Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Rabu, 05 Oktober 2022

KUANTITAS PENAFSIRAN NABI SAW

aldhy purwanto

KUANTITAS PENAFSIRAN NABI SAW

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kalam Allah swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang diturunkan secara mutawatir dalam bahasa Arab, dan telah menjadi Sunnatullah bahwa Allah mengutus setiap rasul dengan menggunakan bahasa kaum nya, yang demikian agar komunikasi diantara mereka berjalan dengan sempurna.

Al-Qur'an memberikan petunjuk dan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat dalam bentuk ajaran akidah, akhlak, ibadah, sejarah dan lain sebagainya. Untuk mengungkap hal tersebut, tidaklah cukup bila seseorang hanya dengan membacanya. Lebih dari itu, diperlukan kemampuan memahami dan mengungkap isi serta mengetahui prinsip-prinsip yang terkandung  didalamnya. Kemampuan seperti inilah yang disebut tafsir. Dikatakan tafsir karena untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam alQur’an. Dengan begitu, istilah menafsirkan berarti berupaya untuk menjelaskan maksud dan kandungan al-Qur’an.

Penafsiran terhadap al-Qur’an telah tumbuh dan berkembang sejak masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan adanya ayat-ayat tertentu yang maksud dan kandunganya tidak bisa dipahami sendiri oleh para sahabat, kecuali harus merujuk pada rasulullah saw.

Nabi SAW sebagai penerima wahyu risalah berupa al-Qur’an sudah menjadi kewajibanya untuk menyampaikan serta menjelaskan segala apa yang telah difirmankan oleh Allah di dalam al-Qur’an. Allah memberikan jaminan kepada Rasul-Nya bahwa dialah yang bertanggung jawab untuk melindungi Al-Qur'an  dan menjelaskan nya. Nabi memahami Al Qur'an dengan sempurna baik secara global dan terperinci, serta bertugas menerangkan nya kepada para sahabat.

Oleh karena itu, dalam tulisan ini nantinya akan diterangkan mengenai bagaimana peran nabi saw sebagai seorang “penafsir” al-Qur’an, juga bagaimana pendapat para ulama terhadap kuantitas penafsiran Nabi  dan apa keistimewaan dari penafsiran Nabi SAW, yang mana pada masa penafsiran Nabi  ini merupakan titik tolak lahirnya penafsiran al-Qur’an untuk masa selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran Nabi sebagai seorang penafsir Al Qur'an ?

2. Bagaimana Karakteristik dari penafsiran Nabi SAW

3. Bagaimana Kuantitas penafsiran Nabi SAW ?

C. Tujuan Penulisan

 Dari beberapa poin masalah yang telah dirumuskan diatas maka kita bisa menyimpulkan bahwa yang menjadi tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Agar Mahasiswa mengetahui peran Nabi sebagai seorang penafsir Al Qur'an

2. Agar Mahasiswa mengetahui Karakteristik dari penafsiran Nabi SAW

3. Agar Mahasiswa mengetahui Kuantitas penafsiran Nabi SAW

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Nabi sebagai Mufassir

Dalam berbagai literatur yang ada,  Tafsir sendiri diartikan secara sempit sebagai al-ibanah (menjelaskan), al-kasyf (menyingkapkan), dan al-izhar (menampakkan) makna atau pengertian yang tersembunyi dalam suatu teks (ayat), sedangkan  secara luas atau istilah dapat diartikan sebagai suatu hasil pemahaman manusia  terhadap al-Qur’an yang dilakukan dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu yang dipilih oleh seorang mufasir, yang dimaksudkan untuk memperjelas suatu makna teks ayat-ayat al-Qur’an, maka secara teoritis yang dimaksud dengan mufassir ialah seseorang yang mampu menjelaskan, menyingkap maupun menampakkan sebuah ayat dalam arti yang lain atau arti yang mirip dengan menggunakan perangkat-perangkat (keilmuan) yang dimilikinya.

