Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Selasa, 04 Oktober 2022

PERKEMBAGAN PEMIKIRAN MODERN ISLAM

aldhy purwanto

PERKEMBAGAN PEMIKIRAN MODERN ISLAM

(PMDI)

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Islam adalah agama yang terbuka untuk dipahami dengan berbagai macam Pemahaman. Watak dasar terbuka ini menjauhi praktek-praktek penyeragaman Pemikiran karena hal tersebut tidak sesuai dengan fitrah kemanusiaan yang sangat Sarat dengan perbedaan. Watak dasar terbuka ini pada dasarnya akan melahirkan Kepribadian muslim yang kosmopolit, yakni kepribadian yang mampu Mengembangkan semangat toleransi yang tinggi terhadap perbedaan. Sebagai bukti Dari watak terbuka Islam, tercatat dalam sejarah beberapa aliran pemikiran dalam Kajian fiqih, teologi dan filsafat Islam. Watak Islam yang menerima penafsiran-Penafsiran tersebut telah berfungsi sebagai basis dari fleksibelitas Islam sekaligus Menjadi petunjuk bagi pentingnya pluralisme dalam tradisi Islam.1 Tuntunan untuk dilakukannya pembaharuan muncul dalam sejarah Islam Melalui dua kategori : pembaharuan Islam masa pramodern, yaitu gerakan yang Secara umum peran pembaharu sebagai person lebih menonjol dibandingkan dengan Keharusan adanya penyokong atau pendukung secara organisatoris terhadap gerakan Pembaharuan. Sedangka pembaharuan pramodern, peran pembaharu sebagai person Melebur dalam wadah gerakan yang terorganisasi secara rapi, meskipun ia tetapmenentukan keberadaan gerakan yang dimaksud, karena itu tidak jarang pembaharuan modern berkolaborasi dengan penguasa. Penguasa dianggap penting karena pembaharu menyadari bahwa gerakannya tidak bisa dengan cepat menuai keberhasilan jika tidak didukung kekuasaan.Pembaharuan dalam Islam dilatarbelakangi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain dalam bentuk terjadinya stagnasi pemikiran di kalangan masyarakat muslim yang menginginkan perubahan, sedangkan secara eksternal pembaharuan dalam Islam terjadi karena pergeseran dari fase pramodern ke fase modern. Pada fase modern, latarbelakang munculnya gerakan pembaharuan dapat dikategorikan ke dalam dua masa, yaitu pada abad ke-19 dan abad ke-20. Pada abad ke-19, kemunculan gerakan pembaharuan yang dimaksud adalah sebagai respon terhadap kolonialisme Barat atas dunia Islam, seperti yang terjadi di Maroko, Mesir, dan Indonesia. Respon tersebut berupa kesadaran akan kondisi umat Islam yang mengalami kemandetan kultural dan keterbelakangan. Sedangkan pada abad ke-20, pembaharuan terjadi sebagai evaluasi masyarakat Muslim terhadap realitas bahwa barat dan segala peradabannya telah menghegemoni pikiran dan tindakan masyarakat Muslim.

 

B.   Rumusan Masalah

1.      Sejarah berkembangnya PMDI

2.      Istilah umum yang berhubugan degan PMDI ,(purifikasi,westernisasi,modernisasi,tradisionalisasi)

3.      Hubugan antara pemikiran islam , klasik ,Pertengahan, dan modern

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  MAKNA PEMBAHARUAN

              Kata “Pembaharuan" merupakan terjemahan dari kata “modern" dalam bahasaInggris dan/ atau “Tajdid” dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Indonesia juga telah lazim digunakan kata modern, modernisasi, modernisme, dan modernitas. Diantaranya: Aliran modern dalam Islam dan Perkembangan modern dalam Islam (Harun Nasution), Islam komodernan dan ke-Indonesiaan (Nurcholis Madjid), Alampikiran Islam modern (HA. Mukti Ali), Islam dan modernisme (Maryam Jamilah), gerakan Islam modern di Indonesia (Deliar Noor) Islam dan tantangan modernitas (Taufik Adnan Amal) dan sebagainya. Modernisme dalam tatanan masyarakat Barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah faham, adat-stiadat, institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemanjuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran dan aliran baru tersebut segera mamasuki lapangan agama. Modernisme dalam kehidupan keagamaan di Barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran yang terdapat dalam ajaran agama Katholik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat modern. Aliran ini akhirnya menimbulkan sekularisme di kalangan masyarakat Barat.

