KUANTITAS
PENAFSIRAN NABI SAW
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an
merupakan kalam Allah swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril yang diturunkan secara mutawatir dalam bahasa Arab, dan telah
menjadi Sunnatullah bahwa Allah mengutus setiap rasul dengan menggunakan bahasa
kaum nya, yang demikian agar komunikasi diantara mereka berjalan dengan sempurna.
Al-Qur'an
memberikan petunjuk dan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia
dan akhirat dalam bentuk ajaran akidah, akhlak, ibadah, sejarah dan lain
sebagainya. Untuk mengungkap hal tersebut, tidaklah cukup bila seseorang hanya
dengan membacanya. Lebih dari itu, diperlukan kemampuan memahami dan mengungkap
isi serta mengetahui prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya. Kemampuan seperti inilah yang
disebut tafsir. Dikatakan tafsir karena untuk membuka gudang simpanan yang
tertimbun dalam alQur’an. Dengan begitu, istilah menafsirkan berarti berupaya
untuk menjelaskan maksud dan kandungan al-Qur’an.
Penafsiran
terhadap al-Qur’an telah tumbuh dan berkembang sejak masa awal pertumbuhan dan
perkembangan Islam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan adanya ayat-ayat tertentu
yang maksud dan kandunganya tidak bisa dipahami sendiri oleh para sahabat,
kecuali harus merujuk pada rasulullah saw.
Nabi
SAW sebagai penerima wahyu risalah berupa al-Qur’an sudah menjadi kewajibanya
untuk menyampaikan serta menjelaskan segala apa yang telah difirmankan oleh
Allah di dalam al-Qur’an. Allah memberikan jaminan kepada Rasul-Nya bahwa
dialah yang bertanggung jawab untuk melindungi Al-Qur'an dan menjelaskan nya. Nabi memahami Al Qur'an
dengan sempurna baik secara global dan terperinci, serta bertugas menerangkan
nya kepada para sahabat.
Oleh
karena itu, dalam tulisan ini nantinya akan diterangkan mengenai bagaimana
peran nabi saw sebagai seorang “penafsir” al-Qur’an, juga bagaimana pendapat
para ulama terhadap kuantitas penafsiran Nabi
dan apa keistimewaan dari penafsiran Nabi SAW, yang mana pada masa
penafsiran Nabi ini merupakan titik
tolak lahirnya penafsiran al-Qur’an untuk masa selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana peran Nabi sebagai seorang penafsir Al Qur'an ?
2.
Bagaimana Karakteristik dari penafsiran Nabi SAW
3.
Bagaimana Kuantitas penafsiran Nabi SAW ?
C.
Tujuan Penulisan
Dari beberapa poin masalah yang telah
dirumuskan diatas maka kita bisa menyimpulkan bahwa yang menjadi tujuan
penulisan makalah ini yaitu:
1.
Agar Mahasiswa mengetahui peran Nabi sebagai seorang penafsir Al Qur'an
2.
Agar Mahasiswa mengetahui Karakteristik dari penafsiran Nabi SAW
3.
Agar Mahasiswa mengetahui Kuantitas penafsiran Nabi SAW
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Nabi sebagai Mufassir
Dalam
berbagai literatur yang ada, Tafsir
sendiri diartikan secara sempit sebagai al-ibanah (menjelaskan), al-kasyf
(menyingkapkan), dan al-izhar (menampakkan) makna atau pengertian yang
tersembunyi dalam suatu teks (ayat), sedangkan
secara luas atau istilah dapat diartikan sebagai suatu hasil pemahaman
manusia terhadap al-Qur’an yang
dilakukan dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu yang dipilih oleh
seorang mufasir, yang dimaksudkan untuk memperjelas suatu makna teks ayat-ayat
al-Qur’an, maka secara teoritis yang dimaksud dengan mufassir ialah seseorang
yang mampu menjelaskan, menyingkap maupun menampakkan sebuah ayat dalam arti
yang lain atau arti yang mirip dengan menggunakan perangkat-perangkat
(keilmuan) yang dimilikinya.