Menurut Fahd bin ‘Abdullah al-Hazmi menjelaskan definisi mufassir secara lebih panjang, sebagai berikut:  “Mufasir adalah orang yang memiliki kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah ta’ala dalam al-Qur’an sesuai kemampuannya. Ia melatih dirinya terhadap manhaj para mufassir dengan mengetahui banyak pendapat mengenai tafsir Kitabullah. Selain itu, ia menerapkan tafsir tersebut baik dengan mengajarkannya atau menuliskannya (membuat karya kitab tafsir)”.

Dengan begitu, seseorang bisa disebut sebagai mufassir apabila telah memiliki kapabilitas keilmuan yang memadai yang bisa digunakan sebagai sarana untuk memudahkan dalam memahami serta menjelaskan maksud dari ayat atau surat dari Kitabullah, baik itu berupa penjelasan dalam bentuk pengajaran (lisan/tindakan) ataupun tulisan (karya).

Dalam menjelaskan kandungan Al-Qur’an, penafsiran beliau hanya dikemukakan dan di informasikan bila ada sahabat yang bertanya atau meminta penjelasan tentang maksud dari suatu ayat atau beberapa ayat tertentu. Dengan kondisi ini dapat diketahui bahwa penafsiran Rasulullah sebenarnya merupakan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan sahabat. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa tafsir ini merupakan upaya Rasulullah untuk menjelaskan ajaran-ajaran Agama yang diwahyukan kepadanya. Hal ini merupakan kenyataan yang dapat diterima karena Rasulullah yang menerima wahyu dari Allah maka beliau juga yang berkewajiban untuk menerangkannya kepada para sahabat yang menjadi pengikutnya. Isyarat seperti ini juga diperkuat dengan ayat-ayat yang menyatakan hal tersebut yaitu:

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ

Terjemah : "Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. "(QS. An-Nahl: 44).

Dalam ayat lain Allah juga menerangkan tugas Nabi shallallahu alaihi wasallam sehubungan dengan diturunkannya Alquran ini kepada beliau yaitu untuk memberikan penjelasan tentang segala hal yang mereka perselisihkan dan sebagai pedoman serta petunjuk dalam kehidupan informasi ini disebutkan dalam Alquran surah an-nahl ayat 64.

وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ اِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِى اخْتَلَفُوْا فِيْهِۙ وَهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ

Terjemah : “ Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Qur’an ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa  yang mereka perselisihkan itu dan menajdi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. ( QS An-Nahl : 64 )

Dari uraian ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah merupakan orang yang pertama kali diberi tugas untuk menjelaskan atau menafsirkan Alquran. Karena itu, dapat disepakati bahwa beliau adalah mufassir pertama dari kitabullah ini. Pernyataan seperti ini juga dipertegas oleh Subhi shalih dalam karyanya yang berjudul maba hits filum Alquran ia mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah orang pertama yang menjelaskan atau menafsirkan kitabullah.  Sedangkan Manna Al Qaththan tidak secara eksplisit menyebut bahwa nabi SAW adalah mufassir pertama dari Alquran tetapi dalam sebuah tulisannya, beliau mengungkapkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah Al mubayin Lil Quran ( penjelas dari Alquran).

Namun demikian ada pula yang berpendapat bahwa mufassir pertama bukan beliau melainkan Allah sendiri. Pendapat seperti inilah yang dikemukakan oleh Ahmad asy-syirbasyi dalam bukunya sejarah tafsir Alquran. sehubungan dengan pendapat ini ia menuliskan bahwa: beliau tidak menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mengikuti pikirannya sendiri tetapi menurut wahyu ilahi titik beliau menanyakan kepada Jibril dan malaikat Jibril pun tidak memberikan penafsiran menurut kemauannya sendiri tetapi menyampaikan apa yang diterimanya dari Allah subhanahu wa ta'ala titik karena itulah kami katakan bahwa Allah adalah pihak pertama yang menafsirkan atau menjelaskan makna Al-Qur’an al-karim, sebab Allah juga yang menurunkan Alquran.

