mereka menjadikan tadlis mencakup setiap penipuan yang dilakukan oleh penjual pada sifat/ karakteristik barang dagangannya untuk mendapatkan tambahan harga/ keuntungan dari pembeli. Dalam Majallah al-Ahkâm al-Syar’iyyah dikatakan bahwa tadlis menurut mazhab Imam Ahmad adalah perbuatan yang dengannya tertipu pembeli, yaitu bahwa dalam barang dagangan ada sifat/ karakteristik yang mengharuskan penambahan harga atau menyembunyikan kecacatan barang dagangan.[13]

Tadlis artinya penipuan. tadlis pada jual beli dalam hukum Islam itu di haramkan. Karena tadlis merupakan penipuan yang dilakukan dalam transaksi jual beli oleh pihak penjual terhadap barang/objek yang dijualnya kepada pembeli.[14]

Aspek tadlis dalam transaksi jual beli sebenarnya tergolong kedalam jual-beli gharar. Dimana jual beli gharar merupakan jual beli yang mengandung unsur-unsur penipuan dan penghianatan, baik karena ketidakjelasan dalam objek jual beli atau ketidak pastian dalam cara pelaksanaanya. Sehingga hukum dari jual beli semacam ini dilarang (haram).[15]

Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas, tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak dimana penjual menyembunyikan sifat/ karakteristik atau kecacatan barang dagangannya (melakukan penipuan) kepada pembeli padahal ia mengetahuinya untuk mendapatkan tambahan harga/ keuntungan dari pembeli.

Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak, mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa ditipu/dicurangi karena ada sesuatu yang tidak diketahui oleh satu pihak.

 وَاِلٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗقَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗوَلَا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ اِنِّيْٓ اَرٰىكُمْ بِخَيْرٍ وَّاِنِّيْٓ اَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُّحِيْطٍ

Artinya : Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang membinasakan (Kiamat).(QS. Hud: 84)

Ayat diatas menjelaskan bahwa pentingnya memperhatikan takaran dan timbangan sehingga tidak ada pihak yang di rugikan dalam transaksi, karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk Tadlis yang dilarang oleh agama, sebaiknya dalam bermuamalah juga hendaknya di landasi dengan kejujuran, keikhlasan dan ketulusan serta bersikap mudah dalam menjalankannya, agar terjalin kepercayaan satu sama lain.

C.    Macam-Macam Tadlis

Tadlis (penipuan) terdapat empat macam, yaitu:[16]

1.      Tadlis dalam kuantitas

Tadlis dalam kuantitas termasuk juga kegiatan menjual barang kuantitas sedikit dengan barang kuantitas banyak. Misalnya menjual baju sebanyak satu kontainer. Karena jumlah banyak dan tidak mungkin untuk menghitung satu per satu, penjual berusaha melakukan penipuan dengan mengurangi jumlah barang yang dikirim kepada pembeli.

2.      Tadlis dalam kualitas

Tadlis dalam kualitas termasuk juga menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk yang tidak sesuai dengan apa yang disepakati antara si penjual dan pembeli.

3.      Tadlis dalam harga (Ghabn)

Tadlis dalam harga ini termasuk menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan pembeli atau penjual, dalam fiqh disebut ghaban. Berikut ketetapan Majelis Ulama mengenai konsep penetapan harga dalam Islam adalah sebagai berikut :

Ketetapan Majelis Ulama Fiqih Mengenai Standarisasi Harga Majelis ulama fiqih yang terikut dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang diadakan dalam pertemuan kelima di Kuwait pertanggal 1-6 pertanggal 1-6 Jumadil Ula 1409 H. Bertepatan dengan 10-15 Desember 1988 M. Telah melakukan diskusi tentang pembatasan keuntungan para pedagang. Mereka membuat ketetapan berikut :

Pertama, hukum asal yang diakui oleh nash dan kaidah- kaidah syariat adalah membiarkan umat bebas dalam jual beli mereka, dan mengoperasikan harta benda mereka dalam bingkai hukum Syariat Islam yang penuh perhatian dengan segala kaidah di dalamnya.

Kedua, tidak ada standarisasi dalam pengambilan keuntungan yang mengikat para pedagang dalam melakukan berbagai transaksi jual beli mereka. Hal itu dibiarkan sesuai kondisi dunia usaha secara umum dan kondisi pedagang dan kondisi komoditi barang dagangan, namun dengan tetap memperhatikan kode etik yang disyariatkan Islam, seperti sikap santun, qana’ah, toleransi dan memudahkan.

Ketiga, terdapat banyak dalil-dalil dalam ajaran syariat yang mewajibkan segala bentuk mu’amalah bebas dari hal-hal yang diharamkan atau bersentuhan dengan hal-hal yang haram, seperti, penipuan, kecurangan, manipulasi, memanfaatkan ketidaktahuan orang lain, memanipulasi keuntungan (memonopoli penjualan), yang kesemuanya adalah mudarat bagi masyarakat umum maupun kalangan khusus.

Keempat, pemerintah tidak boleh ikut campur menentukan standar harga kecuali kalau melihat adanya ketidakberesan dipasar dan ketidakberesan harga karena berbagai faktor yang dibuat-buat. Dalam kondisi demikian, pemerintah boleh turut campur dengan berbagai sarana yang memungkinkan untuk mengatasi berbagai faktor dan sebab ketidakberesan, kenaikan harga dan kamuflase berat tersebut.[17]

4.      Tadlis dalam waktu penyerahan

Tadlis dalam waktu penyerahan adalah penipuan bila si penjual tahu persis ia tidak akan dapat menyerahkan barang pada esok hari, namun akan menyerahkan barang tersebut esok hari. Walau konsekuensi tadlis dalam waktu penyerahan tidak berkaitan langsung dengan harga ataupun jumlah barang yang ditransaksikan, namun maslah waktu adalah sesuatu yang sangat penting.