Menurut
Fahd bin ‘Abdullah al-Hazmi menjelaskan definisi mufassir secara lebih panjang,
sebagai berikut: “Mufasir adalah orang yang memiliki
kapabilitas sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah ta’ala dalam
al-Qur’an sesuai kemampuannya. Ia melatih dirinya terhadap manhaj para mufassir
dengan mengetahui banyak pendapat mengenai tafsir Kitabullah. Selain itu, ia menerapkan
tafsir tersebut baik dengan mengajarkannya atau menuliskannya (membuat karya
kitab tafsir)”.
Dengan
begitu, seseorang bisa disebut sebagai mufassir apabila telah memiliki
kapabilitas keilmuan yang memadai yang bisa digunakan sebagai sarana untuk memudahkan
dalam memahami serta menjelaskan maksud dari ayat atau surat dari Kitabullah,
baik itu berupa penjelasan dalam bentuk pengajaran (lisan/tindakan) ataupun
tulisan (karya).
Dalam
menjelaskan kandungan Al-Qur’an, penafsiran beliau hanya dikemukakan dan di
informasikan bila ada sahabat yang bertanya atau meminta penjelasan tentang
maksud dari suatu ayat atau beberapa ayat tertentu. Dengan kondisi ini dapat
diketahui bahwa penafsiran Rasulullah sebenarnya merupakan jawaban-jawaban dari
pertanyaan yang diajukan sahabat. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa
tafsir ini merupakan upaya Rasulullah untuk menjelaskan ajaran-ajaran Agama
yang diwahyukan kepadanya. Hal ini merupakan kenyataan yang dapat diterima
karena Rasulullah yang menerima wahyu dari Allah maka beliau juga yang
berkewajiban untuk menerangkannya kepada para sahabat yang menjadi pengikutnya.
Isyarat seperti ini juga diperkuat dengan ayat-ayat yang menyatakan hal
tersebut yaitu:
وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ
لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Terjemah : "Dan
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. "(QS.
An-Nahl: 44).
Dalam
ayat lain Allah juga menerangkan tugas Nabi shallallahu alaihi wasallam
sehubungan dengan diturunkannya Alquran ini kepada beliau yaitu untuk
memberikan penjelasan tentang segala hal yang mereka perselisihkan dan sebagai
pedoman serta petunjuk dalam kehidupan informasi ini disebutkan dalam Alquran
surah an-nahl ayat 64.
وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ اِلَّا
لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِى اخْتَلَفُوْا فِيْهِۙ وَهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ
يُّؤْمِنُوْنَ
Terjemah
: “ Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Qur’an ini, melainkan agar kamu
dapat menjelaskan kepada mereka apa yang
mereka perselisihkan itu dan menajdi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman”. ( QS An-Nahl : 64 )
Dari
uraian ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah merupakan orang yang
pertama kali diberi tugas untuk menjelaskan atau menafsirkan Alquran. Karena
itu, dapat disepakati bahwa beliau adalah mufassir pertama dari kitabullah ini.
Pernyataan seperti ini juga dipertegas oleh Subhi shalih dalam karyanya yang
berjudul maba hits filum Alquran ia mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wasallam adalah orang pertama yang menjelaskan atau menafsirkan
kitabullah. Sedangkan Manna Al Qaththan
tidak secara eksplisit menyebut bahwa nabi SAW adalah mufassir pertama dari
Alquran tetapi dalam sebuah tulisannya, beliau mengungkapkan bahwa Nabi
shallallahu alaihi wasallam adalah Al mubayin Lil Quran ( penjelas dari
Alquran).
Namun
demikian ada pula yang berpendapat bahwa mufassir pertama bukan beliau
melainkan Allah sendiri. Pendapat seperti inilah yang dikemukakan oleh Ahmad
asy-syirbasyi dalam bukunya sejarah tafsir Alquran. sehubungan dengan pendapat
ini ia menuliskan bahwa: beliau tidak menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan
mengikuti pikirannya sendiri tetapi menurut wahyu ilahi titik beliau menanyakan
kepada Jibril dan malaikat Jibril pun tidak memberikan penafsiran menurut
kemauannya sendiri tetapi menyampaikan apa yang diterimanya dari Allah
subhanahu wa ta'ala titik karena itulah kami katakan bahwa Allah adalah pihak
pertama yang menafsirkan atau menjelaskan makna Al-Qur’an al-karim, sebab Allah
juga yang menurunkan Alquran.