              Modernisme dalam pandangan Margaret Marcus setelah masuk Islam berganti nama menjadi Maryam Jamilah- (1982: 39) merupakan “pemberontakan radikal” terhadap nilai-nilai yang dianggap sudah mapan, terutama menyangkut agama dan nilai-nilai spiritual. Menurutnya, saat ini modernisme seolah-olah sudah menjadi semacam kepercayaan universal. Semua orang yang menganut faham ini, akan dipuji sebagai bangsa yang maju dan terbaharukan. Sebaliknya, orang yang mengabaikannya bahkan anti terhadapnya, akan dipandang sebagai yang tradisional, bahkan konservatif, statis, dan kuno.

              Dalam pandangan Maryam Jamilah, modernisme muncul dalam bentuk serta tingkat yang berbeda-beda, seperti Sekularisme, Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Pragmatisme, Kamalisme, Nasionalisme, dan sebagainya. Hampir semua ideologi kaum modernis yakin bahwa, kemajuan di bidang ilmupengetahuan dan teknologi akhirnya bisa memberikan kepada manusia semua kekuatan Tuhan. Bentuk pengaguman manusia tersebut kemudian menimbulkan nasionalisme yang pada gilirannya menjadi kekuatan untuk menjadikan komunitas dan bangsanya bergerak ke arah kemajuan dan terbaharukan.

              Ideologi kaum modernis, tanpa kecuali berusaha untuk menolak nilai-nilai[1] transcendental. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu yang mutlak tentang sebuah kebenaran hasil berfikir manusia. Semuanya secara obyektif harus difahami sebagai sesuatu yang relatif. Mereka amenganggap bahwa nilai-nilai moral serta kebenaran merupakan sesuatu yang relative dan validitasnya terbatas pada ruang, waktu, dan kondisi. Bahkan kaum modernis memandang bahwa masyarakatyang selalu didasarkan pada wahyu Tuhan adalah statis. Mereka sebaiknya senantiasa berfikir, menggunakan daya nalarnya untuk memperoleh penalaran baru serta nilai-nilai baru bagi kehidupan ummat manusia. Nilai yang paling baik menurut modernisme adalah nilai yang selalu "up to-date".

              Pembaruan (at-tajdid, modernisme) dalam Islam mempunyai arti pemikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. (Harun Nasution, 1996: 1). Melalui upaya ini, maka para pemikir dan pembaru pemikiran Islam modern mengharapkan agar ummat islam terlepas dari suasana stagnan, statis, serta kemunduran dan berubah ke arah kemajuan dan kehidupan yang terbaharukan.

              Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sejakawal abad kesembilan-belas. Dalam sejarah Islam, periode ini dipandang sebagai permulaan Periode Modern. Terjadinya kontak dan persentuhan dengan dunia Barat, selanjutnya membawa ide-ide baru ke dalam dunia Islam, seperti rasionalisme, nasionalisme, sekularisme, demokrasi, dan sebaginya. Semua itu, ternyata menimbulkan persoalan-persoalan baru. Para pemikir dan pembaharu serta para pemimpin Islam pun mulai memikirkan solusi dan methode mengatasi persoalan baru tersebut.