Bila dianalisis kedua pendapat di atas adalah pendapat yang dapat diterima dan dinilai semuanya benar karena masing-masing memiliki alasan dan argument yang masuk akal. Pendapat yang mengatakan bahwa Allah yang menjadi mufassir dianggap benar karena Allah sendiri yang mewahyukan Al-Qur’an maka tidak aneh bila ia yang paling tahu maksud dan kandungannya titik selanjutnya, pengetahuan ini ditransfer kepada Rasulullah SAW melalui Jibril untuk dijelaskan kepada para sahabat sisi kebenaran pada pendapat ini terletak pada asal dan pengetahuan sesungguhnya dari Wahyu yang diturunkan.

Sedang pendapat kedua dinilai benar dari sisi bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang pertama menyampaikan penjelasan tentang Alquran itu kepada sesama manusia titik memang benar bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang pertama menyampaikan penjelasan tentang Al-Qur’an itu kepada sesama manusia titik memang benar bahwa Rasulullah SAW menerima keterangan tentang maksud ayat-ayat Al-Qur’an dari Allah, tetapi hal itu ternyata tidak disampaikan secara langsung kepada manusia atau para sahabat nabi. orang yang menyampaikannya adalah Rasulullah sendiri, sisi inilah yang melahirkan pendapat bahwa nabi SAW adalah mufassir Alquran yang pertama.

Namun saya sebagai penyusun lebih setuju kepada pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah adalah mufassir pertama karena hal ini sudah dijelaskan dalam surah diatas bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi untuk disampaikan kepada umat manusia dan dalam penyampaian dan penjelasannya itu dibawah bimbingan wahyu illahi yang terjamin keshahihannya. Selain itu juga menurut saya istilah mufassir tidak bisa di gunakan untuk sang khalik karena Mufassir berarti  orang  yang menafsirkan Al-Qur’an yang disifati dan ditujukan untuk seorang makhluk yaitu manusia.

 

B. Karakteristik Penafsiran Nabi SAW

Sumber penafsiran yang dipergunakan Rasulullah SAW ada dua macam yaitu sumber dari Allah dan dari dirinya. yang dimaksud dengan sumber dari Allah adalah penggunaan ayat Al-Qur’an sebagai sumber untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an yang lain. Cara inilah yang kemudian melahirkan tafsir Alquran dengan Alquran. Sedangkan yang dimaksud dengan sumber dari dirinya sendiri adalah bahwa dalam menjelaskan kandungan ayat Alquran Rasulullah SAW menggunakan bahasanya sendiri walaupun maknanya diyakini berasal dari Allah juga yang kemudian metode ini selanjutnya memunculkan tafsir Alquran dengan sunnah atau Hadis Rasulullah SAW. Masing-masing dari kedua jenis ini banyak ditemukan dalam hadis nabi.

Adapun karakteristik dari tafsir Rasulullah SAW adalah sebagai berikut :

1.      Tafsir Rasulullah SAW termasuk bagian dari hadis nabi. hal ini karena tafsir itu merupakan keterangan yang berasal dari beliau dan semua yang dikaitkan atau disandarkan kepadanya disebut sunnah atau hadis. Oleh karena itu dalam menganalisisnya mesti juga diberlakukan seperti hadis yang lain yaitu dengan memperhatikan kualitas sanad yang mencakup para rawi, ketersambungan dari sana tersebut, kuantitas mereka yang meriwayatkan tafsir ini dan juga kualitas matan atau isi dari tafsir tersebut. Semua aspek itu mesti dipertimbangkan sebagai syarat untuk diterimanya tafsir tersebut.

2.      Tafsir Rasulullah SAW sebagian besar merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para sahabat atau yang lain kepadanya. Biasanya pertanyaan itu menyangkut makna suatu kata yang terdapat dalam ayat atau hal-hal yang dinilai perlu penjelasannya dan bukan merupakan uraian untuk menjelaskan makna ayat tersebut secara utuh.

3.      Tafsir Rasulullah SAW cenderung hanya menjelaskan makna dari kosakata yang ditanyakan, dan bukan merupakan uraian mendalam tentang suatu masalah. Karenanya, tafsir ini disajikan dalam kalimat yang pendek-pendek sesuai dengan arti dari kata yang dimaksud.