Bila
dianalisis kedua pendapat di atas adalah pendapat yang dapat diterima dan
dinilai semuanya benar karena masing-masing memiliki alasan dan argument yang
masuk akal. Pendapat yang mengatakan bahwa Allah yang menjadi mufassir dianggap
benar karena Allah sendiri yang mewahyukan Al-Qur’an maka tidak aneh bila ia
yang paling tahu maksud dan kandungannya titik selanjutnya, pengetahuan ini
ditransfer kepada Rasulullah SAW melalui Jibril untuk dijelaskan kepada para
sahabat sisi kebenaran pada pendapat ini terletak pada asal dan pengetahuan
sesungguhnya dari Wahyu yang diturunkan.
Sedang
pendapat kedua dinilai benar dari sisi bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang
pertama menyampaikan penjelasan tentang Alquran itu kepada sesama manusia titik
memang benar bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang pertama menyampaikan
penjelasan tentang Al-Qur’an itu kepada sesama manusia titik memang benar bahwa
Rasulullah SAW menerima keterangan tentang maksud ayat-ayat Al-Qur’an dari
Allah, tetapi hal itu ternyata tidak disampaikan secara langsung kepada manusia
atau para sahabat nabi. orang yang menyampaikannya adalah Rasulullah sendiri, sisi
inilah yang melahirkan pendapat bahwa nabi SAW adalah mufassir Alquran yang
pertama.
Namun
saya sebagai penyusun lebih setuju kepada pendapat yang mengatakan bahwa
Rasulullah adalah mufassir pertama karena hal ini sudah dijelaskan dalam surah
diatas bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi untuk disampaikan kepada
umat manusia dan dalam penyampaian dan penjelasannya itu dibawah bimbingan
wahyu illahi yang terjamin keshahihannya. Selain itu juga menurut saya istilah
mufassir tidak bisa di gunakan untuk sang khalik karena Mufassir berarti orang yang
menafsirkan Al-Qur’an yang disifati dan ditujukan untuk seorang makhluk yaitu
manusia.
B.
Karakteristik Penafsiran Nabi SAW
Sumber
penafsiran yang dipergunakan Rasulullah SAW ada dua macam yaitu sumber dari
Allah dan dari dirinya. yang dimaksud dengan sumber dari Allah adalah
penggunaan ayat Al-Qur’an sebagai sumber untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an yang
lain. Cara inilah yang kemudian melahirkan tafsir Alquran dengan Alquran.
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber dari dirinya sendiri adalah bahwa dalam
menjelaskan kandungan ayat Alquran Rasulullah SAW menggunakan bahasanya sendiri
walaupun maknanya diyakini berasal dari Allah juga yang kemudian metode ini
selanjutnya memunculkan tafsir Alquran dengan sunnah atau Hadis Rasulullah SAW.
Masing-masing dari kedua jenis ini banyak ditemukan dalam hadis nabi.
Adapun
karakteristik dari tafsir Rasulullah SAW adalah sebagai berikut :
1.
Tafsir
Rasulullah SAW termasuk bagian dari hadis nabi. hal ini karena tafsir itu merupakan
keterangan yang berasal dari beliau dan semua yang dikaitkan atau disandarkan
kepadanya disebut sunnah atau hadis. Oleh karena itu dalam menganalisisnya
mesti juga diberlakukan seperti hadis yang lain yaitu dengan memperhatikan
kualitas sanad yang mencakup para rawi, ketersambungan dari sana tersebut,
kuantitas mereka yang meriwayatkan tafsir ini dan juga kualitas matan atau isi
dari tafsir tersebut. Semua aspek itu mesti dipertimbangkan sebagai syarat
untuk diterimanya tafsir tersebut.
2.
Tafsir
Rasulullah SAW sebagian besar merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan para sahabat atau yang lain kepadanya. Biasanya pertanyaan itu
menyangkut makna suatu kata yang terdapat dalam ayat atau hal-hal yang dinilai
perlu penjelasannya dan bukan merupakan uraian untuk menjelaskan makna ayat
tersebut secara utuh.
3.
Tafsir
Rasulullah SAW cenderung hanya menjelaskan makna dari kosakata yang ditanyakan,
dan bukan merupakan uraian mendalam tentang suatu masalah. Karenanya, tafsir
ini disajikan dalam kalimat yang pendek-pendek sesuai dengan arti dari kata
yang dimaksud.