              Pada perkembangannya, sebagaimana terjadi di dunia Barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

              Studi-studi yang dilakukan oleh berbagai kalangan tentang Islam dan ummat menjadi lebih semarak. Bahkan Islam, tidak hanya dikaji oleh kalangan para pemikir Islam sendiri, tetapi juga dilakukan oleh kaum orientalis. Orientalis adalah seseorang atau sekelompok orang yang berus  aha mengkaji dan memahami Timur (Islam) dari sudut pandang Barat. Orentalisme adalah pemahaman tentang Timur (islam) dari perspektif Barat. Jadi orientalis adalah orang Barat yang ahli dan mengkaji tentang ke-Timur-an (Islam).

              Para orientalis banyak sekali mengkaji tentang Islam dari sudut pandang mereka sendiri. Mereka melakukannya dengan tekun dan serius, sehingga hasil penyelidikan dan kajiannya juga sangat banyak dan -dipandang_ berkualitas dari sudut pandang ilmiah dan akademis. Sementara itu, kaum terpelajar di kalangan ummat Islam juga mulai berkonsentrasi pada perkembangan modern dalam Islam, termasuk bagaimana kehidupan dan pemikiran modern yang terjadi di kalangan ummat Islam. Tidak ketinggalan, kata modern pun mulai dipikirkan dan dicarikan padanan katanya. Akhirnya ditemukanlah kata “at-Tajdid" (dalam bahasa Arab) dan “Pembaharuan”[2] (dalam bahasa Indonesia). Pada awalnya kata modernisme, dianggap mengandung konotasi yang cukup negatif, disamping -tentu saja- terdapat makna positif-nya. Maka dalam berbagai kajian, kata “Pembaharuan' menjadi lebih “familier"dibandingkan dengan kata modernisme.

B.  MODEL GERAKAN PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM

            Pembaharuan dalam Islam dilakukan sebagai reaksi terhadap kemunduran kekuasaan politik dan pemikiran Islam. Kekuasaan Islam sudah runtuh dan pemikiran ummat islam tidak boleh dibiarkan dalam kondisi stagnan dan statis. Pintu ijtihad harus dibuka, sehingga memungkinkan untuk melahirkan pemikiran dan penafsiran baru. Ummat Islam harus disadarkan kembali bahwa tidak semua aspek ajaran Islam bersifat obsolut (qath'i), tetapi sangat banyak (paling banyak) aspek ajaran Islam yang masih bersifat relative (dzanni) memerlukan pemikiran dan rasionalisasi, tetapi tetap didasarkan pada semangat untuk kembali pada konsep ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah.

            Semua ini akan terwujud, jika ummat Islam melakukan gerakan pembaharuan secara sinergis dan terus-menerus.

            Secara garis besar, gerakan pembaharuan pemikiran di dunia Islam, dapat difahami dalam empat model gerakan sebagai berikut:

1.      Gerakan Wahabiyah atau Salafiyah. Pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) di Jazirah Arabia. Tumbuh dan lebih berkembang di Hijaz sebagai jantung ummat Islam sedunia, ketika itu. Gerakan ini dipandang sebagai gerakan puritanisme Islam. Gerakan yang hampir serupa tumbuh di India yang dipelopori oleh Syah Waliyullah dan Syekh Ahmad Sihrin di India (Amien Rais, dalam John J. Donohue, 1995: x). Menurut Harun Nasution (1975: 25), Muhammad bin Abdul Wahab bukan hanya seorang teoris yang sangat memahami ajaran Islam, tetapi ia dipandangn sebagai seorang pemimpin yang dengan aktif dan progresif berusaha menyebarkan dan mewujudkan pemikirannya. Sedangkan Syah Waliyullah dan Syekh Ahmad Sihrin dipandang sebagai tokoh yang menentang sufisme secara sangat tajam.