4.      Penafsiran Rasulullah SAW bersifat global atau ijmali yang tidak cenderung menguraikan maksud kandungan suatu ayat secara rinci. Ciri seperti ini didasarkan pada uraiannya yang hanya menjelaskan makna kosakata dan bukan uraian ayat yang diungkapkan secara rinci.

5.      Tafsir Rasulullah SAW tidak mencakup seluruh ayat Alquran karena tafsir ini hanya dikemukakan dalam rangka menjawab pertanyaan sahabat mereka berbicara dalam bahasa Arab, pasti ereka dapat memahami makna  ayat-ayat Alquran yang diturunkan dalam bahasa mereka sehingga tidak semua ayat ditanyakan kepada Rasulullah SAW.

6.      Tafsir Rasulullah SAW tidak dibukukan sebagaimana kitab tafsir yang ditemukan sekarang sebab pada saat itu penulisan Alquran masih dilarang dan tafsir itu bukan Alquran. tafsir ini merupakan bagian dari hadits maka ia lebih banyak ditemukan dalam kitab-kitab hadis dan bukan kitab tafsir.

7.      Tafsir Rasulullah SAW memiliki tingkat kebenaran yang mutlak karena makna yang dikandung berasal dari Allah semua yang diungkapkan Rasulullah SAW pada dasarnya merupakan wahyu ilahi dan bukan dari hawa nafsu atau keinginannya sendiri. lebih-lebih bila hal itu dengan ajaran agama atau Alquran.  Allah subhanahu Wa ta'ala menguatkan informasi ini dengan wahyunya yang tercantum pada surat.

8.      Tafsir Rasulullah SAW tidak memunculkan perbedaan pendapat, karena berasal dari Rasul yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan titik para sahabat juga menerima penjelasan Rasulullah SAW yang selalu dianggap sebagai suatu kebenaran tanpa memunculkan pemikiran mereka.

9.      Tafsir Rasulullah SAW jarang ditujukan untuk  penetapan hukum, karena ketika itu semua hukum telah dapat dipahami dari kandungan ayat atau penjelasan Rasulullah sendiri. selain itu, pada masa tersebut belum muncul perbedaan-perbedaan hukum, semua sahabat melaksanakan ajaran dan hukum Islam atau yang lazim disebut syariat Islam sesuai yang diajarkan atau dicontohkan Nabi SAW.

Bedasarkan keterangan di atas, penulis berkesimpulan bahwa tafsir era nabi saw memiliki keistimewaan sebagai berikut:

1.      Dijamin kesahihannya karena selalu berada dalam bimbingan wahyu ilahi.

2.      Mufasirnya langsung dari nabi saw yang bersifat otoritatif, yang mana beliau adalah Rasul yang diberi wahyu berupa Al-Qur’an oleh Allah sang pemilik wahyu.

 

C. Kuantitas Penafsiran Nabi

Tugas untuk menafsirkan Alquran telah dilimpahkan Allah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. selanjutnya, di tangan beliaulah tanggung jawab penafsiran dari kitabullah ini sebagai penerima Wahyu sudah tentu beliau mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang sempurna terhadap semua ayat-ayat Alquran selain itu pemahamannya juga mencakup hal-hal yang bersifat global maupun yang terinci tak satupun dari ayat-ayat itu yang terlewat pemahamannya dan tidak diketahui beliau. Sehubungan dengan hal ini Allah mengisyaratkan dalam kitab suci yaitu dalam Quran surah Al Qiyamah ayat 17 sampai 19.

اِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهٗ وَقُرْاٰنَهٗ ۚ          فَاِذَا قَرَأْنٰهُ فَاتَّبِعْ قُرْاٰنَهٗ ۚ             ثُمَّ اِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهٗ ۗ

 Terjemah : "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya." (QS: Al-Qiyamah: 17-19).