4. Penafsiran Rasulullah SAW bersifat
global atau ijmali yang tidak cenderung menguraikan maksud kandungan suatu ayat
secara rinci. Ciri seperti ini didasarkan pada uraiannya yang hanya menjelaskan
makna kosakata dan bukan uraian ayat yang diungkapkan secara rinci.
5. Tafsir Rasulullah SAW tidak mencakup
seluruh ayat Alquran karena tafsir ini hanya dikemukakan dalam rangka menjawab
pertanyaan sahabat mereka berbicara dalam bahasa Arab, pasti ereka dapat
memahami makna ayat-ayat Alquran yang
diturunkan dalam bahasa mereka sehingga tidak semua ayat ditanyakan kepada
Rasulullah SAW.
6. Tafsir Rasulullah SAW tidak dibukukan
sebagaimana kitab tafsir yang ditemukan sekarang sebab pada saat itu penulisan
Alquran masih dilarang dan tafsir itu bukan Alquran. tafsir ini merupakan
bagian dari hadits maka ia lebih banyak ditemukan dalam kitab-kitab hadis dan
bukan kitab tafsir.
7. Tafsir Rasulullah SAW memiliki tingkat
kebenaran yang mutlak karena makna yang dikandung berasal dari Allah semua yang
diungkapkan Rasulullah SAW pada dasarnya merupakan wahyu ilahi dan bukan dari
hawa nafsu atau keinginannya sendiri. lebih-lebih bila hal itu dengan ajaran
agama atau Alquran. Allah subhanahu Wa
ta'ala menguatkan informasi ini dengan wahyunya yang tercantum pada surat.
8. Tafsir Rasulullah SAW tidak memunculkan
perbedaan pendapat, karena berasal dari Rasul yang ditujukan untuk menjawab
pertanyaan titik para sahabat juga menerima penjelasan Rasulullah SAW yang
selalu dianggap sebagai suatu kebenaran tanpa memunculkan pemikiran mereka.
9. Tafsir Rasulullah SAW jarang ditujukan
untuk penetapan hukum, karena ketika itu
semua hukum telah dapat dipahami dari kandungan ayat atau penjelasan Rasulullah
sendiri. selain itu, pada masa tersebut belum muncul perbedaan-perbedaan hukum,
semua sahabat melaksanakan ajaran dan hukum Islam atau yang lazim disebut
syariat Islam sesuai yang diajarkan atau dicontohkan Nabi SAW.
Bedasarkan
keterangan di atas, penulis berkesimpulan bahwa tafsir era nabi saw memiliki
keistimewaan sebagai berikut:
1. Dijamin kesahihannya karena selalu
berada dalam bimbingan wahyu ilahi.
2. Mufasirnya langsung dari nabi saw yang
bersifat otoritatif, yang mana beliau adalah Rasul yang diberi wahyu berupa
Al-Qur’an oleh Allah sang pemilik wahyu.
C.
Kuantitas Penafsiran Nabi
Tugas
untuk menafsirkan Alquran telah dilimpahkan Allah kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam. selanjutnya, di tangan beliaulah tanggung jawab penafsiran
dari kitabullah ini sebagai penerima Wahyu sudah tentu beliau mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang sempurna terhadap semua ayat-ayat Alquran selain
itu pemahamannya juga mencakup hal-hal yang bersifat global maupun yang terinci
tak satupun dari ayat-ayat itu yang terlewat pemahamannya dan tidak diketahui
beliau. Sehubungan dengan hal ini Allah mengisyaratkan dalam kitab suci yaitu
dalam Quran surah Al Qiyamah ayat 17 sampai 19.
اِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهٗ وَقُرْاٰنَهٗ ۚ فَاِذَا قَرَأْنٰهُ فَاتَّبِعْ
قُرْاٰنَهٗ ۚ ثُمَّ اِنَّ عَلَيْنَا
بَيَانَهٗ ۗ
Terjemah : "Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian,
sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya." (QS:
Al-Qiyamah: 17-19).