 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Jual beli dalam perspektif Islam adalah pertukaran harta yang memiliki nilai ekonomis dan dilakukan tanpa paksaan, menggunakan alat tukar yang sah, dengan memenuhi ketentuan syara’.

Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak dimana penjual menyembunyikan sifat/ karakteristik atau kecacatan barang dagangannya (melakukan penipuan) kepada pembeli padahal ia mengetahuinya untuk mendapatkan tambahan harga/ keuntungan dari pembeli.

Tadlis (penipuan) terdapat empat macam, yaitu tadlis dalam kuantitas, tadlis dalam kualitas, tadlis dalam harga, dan tadlis dalam dalam waktu penyerahan

B.     Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Idris Ahmadi, Fiqih Syafi‟i, (Jakarta: Sinar Grafika, 1986).

 

Ikit, dkk, Jual Beli Dalam Prespektif Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Gava Media).

 

Muhammad,Aspek Hukum Dalam Muamalat( Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007 ).

 

Mashur Malaka, Hukum Perikatan Islam (Kendari: LPSK Quantum,2011).

 

Suhrawardi K. Lubis, Hukum EkonomiIslam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000).

 

Shalah ash-Shawi dan Abdullah al-Mushlih, Fikih Ekonomi Islam (Jakarta: Darul Haq, 2013).

 

Dwi Suwikyo, Ayat-Ayat Ekonomi Islam, cet. 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).

 

Sayyid Sabbiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, terjemahan dari Nor Hasanuddin dengan judul asli Fiqhus Sunnah (Jakarta: Pena Pundi Aksara , 2006).

 

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2008).

 

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, cet. 5, (Jakarta: Prenamedia Group).

 

Al-Qadhi Abu Syuja’ Ahmad bin Al Husain AlAshfahmi, Fikih Sunnah Imam Syafi’I: panduan amaliah muslim sehari-hari, terjemah oleh Rizki Fauzan, dari judul asli Matnil Ghayah wat Taqrib, (Bekasi: PADIBandung, 2009), cet.1.

 

Dr. Nazîh Hammad, Mu’jam al-Mustalahât al-Mâliyyyah wa al-Iqtishâdiyyah fî lughat alFuqahâ’, (Damaskus: Dar al-Qalam, 2008).

 

Qardhawi, Yusuf, Fatwa- fatwa Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2005).

 

M. Tholib Alawi, Aspek Tadlis Pada Sistem Jual Beli:Analisis Pada Praktik Jual Beli Pulsa Listrik (Token) Prabayar . Jurnal Baabu Al-Ilmi, Vol.2 No.1 April 2017.

 

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: KENCANA, 2003), cet.2.

 

Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), h. 195

 

Syaikh, Al-‘Allamah dan Muhammad Nashiruddin Al- Albani. Ensiklopedi Shahih Hadis Qudsi. Cet I ( Surabaya: Duta Ilmu, 2008).



[1] Idris Ahmadi, Fiqih Syafi‟i, (Jakarta: Sinar Grafika, 1986), h. 5.

[2] Ikit, dkk, Jual Beli Dalam Prespektif Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Gava Media), h. 65

[3] Muhammad,Aspek Hukum Dalam Muamalat( Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007 ), h. 85.

[4] Mashur Malaka, Hukum Perikatan Islam (Kendari: LPSK Quantum,2011), h. 34

[5] Suhrawardi K. Lubis, Hukum EkonomiIslam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h.128

[6] Shalah ash-Shawi dan Abdullah al-Mushlih, Fikih Ekonomi Islam (Jakarta: Darul Haq, 2013), h. 89

[7] Dwi Suwikyo, Ayat-Ayat Ekonomi Islam, cet. 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 125

[8] Sayyid Sabbiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, terjemahan dari Nor Hasanuddin dengan judul asli Fiqhus Sunnah (Jakarta: Pena Pundi Aksara , 2006), h.120-121

[9] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h.67-9

[10] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, cet. 5, (Jakarta: Prenamedia Group), h. 101

[11] Al-Qadhi Abu Syuja’ Ahmad bin Al Husain AlAshfahmi, Fikih Sunnah Imam Syafi’I: panduan amaliah muslim sehari-hari, terjemah oleh Rizki Fauzan, dari judul asli Matnil Ghayah wat Taqrib, (Bekasi: PADIBandung, 2009), cet.1, h.250

[12] Dr. Nazîh Hammad, Mu’jam al-Mustalahât al-Mâliyyyah wa al-Iqtishâdiyyah fî lughat alFuqahâ’, (Damaskus: Dar al-Qalam, 2008), h. 122-123

[13] Qardhawi, Yusuf, Fatwa- fatwa Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2005). h.39

[14] M. Tholib Alawi, Aspek Tadlis Pada Sistem Jual Beli:Analisis Pada Praktik Jual Beli Pulsa Listrik (Token) Prabayar . Jurnal Baabu Al-Ilmi, Vol.2 No.1 April 2017, h. 133

[15] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: KENCANA, 2003), cet.2, h.201

[16] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), h. 195

[17] Syaikh, Al-‘Allamah dan Muhammad Nashiruddin Al- Albani. Ensiklopedi Shahih Hadis Qudsi. Cet I ( Surabaya: Duta Ilmu, 2008). h.82-83