Ibnu Khaldun mengungkapkan dalam karyanya yang populer yaitu muqaddimah, beliau mengungkapkan bahwa kemampuan manusia itu selalu berbeda-beda ada yang jenius dan ada juga yang sedang-sedang saja demikian pula halnya dengan para sahabat oleh karena itu kemampuan mereka dalam memahami ayat-ayat Alquran juga tidak sama ada sebagian yang mengetahui makna dan kandungan dari suatu ayat tetapi ada pula diantara mereka yang tidak memahaminya. Sebagian dari mereka mengerti benar mengapa ayat tertentu diwahyukan sedang yang lain banyak pula yang tidak mengetahuinya inilah yang diungkapkan mana Al Qaththan dalam bukunya mabahits fi Ulum Al Qur'an.

Dari paparan di atas dapat diketahui keadaan para sahabat dan pengetahuannya terhadap Alquran. Namun demikian pemahaman para pakar mengenai jumlah ayat yang beliau tafsirkan ternyata berbeda sehingga pendapat mereka tentang kuantitas penafsiran Rasulullah terbagi 3 yaitu :

  1. Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa Rasulullah SAW menafsirkan semua ayat Alquran. Pemikiran seperti ini didasarkan pada fakta bahwa tugas Rasulullah adalah menjelaskan kandungan Alquran seperti yang diinformasikan pada surah an-nahl ayat 44 yang telah dikutip pada uraian di atas. Setiap menerima wahyu, Rasulullah segera menyuruh salah seorang sahabat untuk menuliskannya kemudian beliau mengajarkan Wahyu yang diterima itu, sekaligus dengan penjelasan atau tafsirnya. Fakta inilah sebagian ulama berpendapat bahwa Rasulullah SAW menafsirkan semua ayat Al-Qur’an.
  2. Aisyah Ummul mukminin mengemukakan bahwa Rasulullah SAW hanya menafsirkan ayat-ayat Alquran dalam jumlah yang sedikit saja. Pemikiran ini dilandasi oleh kenyataan bahwa para sahabat adalah orang-orang yang berbicara dengan bahasa Arab dan mereka juga berbudaya dan hidup di tengah kebiasaan bangsa Arab oleh karena itu mereka sangat paham ketika Alquran diturunkan dalam bahasa Arab memang tidak semua sahabat dapat memahami semua isi Alquran tetapi dengan keadaan mereka seperti yang telah dijelaskan, tampaknya hanya sedikit saja dari ayat-ayat Alquran atau kata-kata yang terdapat dalam redaksinya yang tidak diketahui. Dengan demikian Rasulullah hanya perlu menjelaskan atau menafsirkan yang sedikit itu.
  3. Husein Adzahabi dalam karyanya at tafsir wal mufassirun mengemukakan bahwa Rasulullah SAW tidak menafsirkan semua ayat Alquran tetapi juga tidak hanya sedikit ayat yang dijelaskannya sesungguhnya Rasulullah SAW telah menafsirkan banyak ayat , walaupun tidak semuanya . Rasulullah SAW mempunyai tugas untuk menerangkan isi Alquran. Kemudian beliau melaksanakan amanah ini dengan menjelaskan kandungan ayat ketika para sahabat menanyakannya karena mereka berbicara dengan bahasa Arab, sudah pasti mereka juga dapat memahami ayat-ayat tersebut. Namun demikian, banyak diantara ayat-ayat itu yang mencakup kata atau redaksi yang samar, makna yang dikandungnya bernilai majazi atau berasal dari bahasa lain yang sudah menjadi kosakata Arab tetapi belum banyak diketahui. Pada sisi inilah Rasulullah SAW memberikan penjelasannya.

Diantara tiga pendapat ini, saya lebih cenderung pada pendapat Husein adzahabi. Hal ini karena keadaan para sahabat yang berbicara dengan bahasa Arab menjadi alasan kuat dari ditolaknya pendapat pertama. Dengan kemampuan mereka dalam memahami bahasa Arab tentu tidak semua ayat Al-Qur’an merupakan sesuatu yang mesti ditafsirkan untuk memahaminya. Namun kenyataan bahwa mereka tidak memiliki tingkat kecerdasan yang sama juga merupakan fakta dari tidak disepakatinya pendapat kedua.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak semua sahabat dapat memahami kandungan semua ayat Alquran. banyak diantara mereka yang tidak mengetahui maksud suatu kata sedang sahabat lain ada yang mengetahuinya sehingga sering juga mereka bertanya kepada sahabat lain yang mengetahui ketika mereka berada jauh dari Rasulullah SAW. Dengan demikian pendapat ketiga yaitu bahwa Rasulullah SAW menafsirkan ayat dalam jumlah yang banyak walau tidak semua merupakan pendapat yang paling tepat. pendapat ini juga didukung dari kenyataan banyaknya hadis yang meriwayatkan tafsir Rasulullah SAW hampir semua kitab Hadis mencantumkan tafsir Rasulullah SAW ini.