Ibnu
Khaldun mengungkapkan dalam karyanya yang populer yaitu muqaddimah, beliau
mengungkapkan bahwa kemampuan manusia itu selalu berbeda-beda ada yang jenius
dan ada juga yang sedang-sedang saja demikian pula halnya dengan para sahabat
oleh karena itu kemampuan mereka dalam memahami ayat-ayat Alquran juga tidak
sama ada sebagian yang mengetahui makna dan kandungan dari suatu ayat tetapi
ada pula diantara mereka yang tidak memahaminya. Sebagian dari mereka mengerti
benar mengapa ayat tertentu diwahyukan sedang yang lain banyak pula yang tidak
mengetahuinya inilah yang diungkapkan mana Al Qaththan dalam bukunya mabahits
fi Ulum Al Qur'an.
Dari
paparan di atas dapat diketahui keadaan para sahabat dan pengetahuannya
terhadap Alquran. Namun demikian pemahaman para pakar mengenai jumlah ayat yang
beliau tafsirkan ternyata berbeda sehingga pendapat mereka tentang kuantitas
penafsiran Rasulullah terbagi 3 yaitu :
- Ibnu
Taimiyah menegaskan bahwa Rasulullah SAW menafsirkan semua ayat Alquran.
Pemikiran seperti ini didasarkan pada fakta bahwa tugas Rasulullah adalah
menjelaskan kandungan Alquran seperti yang diinformasikan pada surah
an-nahl ayat 44 yang telah dikutip pada uraian di atas. Setiap menerima
wahyu, Rasulullah segera menyuruh salah seorang sahabat untuk
menuliskannya kemudian beliau mengajarkan Wahyu yang diterima itu,
sekaligus dengan penjelasan atau tafsirnya. Fakta inilah sebagian ulama
berpendapat bahwa Rasulullah SAW menafsirkan semua ayat Al-Qur’an.
- Aisyah
Ummul mukminin mengemukakan bahwa Rasulullah SAW hanya menafsirkan
ayat-ayat Alquran dalam jumlah yang sedikit saja. Pemikiran ini dilandasi
oleh kenyataan bahwa para sahabat adalah orang-orang yang berbicara dengan
bahasa Arab dan mereka juga berbudaya dan hidup di tengah kebiasaan bangsa
Arab oleh karena itu mereka sangat paham ketika Alquran diturunkan dalam
bahasa Arab memang tidak semua sahabat dapat memahami semua isi Alquran
tetapi dengan keadaan mereka seperti yang telah dijelaskan, tampaknya
hanya sedikit saja dari ayat-ayat Alquran atau kata-kata yang terdapat
dalam redaksinya yang tidak diketahui. Dengan demikian Rasulullah hanya perlu
menjelaskan atau menafsirkan yang sedikit itu.
- Husein
Adzahabi dalam karyanya at tafsir wal mufassirun mengemukakan bahwa
Rasulullah SAW tidak menafsirkan semua ayat Alquran tetapi juga tidak
hanya sedikit ayat yang dijelaskannya sesungguhnya Rasulullah SAW telah
menafsirkan banyak ayat , walaupun tidak semuanya . Rasulullah SAW
mempunyai tugas untuk menerangkan isi Alquran. Kemudian beliau
melaksanakan amanah ini dengan menjelaskan kandungan ayat ketika para
sahabat menanyakannya karena mereka berbicara dengan bahasa Arab, sudah
pasti mereka juga dapat memahami ayat-ayat tersebut. Namun demikian,
banyak diantara ayat-ayat itu yang mencakup kata atau redaksi yang samar,
makna yang dikandungnya bernilai majazi atau berasal dari bahasa lain yang
sudah menjadi kosakata Arab tetapi belum banyak diketahui. Pada sisi
inilah Rasulullah SAW memberikan penjelasannya.
Diantara
tiga pendapat ini, saya lebih cenderung pada pendapat Husein adzahabi. Hal ini
karena keadaan para sahabat yang berbicara dengan bahasa Arab menjadi alasan
kuat dari ditolaknya pendapat pertama. Dengan kemampuan mereka dalam memahami
bahasa Arab tentu tidak semua ayat Al-Qur’an merupakan sesuatu yang mesti
ditafsirkan untuk memahaminya. Namun kenyataan bahwa mereka tidak memiliki
tingkat kecerdasan yang sama juga merupakan fakta dari tidak disepakatinya
pendapat kedua.
Kenyataan
ini menunjukkan bahwa tidak semua sahabat dapat memahami kandungan semua ayat
Alquran. banyak diantara mereka yang tidak mengetahui maksud suatu kata sedang
sahabat lain ada yang mengetahuinya sehingga sering juga mereka bertanya kepada
sahabat lain yang mengetahui ketika mereka berada jauh dari Rasulullah SAW.