      Gerakan-gerakan ini muncul bukan karena pengaruh Barat, tetapi sebagai reaksi terhadap faham Tauhid Islam (Aqidah) yang telah dirusak oleh hadlirnya ajaran-ajaran yangmenyimpang, seprti mempercayai keramat, merajalelanya bid'ah, khurafat, dan tahayul serta kemusyrikan. Untuk melepaskan ummat islam dari kesesatan ini, tokoh ini berpendapat bahwa ummat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya (asli), yakni Islam yang dianut oleh Nabi saw, sahabat, tabi'in sampai abad ke-3 Hijriyyah. Sumber ajaran islam hanyalah al-Quran dan al-Hadits.Untuk memahami ajaran yang terkandung dalam dua sumber tersebut, maka dipergunakan ijtihad. Oleh karena itu, pintu ijtihad belum tertutup, bahkan[3] harus tetap dibuka; Menurut Amien Rais (dalam John Donohue, 1995: x), gerakan Wahabiyah sering dianggap terlalu revolusioner oleh karena gagasan-gagasan yang disampaikannya terlalu radikal menurut ukuran zamannya.  Sekalipun dipengaruhi oleh pikiran reformatif Ibnu Taimiyyah, gerakan Wahabiyah tidak sepenuhnya merupakan duplikat fikira-fikiran Ibnu Taimiyyah. Terdapat beberapa perbedaan mendasar.

      Pertama, jika Ibnu Taimiyyah menyerang sufisme, maka serangannya tidak frontal. Sedangkan gerakan Wahabiyah menyerang sufisme tanpa ampun, sekalipun harus diakui bahwa berkat jasa kaum Wahabiyah-lah pembabatan biď'ah, khurafat, tahayul yang merajalela di dunia Islam pada masa lalu berhasil secara mengesnkan.

      Kedua, sikap agak kaku terhadap rasionalisme, Ibnu Taimiyyah juga melakukan kritik terhadap rasionalisme, tetapi kritik itu tidak berakibat memojokan penalaran rasional terhadap usaha perbaikan terhadap berbagai dimensi kehidupan kaum muslimin. Barangkali kelemahan kaum Wahabi adalah semangat agak anti terhadap rasionalismenya, sehingga semboyan ijtihad yang dikumandangkannya tidak begitu efektif, berhubung tidak diberikannya tempat secara wajar bagi intelektualisme. Akan tetapi harus kita catat, adanya pengaruh positif bagi masyarakat muslim di dunia, terutama prinsip egalitarianisme yang diserukan gerakan ini.

      Hampir bersamaan waktunya dengan gerakan Wahabi di jazirah Arabia, di anak benua India muncul gerakan dan gagasan yang hampir sama. Gerakan ini dipelopori oleh Syah Waliyullah dari Delhi (meninggal tahun 1762) yang dalam banyak hal merupakan kelanjutan dari pemikiran Syekh Ahmad Sirhindi (meninggal tahun 1625).

      Dalam upayanya melakukan pemurnian aajaran Islam, Syekh Ahmad Sirhindi agak berbeda dengan Muhammad bin Abdul Wahab. Hal ini, tidak hanya disebabkan oleh situasi politik yang berbeda, melainkan juga karena lingkungan spiritual India yang sangat berbeda dengan kondisi Arabia. Oleh karena itu, Syekh Waliyullah tidak melakukan penolakan total terhadap sufisme, tetapi mengadakan suatu asimilasi antara artodoksi dan sufisme, dan dalam batas-batas tertentu memanfaatkan sufisme untuk tujuaan pembaharuan sosio-politik dan sosio-ekonomi masyarakat islam di anak benua India.

      Syekh Waliyullah melontarkan kritik-kritik tajam terhadap ketidak-adilan social dan ekonomi dalam masyarakatnya sertamenmganjurkan kaum muslimin untuk memikirkan suatu Negara sendiri yang -nantinya- dapat menjadi bagian dari suatu Negara muslim supra-nasional. (Amien Rais, dalam John Donohue, 1995: xii)

 

2.      Gerakan pembaharuan dalam Islam. Kadang-kadang disebut juga dengan modrnisme Islam. Gerakan ini dirintis dan dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani (1839-1897). Kemudian diikuti dan dikembangkan oleh Muhammad Abduh (1849-1905) dan dilanjutkan oleh muridnya, Rasyid Ridla (1865-1935). Gerakan ini tumbuh[4] dan berkembang di Mesir, ketika itu (bahkan sampai sekarang) menjadi pusat intelektualisme Islam. Gerakan ini -sesuai dengan namanya- berusaha mengadopsi kemajuan Barat dan menyesuaikannya (adaptasi) dengan peri-kehidupan ummat Islam.