Demikian kajian tentang kuantitas penafsiran nabi yang sampai sekarang tetap dijadikan rujukan para peneliti tafsir. Pastinya penafsiran ini diyakini kebenarannya, sebab kandungan dari uraiannya berasal dari wahyu ilahi. Namun demikian seiring dengan kemajuan zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka tafsir Rasulullah mesti dipahami sebagai rujukan yang memungkinkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan sekarang. Kegiatan demikian merupakan sesuatu yang logis dan dapat diterima tanpa mengecilkan makna dari tafsir Rasulullah itu sendiri. Justru dengan pengembangan yang sesuai dengan keadaan saat ini makna dari tafsir ini akan semakin terasa dalam memayungi kreativitas intelektual.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

                                                                     PENUTUP

A. Kesimpulan

 Dalam menjelaskan kandungan Al-Qur’an, penafsiran Rasulullah hanya dikemukakan dan di informasikan bila ada sahabat yang bertanya atau meminta penjelasan tentang maksud dari suatu ayat atau beberapa ayat tertentu.

Terkait dengan Peran Nabi sebagai seorang Mufassir terdapat perbedaan pendapat yaitu apakah  Allah itu sendiri atau Rasulullah yang menjadi Mufassir pertama. Namun saya sebagai penyusun lebih setuju kepada pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah adalah mufassir pertama karena hal ini sudah dijelaskan dalam surah diatas bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi untuk disampaikan kepada umat manusia dan dalam penyampaian dan penjelasannya itu dibawah bimbingan wahyu illahi yang terjamin keshahihannya.

Penafsiran Rasulullah memiliki karakteristik tertentu yaitu penafsiran nabi merupakan bagian dari hadits yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para sahabat. Adapun penafsirannya Rasulullah SAW bersifat global atau ijmali yang tidak cenderung menguraikan maksud kandungan suatu ayat secara rinci, serta penafsiran nabi adalah suatu kebenaran karena dibawah tuntunan ilahi yang dijadikan rujukan hukum.

Jika dilihat dari keadaan para sahabat dan pengetahuannya terhadap Alquran yang berbeda-beda, menimbulkan perbedaan pemahaman para pakar atau ulama mengenai jumlah ayat yang mereka tafsirkan dan perbedaan jumlah ayat yang ditafsirkan  itulah yang menjadi patokan penilaian kuantitas penafsiran Rasulullah.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini, maka diharapkan dapat menjadi referensi dan juga menambah pengetahuan tentang kuantitas penafsiran Nabi, agar tidak ada keraguan dalam mengimani Al-Qur,an sebagai risalah yang dibawa Rasulullah yang menajdi petunjuk dalam menjalani kehidupan. Dengan melihat apa yang menjadi kekurangan dalam makalah ini, penulis berharap adanya kritik dansaran yang membangun agar bisa dijadikan tolak peruabahan kedepannya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 Hariyanto Ahmad, Tafsir Era Nabi Muhammad Saw, Yogyakarta,: Jurnal At-Tibyan Vol. I

No.1 Januari–Juni 2016.

Anwar Hamdani, Mengenal Tafsir Rasulullah, Jakarta.

Al-Qathan Manna, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’an, Beirut,: Mansyurat Al- Ashr Al-Hadits,1973.

Adzahabi Muhammad Husein, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, Jilid 1, Beirut,: Dar Al-Fikr

Asyirbasyi Ahmad, Sejarah Tafsir, Terjemah Pustaka Firdaus, Jakarta,: 1985.

Shalih Subhi, Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an, Beirut,: Dar Al-Kutub Lil Malayin, 1977