Dengan demikian pendapat ketiga yaitu bahwa Rasulullah SAW menafsirkan ayat
dalam jumlah yang banyak walau tidak semua merupakan pendapat yang paling
tepat. pendapat ini juga didukung dari kenyataan banyaknya hadis yang
meriwayatkan tafsir Rasulullah SAW hampir semua kitab Hadis mencantumkan tafsir
Rasulullah SAW ini.
Demikian
kajian tentang kuantitas penafsiran nabi yang sampai sekarang tetap dijadikan
rujukan para peneliti tafsir. Pastinya penafsiran ini diyakini kebenarannya,
sebab kandungan dari uraiannya berasal dari wahyu ilahi. Namun demikian seiring
dengan kemajuan zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka tafsir
Rasulullah mesti dipahami sebagai rujukan yang memungkinkan untuk dikembangkan
dan disesuaikan dengan keadaan sekarang. Kegiatan demikian merupakan sesuatu
yang logis dan dapat diterima tanpa mengecilkan makna dari tafsir Rasulullah itu
sendiri. Justru dengan pengembangan yang sesuai dengan keadaan saat ini makna
dari tafsir ini akan semakin terasa dalam memayungi kreativitas intelektual.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam menjelaskan kandungan Al-Qur’an,
penafsiran Rasulullah hanya dikemukakan dan di informasikan bila ada sahabat
yang bertanya atau meminta penjelasan tentang maksud dari suatu ayat atau
beberapa ayat tertentu.
Terkait
dengan Peran Nabi sebagai seorang Mufassir terdapat perbedaan pendapat yaitu
apakah Allah itu sendiri atau Rasulullah
yang menjadi Mufassir pertama. Namun saya sebagai penyusun lebih setuju kepada
pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah adalah mufassir pertama karena hal
ini sudah dijelaskan dalam surah diatas bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an kepada
Nabi untuk disampaikan kepada umat manusia dan dalam penyampaian dan
penjelasannya itu dibawah bimbingan wahyu illahi yang terjamin keshahihannya.
Penafsiran
Rasulullah memiliki karakteristik tertentu yaitu penafsiran nabi merupakan
bagian dari hadits yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan para sahabat. Adapun penafsirannya Rasulullah SAW bersifat global atau
ijmali yang tidak cenderung menguraikan maksud kandungan suatu ayat secara
rinci, serta penafsiran nabi adalah suatu kebenaran karena dibawah tuntunan
ilahi yang dijadikan rujukan hukum.
Jika
dilihat dari keadaan para sahabat dan pengetahuannya terhadap Alquran yang
berbeda-beda, menimbulkan perbedaan pemahaman para pakar atau ulama mengenai
jumlah ayat yang mereka tafsirkan dan perbedaan jumlah ayat yang
ditafsirkan itulah yang menjadi patokan
penilaian kuantitas penafsiran Rasulullah.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini, maka diharapkan dapat menjadi referensi dan juga menambah
pengetahuan tentang kuantitas penafsiran Nabi, agar tidak ada keraguan dalam
mengimani Al-Qur,an sebagai risalah yang dibawa Rasulullah yang menajdi
petunjuk dalam menjalani kehidupan. Dengan melihat apa yang menjadi kekurangan
dalam makalah ini, penulis berharap adanya kritik dansaran yang membangun agar
bisa dijadikan tolak peruabahan kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hariyanto
Ahmad, Tafsir
Era Nabi Muhammad Saw, Yogyakarta,: Jurnal
At-Tibyan Vol. I
No.1
Januari–Juni 2016.
Anwar Hamdani, Mengenal Tafsir
Rasulullah, Jakarta.
Al-Qathan Manna, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’an,
Beirut,: Mansyurat Al- Ashr Al-Hadits,1973.
Adzahabi Muhammad Husein, At-Tafsir wa
Al-Mufassirun, Jilid 1, Beirut,: Dar Al-Fikr
Asyirbasyi Ahmad, Sejarah Tafsir,
Terjemah Pustaka Firdaus, Jakarta,: 1985.
Shalih Subhi, Mabahits Fi Ulum
Al-Qur’an, Beirut,: Dar Al-Kutub Lil Malayin, 1977
Tidak ada komentar:
Posting Komentar