      Gerakan ini meolak selalu bersandar pada kejayaan Islam masa lalu dan lebih memilih hikmah-hikmah yang dapat diambil dari masa itu, kemudian menghidupkannya kembali di tengah-tengah kaum Muslimin. Hal ini bisa diwujudkan dalam pemikiran politik, social, budaya, agama, dan sebagianya. Secara langsung maupun tidak langsung, hasil pemikirannya disebarkan melalui berbagai tulisan, terutama dalam majalah dan ceramah-ceramah di berbagai tempat dan waktu. Ide-ide atau pemikiran dasarnya adalah sebagai berikut:

a. Kembali kepada sumber dasar ajaran Islam yang sebenarnya, yaitu al-Quran dan al-Hadits.

b. Pintu ijtihad tetap terbuka. Ijtihad perlu dilakukan untuk emamahami sumber ajaran Islam (al-Quran dan al-Hadits) yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman (interpretasi baru);

c. Akal (rasio) adalah alat untuk melakukan ijtihad. Menggunakan rasio (akal) dan penalaran menjadi sangat penting dan memiliki posisi yang sangat tinggi.

d.Percaya kepada hukum alam (law ofnature, sunnatullah). Hukum alam tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan modern yang berdasarkan hokum alam, dan Islam yang sebenarnya berdasarkan wahyu adalah dua hal yang tidak bertentangan. Ilmu pengetahuan modern, idealnya sesuai dengan islam. Saat ini yang mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi adalah Barat. Maka untuk mencapai kemajuan seperti yang diraih di masa lampau (yang sekarang telah hilang dan dimiliki Barat), ummat Islam harus kembali dan mempelajari serta menguasai ilmu pengetahuan.

e. Percaya kepada kebebasan berkehendak dan bertindak (free-will and free-act) seperti faham Qadariyah (Harun Nasution, 1975: 66).

 

3.      Westernisme dalam Islam. Westernisme diartikan sebagai faham ke-Barat-Barat-an atau “berkiblat” ke Barat Faham ini mengajak ummat Islam untuk menerima dan mengadopsi pengetahuan Barat dan semua yang berasal dari Barat. Gerakan ini tumbuh dan berkembang di India, salah satu pusat politik Islam (tempat kerajaan Mughal yang besar itu). Gerakan ini dipelopori oleh Sir Ahmad Khan (1817-1989). Ia mendirikan Universitas Aligarh untuk mengembangkan dan menyebarkan ide-idenya. Ide-ide dasarnya sebenarnya memiliki kesamaan dengan ide-ide dasar yang disampaikan oleh Muhammad Abduh. Hanya saja Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mengalami kemunduran karena tidak mengikuti perkembangan[5] zaman. Islam pernah mengalami kemajuan yang luar biasa pada masa klasik, tetapi peradaban dan kemajuan itu telah hilang. Saat ini yang mengalami kemajuan adalah Barat.Oleh karena itu menurutnya, ummat Islam India akan mengalami kemajuan jika bukan hanya amempelajari dengan Barat, tetapi sebaiknya bekerja sama dengan Barat (Inggris). Dasar kekuatan Barat adalah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk mengalami kemajuan, maka ummat Islam harus mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Jalan yang harus ditempuh adalah memperkuat hubungan dengan Barat (Inggris) dan mengambil berbagai aspek kemajuan dan ketinggian yang ada di Barat (Harun Nasution, 1975: 167)

 

4.      Sekularisme dalam Islam, tumbuh dan berkembang di Turki sebagai pusat politik islam bekas wilayah Daulah Utsmaniyyah (Turki-Utsmani). Pelopornyaadalah Mustafa Kemal Attaturk (1881-1938). Mustafa kamal, sebenarnya adalah seorang Nasionalis pengagum Barat. Ia menginginkan Islam mengalami kemajuan. Oleh karena itu menurutnya, perlu diadakan pembaharuan dalam agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki.

      Menurutnya, Islam adalah agama rasional dan sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Tetapi agama rasional itu telah dirusak oleh para ulama. Ajaran Islam memerlukan sekularisasi. Usaha sekularisasinya berpusatpada upaya menghilangkan ulama dari kekuasaan Negara dan politik. Yang difahami sebagai ulama adalah orang atau komunitas yang menguasai syariat dan ajaran Islam serta menentukan masalah social, ekonomi, hokum, politik, dan pendidikan). Menurut Attaturk, negara harus dipisahkan dari agama. Inilah essensi dari sekularisasi.

      Dengan pandangan Mustafa Kemal Attaturk tersebut, ia berpendapat bahwa al-Quran perlu diterjemahkan ke dalambahasa Turki, adzan dan khutbah menggunakan bahasa Turki. Madrasah yang sudah ketinggalan zaman ditutup, digantikan oleh fakultas “Ilahiyah” yang mendidik imam shalat, khatib-khatib, dan mengembangkan berbagai pembaharuan yang diperlukan. Pendidikan agama dan bahasa Arab dihilangkan dari sekolah-sekolah. Nama-nama orang Turki harus mengikuti nama-nama orang Eropa. Hukum syariat tentang perkawinan diganti oleh hukum Barat (Swiss). Wanita mempunyai hak cerai yang sama dengan kaum pria. Diadalkan hokum-hukum baru, seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum perdata, dan lain-lain yang diambil dari hkum-hukum Barat (Musyrifah Sunanto, 2005: 306).[6]

C.  Cakupan Bahasan Sejarah Pemikiran Islam

            Adapun cakupan bahasan Sejarah Pemikiran Islam dapat diringkas berikut:

1. Sejarah Arab sebelum Islam (Arab pra-Islam) mencakup:

a. Sistem kepercayaan

b. Sistem sosial dan politik

c. Sistem keluarga

d. Sistem ekonomi

e. Sistem tanggung jawab

2. Sejarah Pemikiran bidang sumber ajaran Islam (Al Qur'an dan Al Hadis)

a. Tipologi penafsiran (juz'i, maudu'i dan kullî)

b. Pendekatan studi; hermeneutik, content

c. Bidang hadis

1) Studi sanad

2) Studi matan

3. Sejarah Pemikiran bidang teologi, kalam dan filsafat

a. Teologi konvensional → Mu'tazilah, Jabariyah, Asy'ariyah

b. Teologi kontemporer; multikultural, transformatif, demokrasi, dll.

4. Sejarah Pemikiran bidang hk. Islam (ushul fiqh dan fiqh)

a. Epistemologi hukum Islam konvensional[7]

b. Epistemologi hukum Islam kontemporer

5. Sejarah pemikiran bidang politik dan pemerintahan (ketatanegaraan)

a. Pemikiran politik dan pemerintahan konvensional (1) sistem imamah dan (2) sistem khalifah

b. Pemikiran politik dan pemerintahan kontemporer (1) hub masyarakat dan negara, (2) hub natioan state dan Islamic state.

c. Model pemikiran (1) teokrasi, (2) liberal/sekuler, dan (3) moderat

6. Sejarah pemikiran bidang pendidikan

a. Epistemologi dan kelembagaan pendidikan konvensional

b. Epistemologi dan kelembagaan pendidikan kontemporer

7. Sejarah pemikiran bidang tasauf dan tarikat

a. Tasauf dan tarikat konvensional

b. Tasauf dan tarikat kontemporer penekanan studi: (1) relevansi tasauf konvensional dengan tuntutan modern, dan (2) mengapa di Indonesia bahasan tasauf sangat populer; ada pengaruh usaha Belanda agar muslim Indonesia tetap tertinggal?

8. Pembaruan pemikiran Islam di Mesir

Al-Afghani,

a. Gerakan modernis, seperti Muhammad Abduh, dan Qosim Amin

b. Gerakan fundamentalis, seperti Rasyid Rida, Hasan al-Banna, dan Sayyid Qutb

9. Pembaruan pemikiran Islam di Turki

a. Gerakan Turki Usmani oleh Sultan Salim III (1789-1807) dan Sultan Mahmud II (1785-1839)

b. Gerakan Tanzimat oleh Mustafa Rasyid Pasya (1800), Mehmed Sadik Rifat Pasya (1807-1856), Ali Pasya (1815-1871), Fuad Pasya (1815-1869)

c. Usmani Muda oleh Ziya Pasya (1825-1880) dan Namik Kemal (1840-1880)[8]

d. Turki Muda oleh Ahmed Riza (1859-1931), Mehmed Murad (1853-1912),         pangeran Sabahuddin (1877-1948)

e. Tiga aliran pembaruan, yakni: (1) barat, (2) Islam, dan (3) nasionalis

1) Barat oleh Tewfik Fikret (1867-1951), Dr. Abdullah Jewdat (1869-1932),

2) Islam oleh Mehmed Akif (1870-1936),

3) Nasionalis oleh Zia Gokalp (1875-1924) dan

f. Mustafa Kemal Attaturk (Bapak Turki)

10.Pembaruan pemikiran Islam di Pakistan dan India

a. Gerakan modernis seperti Sayyid Ahmad Khan dan Gerakan Aligharh, Amir Ali, Abul Kalam A.

b. Gerakan mujahidin, seperti Sayyid Ahmad Syahid, Maulvi Wilayat Ali, Maulvi Inayat Ali, dan Maududi

11.Pembaruan pemikiran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia

a. Gerakan formalistis, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majlis Mujahidin, Laskar Jihad, dll.

b. Gerakan substansial, seperti Muhammadiyah, NU, Persis, dll.

12.Pelaku Studi Islam

a. Awal dan Masa Kejayaan Muslim, yakni didominasi sarjana Muslim, ada juga sarjana non-Muslim

b. Masa Islam Runtuh studi Islam berjalan di dunia Muslim dan dunia non-Muslim, ada dominasi non-Muslim, dan ada sarjana Muslim

c. Masa kontemporer dapat dikelompokkan menjadi periode sebelum 11 September 2000 dan setelah 11 September 2001.

13.Pemikiran Islam bidang HAM, Gender, Pluralisme, Multikulturalisme, Civil Society, dll.[9]

14.Metode studi Islam

a. Konvensional bersifat Parsial; berdiri sendiri dan hanya menggunakan satu pendekatan

b. Kontemporer bersifat integratif dan interdiscipliner.[10]

 

 

 

 

 

BAB III

Penutup

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Hamdani.2012.Pemikiran Modern Dalam Islam.Jakarta Pusat:Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam.

 

Kurniawan,Alif Dkk.2014.Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam.Yogyakarta:Qoulun Pustaka.

 



[1] DRS. HAMDANI HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 17

[2] DRS. HAMDANI HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 18

[3] DRS. HAMDANI HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 19

[4] DRS. HAMDANI HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 20

[5]  DRS. HAMDANI HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 21

[6] DRS. HAMDANI HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 22

[7] Muh.Alif Kurniawan, dkk, Sejarah pemikiran peradaban islam Dari masa klasik, Tengah, hingga modern, Cetakan I,Januari 2014, hal ix

[8] Muh.Alif Kurniawan, dkk, Sejarah pemikiran peradaban islam Dari masa klasik, Tengah, hingga modern, Cetakan I,Januari 2014, hal x

[9] Muh.Alif Kurniawan, dkk, Sejarah pemikiran peradaban islam Dari masa klasik, Tengah, hingga modern, Cetakan I,Januari 2014, hal xi

[10] Muh.Alif Kurniawan, dkk, Sejarah pemikiran peradaban islam Dari masa klasik, Tengah, hingga modern, Cetakan I,Januari 2014, hal xii


Tidak ada komentar: