PERKEMBAGAN
PEMIKIRAN MODERN ISLAM
(PMDI)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam
adalah agama yang terbuka untuk dipahami dengan berbagai macam Pemahaman. Watak
dasar terbuka ini menjauhi praktek-praktek penyeragaman Pemikiran karena hal
tersebut tidak sesuai dengan fitrah kemanusiaan yang sangat Sarat dengan
perbedaan. Watak dasar terbuka ini pada dasarnya akan melahirkan Kepribadian
muslim yang kosmopolit, yakni kepribadian yang mampu Mengembangkan semangat
toleransi yang tinggi terhadap perbedaan. Sebagai bukti Dari watak terbuka
Islam, tercatat dalam sejarah beberapa aliran pemikiran dalam Kajian fiqih,
teologi dan filsafat Islam. Watak Islam yang menerima penafsiran-Penafsiran
tersebut telah berfungsi sebagai basis dari fleksibelitas Islam sekaligus
Menjadi petunjuk bagi pentingnya pluralisme dalam tradisi Islam.1 Tuntunan
untuk dilakukannya pembaharuan muncul dalam sejarah Islam Melalui dua kategori
: pembaharuan Islam masa pramodern, yaitu gerakan yang Secara umum peran
pembaharu sebagai person lebih menonjol dibandingkan dengan Keharusan adanya
penyokong atau pendukung secara organisatoris terhadap gerakan Pembaharuan.
Sedangka pembaharuan pramodern, peran pembaharu sebagai person Melebur dalam
wadah gerakan yang terorganisasi secara rapi, meskipun ia tetapmenentukan
keberadaan gerakan yang dimaksud, karena itu tidak jarang pembaharuan modern
berkolaborasi dengan penguasa. Penguasa dianggap penting karena pembaharu
menyadari bahwa gerakannya tidak bisa dengan cepat menuai keberhasilan jika
tidak didukung kekuasaan.Pembaharuan dalam Islam dilatarbelakangi oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain dalam bentuk
terjadinya stagnasi pemikiran di kalangan masyarakat muslim yang menginginkan
perubahan, sedangkan secara eksternal pembaharuan dalam Islam terjadi karena
pergeseran dari fase pramodern ke fase modern. Pada fase modern, latarbelakang
munculnya gerakan pembaharuan dapat dikategorikan ke dalam dua masa, yaitu pada
abad ke-19 dan abad ke-20. Pada abad ke-19, kemunculan gerakan pembaharuan yang
dimaksud adalah sebagai respon terhadap kolonialisme Barat atas dunia Islam,
seperti yang terjadi di Maroko, Mesir, dan Indonesia. Respon tersebut berupa
kesadaran akan kondisi umat Islam yang mengalami kemandetan kultural dan
keterbelakangan. Sedangkan pada abad ke-20, pembaharuan terjadi sebagai
evaluasi masyarakat Muslim terhadap realitas bahwa barat dan segala
peradabannya telah menghegemoni pikiran dan tindakan masyarakat Muslim.
B.
Rumusan Masalah
1.
Sejarah berkembangnya PMDI
2.
Istilah umum yang berhubugan degan PMDI
,(purifikasi,westernisasi,modernisasi,tradisionalisasi)
3.
Hubugan antara pemikiran islam , klasik
,Pertengahan, dan modern
BAB II
PEMBAHASAN
A. MAKNA PEMBAHARUAN
Kata “Pembaharuan" merupakan terjemahan dari kata “modern"
dalam bahasaInggris dan/ atau “Tajdid” dalam bahasa Arab. Dalam bahasa
Indonesia juga telah lazim digunakan kata modern, modernisasi, modernisme, dan
modernitas. Diantaranya: Aliran modern dalam Islam dan Perkembangan modern
dalam Islam (Harun Nasution), Islam komodernan dan ke-Indonesiaan (Nurcholis
Madjid), Alampikiran Islam modern (HA. Mukti Ali), Islam dan modernisme (Maryam
Jamilah), gerakan Islam modern di Indonesia (Deliar Noor) Islam dan tantangan
modernitas (Taufik Adnan Amal) dan sebagainya. Modernisme dalam tatanan
masyarakat Barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah
faham, adat-stiadat, institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan
suasana baru yang ditimbulkan oleh kemanjuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemikiran dan aliran baru tersebut segera mamasuki lapangan agama. Modernisme
dalam kehidupan keagamaan di Barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran
yang terdapat dalam ajaran agama Katholik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan
dan filsafat modern. Aliran ini akhirnya menimbulkan sekularisme di kalangan
masyarakat Barat.
Modernisme dalam pandangan
Margaret Marcus setelah masuk Islam berganti nama menjadi Maryam Jamilah- (1982:
39) merupakan “pemberontakan radikal” terhadap nilai-nilai yang dianggap sudah
mapan, terutama menyangkut agama dan nilai-nilai spiritual. Menurutnya, saat
ini modernisme seolah-olah sudah menjadi semacam kepercayaan universal. Semua
orang yang menganut faham ini, akan dipuji sebagai bangsa yang maju dan
terbaharukan. Sebaliknya, orang yang mengabaikannya bahkan anti terhadapnya,
akan dipandang sebagai yang tradisional, bahkan konservatif, statis, dan kuno.
Dalam pandangan Maryam Jamilah,
modernisme muncul dalam bentuk serta tingkat yang berbeda-beda, seperti
Sekularisme, Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Pragmatisme, Kamalisme,
Nasionalisme, dan sebagainya. Hampir semua ideologi kaum modernis yakin bahwa,
kemajuan di bidang ilmupengetahuan dan teknologi akhirnya bisa memberikan
kepada manusia semua kekuatan Tuhan. Bentuk pengaguman manusia tersebut
kemudian menimbulkan nasionalisme yang pada gilirannya menjadi kekuatan untuk
menjadikan komunitas dan bangsanya bergerak ke arah kemajuan dan terbaharukan.
Ideologi kaum modernis, tanpa
kecuali berusaha untuk menolak nilai-nilai[1] transcendental. Dengan
kata lain, tidak ada sesuatu yang mutlak tentang sebuah kebenaran hasil
berfikir manusia. Semuanya secara obyektif harus difahami sebagai sesuatu yang
relatif. Mereka amenganggap bahwa nilai-nilai moral serta kebenaran merupakan
sesuatu yang relative dan validitasnya terbatas pada ruang, waktu, dan kondisi.
Bahkan kaum modernis memandang bahwa masyarakatyang selalu didasarkan pada
wahyu Tuhan adalah statis. Mereka sebaiknya senantiasa berfikir, menggunakan
daya nalarnya untuk memperoleh penalaran baru serta nilai-nilai baru bagi
kehidupan ummat manusia. Nilai yang paling baik menurut modernisme adalah nilai
yang selalu "up to-date".
Pembaruan (at-tajdid, modernisme)
dalam Islam mempunyai arti pemikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham
keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. (Harun Nasution, 1996: 1). Melalui upaya ini,
maka para pemikir dan pembaru pemikiran Islam modern mengharapkan agar ummat
islam terlepas dari suasana stagnan, statis, serta kemunduran dan berubah ke
arah kemajuan dan kehidupan yang terbaharukan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sejakawal abad
kesembilan-belas. Dalam sejarah Islam, periode ini dipandang sebagai permulaan
Periode Modern. Terjadinya kontak dan persentuhan dengan dunia Barat,
selanjutnya membawa ide-ide baru ke dalam dunia Islam, seperti rasionalisme,
nasionalisme, sekularisme, demokrasi, dan sebaginya. Semua itu, ternyata
menimbulkan persoalan-persoalan baru. Para pemikir dan pembaharu serta para
pemimpin Islam pun mulai memikirkan solusi dan methode mengatasi persoalan baru
tersebut.
Pada perkembangannya, sebagaimana
terjadi di dunia Barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk
menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Studi-studi yang dilakukan oleh
berbagai kalangan tentang Islam dan ummat menjadi lebih semarak. Bahkan Islam,
tidak hanya dikaji oleh kalangan para pemikir Islam sendiri, tetapi juga
dilakukan oleh kaum orientalis. Orientalis adalah seseorang atau sekelompok
orang yang berus aha mengkaji dan
memahami Timur (Islam) dari sudut pandang Barat. Orentalisme adalah pemahaman
tentang Timur (islam) dari perspektif Barat. Jadi orientalis adalah orang Barat
yang ahli dan mengkaji tentang ke-Timur-an (Islam).
Para orientalis banyak sekali
mengkaji tentang Islam dari sudut pandang mereka sendiri. Mereka melakukannya
dengan tekun dan serius, sehingga hasil penyelidikan dan kajiannya juga sangat
banyak dan -dipandang_ berkualitas dari sudut pandang ilmiah dan akademis.
Sementara itu, kaum terpelajar di kalangan ummat Islam juga mulai
berkonsentrasi pada perkembangan modern dalam Islam, termasuk bagaimana
kehidupan dan pemikiran modern yang terjadi di kalangan ummat Islam. Tidak
ketinggalan, kata modern pun mulai dipikirkan dan dicarikan padanan katanya.
Akhirnya ditemukanlah kata “at-Tajdid" (dalam bahasa Arab) dan
“Pembaharuan”[2]
(dalam bahasa Indonesia). Pada awalnya kata modernisme, dianggap mengandung
konotasi yang cukup negatif, disamping -tentu saja- terdapat makna positif-nya.
Maka dalam berbagai kajian, kata “Pembaharuan' menjadi lebih
“familier"dibandingkan dengan kata modernisme.
B.
MODEL GERAKAN PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM
Pembaharuan dalam Islam dilakukan
sebagai reaksi terhadap kemunduran kekuasaan politik dan pemikiran Islam.
Kekuasaan Islam sudah runtuh dan pemikiran ummat islam tidak boleh dibiarkan
dalam kondisi stagnan dan statis. Pintu ijtihad harus dibuka, sehingga
memungkinkan untuk melahirkan pemikiran dan penafsiran baru. Ummat Islam harus
disadarkan kembali bahwa tidak semua aspek ajaran Islam bersifat obsolut
(qath'i), tetapi sangat banyak (paling banyak) aspek ajaran Islam yang masih
bersifat relative (dzanni) memerlukan pemikiran dan rasionalisasi, tetapi tetap
didasarkan pada semangat untuk kembali pada konsep ajaran Islam yang sebenarnya
berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah.
Semua ini akan terwujud, jika ummat
Islam melakukan gerakan pembaharuan secara sinergis dan terus-menerus.
Secara garis besar, gerakan
pembaharuan pemikiran di dunia Islam, dapat difahami dalam empat model gerakan
sebagai berikut:
1.
Gerakan Wahabiyah atau Salafiyah. Pelopornya adalah
Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) di Jazirah Arabia. Tumbuh dan lebih berkembang di Hijaz sebagai jantung ummat Islam
sedunia, ketika itu. Gerakan ini dipandang sebagai gerakan puritanisme Islam.
Gerakan yang hampir serupa tumbuh di India yang dipelopori oleh Syah Waliyullah
dan Syekh Ahmad Sihrin di India (Amien Rais, dalam John J. Donohue, 1995: x).
Menurut Harun Nasution (1975: 25), Muhammad bin Abdul Wahab bukan hanya seorang
teoris yang sangat memahami ajaran Islam, tetapi ia dipandangn sebagai seorang
pemimpin yang dengan aktif dan progresif berusaha menyebarkan dan mewujudkan
pemikirannya. Sedangkan Syah Waliyullah dan Syekh Ahmad Sihrin dipandang
sebagai tokoh yang menentang sufisme secara sangat tajam.
Gerakan-gerakan ini muncul bukan karena
pengaruh Barat, tetapi sebagai reaksi terhadap faham Tauhid Islam (Aqidah) yang
telah dirusak oleh hadlirnya ajaran-ajaran yangmenyimpang, seprti mempercayai
keramat, merajalelanya bid'ah, khurafat, dan tahayul serta kemusyrikan. Untuk
melepaskan ummat islam dari kesesatan ini, tokoh ini berpendapat bahwa ummat
Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya (asli), yakni Islam
yang dianut oleh Nabi saw, sahabat, tabi'in sampai abad ke-3 Hijriyyah. Sumber
ajaran islam hanyalah al-Quran dan al-Hadits.Untuk memahami ajaran yang terkandung
dalam dua sumber tersebut, maka dipergunakan ijtihad. Oleh karena itu, pintu
ijtihad belum tertutup, bahkan[3] harus tetap dibuka;
Menurut Amien Rais (dalam John Donohue, 1995: x), gerakan Wahabiyah sering
dianggap terlalu revolusioner oleh karena gagasan-gagasan yang disampaikannya
terlalu radikal menurut ukuran zamannya.
Sekalipun dipengaruhi oleh pikiran reformatif Ibnu Taimiyyah, gerakan
Wahabiyah tidak sepenuhnya merupakan duplikat fikira-fikiran Ibnu Taimiyyah.
Terdapat beberapa perbedaan mendasar.
Pertama, jika Ibnu Taimiyyah menyerang
sufisme, maka serangannya tidak frontal. Sedangkan gerakan Wahabiyah menyerang
sufisme tanpa ampun, sekalipun harus diakui bahwa berkat jasa kaum
Wahabiyah-lah pembabatan biď'ah, khurafat, tahayul yang merajalela di dunia
Islam pada masa lalu berhasil secara mengesnkan.
Kedua, sikap agak kaku terhadap
rasionalisme, Ibnu Taimiyyah juga melakukan kritik terhadap rasionalisme,
tetapi kritik itu tidak berakibat memojokan penalaran rasional terhadap usaha
perbaikan terhadap berbagai dimensi kehidupan kaum muslimin. Barangkali
kelemahan kaum Wahabi adalah semangat agak anti terhadap rasionalismenya,
sehingga semboyan ijtihad yang dikumandangkannya tidak begitu efektif,
berhubung tidak diberikannya tempat secara wajar bagi intelektualisme. Akan
tetapi harus kita catat, adanya pengaruh positif bagi masyarakat muslim di
dunia, terutama prinsip egalitarianisme yang diserukan gerakan ini.
Hampir bersamaan waktunya dengan gerakan
Wahabi di jazirah Arabia, di anak benua India muncul gerakan dan gagasan yang
hampir sama. Gerakan ini dipelopori oleh Syah Waliyullah dari Delhi (meninggal
tahun 1762) yang dalam banyak hal merupakan kelanjutan dari pemikiran Syekh
Ahmad Sirhindi (meninggal tahun 1625).
Dalam upayanya melakukan pemurnian aajaran
Islam, Syekh Ahmad Sirhindi agak berbeda dengan Muhammad bin Abdul Wahab. Hal
ini, tidak hanya disebabkan oleh situasi politik yang berbeda, melainkan juga
karena lingkungan spiritual India yang sangat berbeda dengan kondisi Arabia.
Oleh karena itu, Syekh Waliyullah tidak melakukan penolakan total terhadap
sufisme, tetapi mengadakan suatu asimilasi antara artodoksi dan sufisme, dan
dalam batas-batas tertentu memanfaatkan sufisme untuk tujuaan pembaharuan
sosio-politik dan sosio-ekonomi masyarakat islam di anak benua India.
Syekh Waliyullah
melontarkan kritik-kritik tajam terhadap ketidak-adilan social dan ekonomi
dalam masyarakatnya sertamenmganjurkan kaum muslimin untuk memikirkan suatu
Negara sendiri yang -nantinya- dapat menjadi bagian dari suatu Negara muslim
supra-nasional. (Amien Rais, dalam John Donohue, 1995: xii)
2.
Gerakan pembaharuan dalam Islam. Kadang-kadang disebut juga dengan
modrnisme Islam. Gerakan ini dirintis dan dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani
(1839-1897). Kemudian diikuti dan dikembangkan oleh Muhammad Abduh (1849-1905)
dan dilanjutkan oleh muridnya, Rasyid Ridla (1865-1935). Gerakan ini tumbuh[4] dan berkembang di Mesir,
ketika itu (bahkan sampai sekarang) menjadi pusat intelektualisme Islam.
Gerakan ini -sesuai dengan namanya- berusaha mengadopsi kemajuan Barat dan
menyesuaikannya (adaptasi) dengan peri-kehidupan ummat Islam.
Gerakan ini meolak selalu bersandar pada
kejayaan Islam masa lalu dan lebih memilih hikmah-hikmah yang dapat diambil
dari masa itu, kemudian menghidupkannya kembali di tengah-tengah kaum Muslimin.
Hal ini bisa diwujudkan dalam pemikiran politik, social, budaya, agama, dan
sebagianya. Secara langsung maupun tidak langsung, hasil pemikirannya
disebarkan melalui berbagai tulisan, terutama dalam majalah dan ceramah-ceramah
di berbagai tempat dan waktu. Ide-ide atau pemikiran dasarnya adalah sebagai
berikut:
a. Kembali kepada sumber dasar ajaran Islam yang sebenarnya, yaitu
al-Quran dan al-Hadits.
b. Pintu ijtihad tetap terbuka. Ijtihad perlu dilakukan untuk
emamahami sumber ajaran Islam (al-Quran dan al-Hadits) yang disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan zaman (interpretasi baru);
c. Akal (rasio) adalah alat untuk melakukan ijtihad. Menggunakan
rasio (akal) dan penalaran menjadi sangat penting dan memiliki posisi yang
sangat tinggi.
d.Percaya kepada hukum alam (law ofnature, sunnatullah). Hukum alam
tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan
modern yang berdasarkan hokum alam, dan Islam yang sebenarnya berdasarkan wahyu
adalah dua hal yang tidak bertentangan. Ilmu pengetahuan modern, idealnya
sesuai dengan islam. Saat ini yang mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah Barat. Maka untuk mencapai kemajuan seperti yang diraih di
masa lampau (yang sekarang telah hilang dan dimiliki Barat), ummat Islam harus
kembali dan mempelajari serta menguasai ilmu pengetahuan.
e. Percaya kepada kebebasan berkehendak dan bertindak (free-will
and free-act) seperti faham Qadariyah (Harun Nasution, 1975: 66).
3.
Westernisme dalam Islam. Westernisme diartikan sebagai faham
ke-Barat-Barat-an atau “berkiblat” ke Barat Faham ini mengajak ummat Islam
untuk menerima dan mengadopsi pengetahuan Barat dan semua yang berasal dari
Barat. Gerakan ini tumbuh dan berkembang di India, salah satu pusat politik
Islam (tempat kerajaan Mughal yang besar itu). Gerakan ini dipelopori oleh Sir
Ahmad Khan (1817-1989). Ia mendirikan Universitas Aligarh untuk mengembangkan
dan menyebarkan ide-idenya. Ide-ide dasarnya sebenarnya memiliki kesamaan
dengan ide-ide dasar yang disampaikan oleh Muhammad Abduh. Hanya saja Ahmad
Khan melihat bahwa ummat Islam India mengalami kemunduran karena tidak
mengikuti perkembangan[5] zaman. Islam pernah
mengalami kemajuan yang luar biasa pada masa klasik, tetapi peradaban dan
kemajuan itu telah hilang. Saat ini yang mengalami kemajuan adalah Barat.Oleh
karena itu menurutnya, ummat Islam India akan mengalami kemajuan jika bukan
hanya amempelajari dengan Barat, tetapi sebaiknya bekerja sama dengan Barat
(Inggris). Dasar kekuatan Barat adalah ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Untuk mengalami kemajuan, maka ummat Islam harus mempelajari dan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Jalan yang harus ditempuh adalah memperkuat
hubungan dengan Barat (Inggris) dan mengambil berbagai aspek kemajuan dan
ketinggian yang ada di Barat (Harun Nasution, 1975: 167)
4.
Sekularisme dalam Islam, tumbuh dan berkembang di Turki sebagai
pusat politik islam bekas wilayah Daulah Utsmaniyyah (Turki-Utsmani).
Pelopornyaadalah Mustafa Kemal Attaturk (1881-1938). Mustafa kamal, sebenarnya
adalah seorang Nasionalis pengagum Barat. Ia menginginkan Islam mengalami
kemajuan. Oleh karena itu menurutnya, perlu diadakan pembaharuan dalam agama
untuk disesuaikan dengan bumi Turki.
Menurutnya, Islam adalah agama rasional
dan sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Tetapi agama rasional itu telah
dirusak oleh para ulama. Ajaran Islam memerlukan sekularisasi. Usaha
sekularisasinya berpusatpada upaya menghilangkan ulama dari kekuasaan Negara
dan politik. Yang difahami sebagai ulama adalah orang atau komunitas yang
menguasai syariat dan ajaran Islam serta menentukan masalah social, ekonomi,
hokum, politik, dan pendidikan). Menurut Attaturk, negara harus dipisahkan dari
agama. Inilah essensi dari sekularisasi.
Dengan pandangan Mustafa Kemal Attaturk
tersebut, ia berpendapat bahwa al-Quran perlu diterjemahkan ke dalambahasa
Turki, adzan dan khutbah menggunakan bahasa Turki. Madrasah yang sudah
ketinggalan zaman ditutup, digantikan oleh fakultas “Ilahiyah” yang mendidik
imam shalat, khatib-khatib, dan mengembangkan berbagai pembaharuan yang diperlukan.
Pendidikan agama dan bahasa Arab dihilangkan dari sekolah-sekolah. Nama-nama
orang Turki harus mengikuti nama-nama orang Eropa. Hukum syariat tentang
perkawinan diganti oleh hukum Barat (Swiss). Wanita mempunyai hak cerai yang
sama dengan kaum pria. Diadalkan hokum-hukum baru, seperti hukum dagang, hukum
pidana, hukum perdata, dan lain-lain yang diambil dari hkum-hukum Barat
(Musyrifah Sunanto, 2005: 306).[6]
C. Cakupan Bahasan
Sejarah Pemikiran Islam
Adapun cakupan bahasan Sejarah
Pemikiran Islam dapat diringkas berikut:
1. Sejarah Arab
sebelum Islam (Arab pra-Islam) mencakup:
a. Sistem
kepercayaan
b. Sistem
sosial dan politik
c. Sistem
keluarga
d. Sistem
ekonomi
e. Sistem
tanggung jawab
2. Sejarah
Pemikiran bidang sumber ajaran Islam (Al Qur'an dan Al Hadis)
a. Tipologi
penafsiran (juz'i, maudu'i dan kullî)
b. Pendekatan
studi; hermeneutik, content
c. Bidang hadis
1) Studi sanad
2) Studi matan
3. Sejarah
Pemikiran bidang teologi, kalam dan filsafat
a. Teologi
konvensional → Mu'tazilah, Jabariyah, Asy'ariyah
b. Teologi
kontemporer; multikultural, transformatif, demokrasi, dll.
4. Sejarah
Pemikiran bidang hk. Islam (ushul fiqh dan fiqh)
a. Epistemologi
hukum Islam konvensional[7]
b. Epistemologi
hukum Islam kontemporer
5. Sejarah
pemikiran bidang politik dan pemerintahan (ketatanegaraan)
a. Pemikiran
politik dan pemerintahan konvensional (1) sistem imamah dan (2) sistem khalifah
b. Pemikiran
politik dan pemerintahan kontemporer (1) hub masyarakat dan negara, (2) hub
natioan state dan Islamic state.
c. Model pemikiran
(1) teokrasi, (2) liberal/sekuler, dan (3) moderat
6. Sejarah
pemikiran bidang pendidikan
a. Epistemologi
dan kelembagaan pendidikan konvensional
b. Epistemologi
dan kelembagaan pendidikan kontemporer
7. Sejarah
pemikiran bidang tasauf dan tarikat
a. Tasauf dan
tarikat konvensional
b. Tasauf dan
tarikat kontemporer penekanan studi: (1) relevansi tasauf konvensional dengan
tuntutan modern, dan (2) mengapa di Indonesia bahasan tasauf sangat populer;
ada pengaruh usaha Belanda agar muslim Indonesia tetap tertinggal?
8. Pembaruan
pemikiran Islam di Mesir
Al-Afghani,
a. Gerakan
modernis, seperti Muhammad Abduh, dan Qosim Amin
b. Gerakan
fundamentalis, seperti Rasyid Rida, Hasan al-Banna, dan Sayyid Qutb
9. Pembaruan
pemikiran Islam di Turki
a. Gerakan
Turki Usmani oleh Sultan Salim III (1789-1807) dan Sultan Mahmud II (1785-1839)
b. Gerakan
Tanzimat oleh Mustafa Rasyid Pasya (1800), Mehmed Sadik Rifat Pasya
(1807-1856), Ali Pasya (1815-1871), Fuad Pasya (1815-1869)
c. Usmani Muda
oleh Ziya Pasya (1825-1880) dan Namik Kemal (1840-1880)[8]
d. Turki Muda
oleh Ahmed Riza (1859-1931), Mehmed Murad (1853-1912), pangeran Sabahuddin (1877-1948)
e. Tiga aliran
pembaruan, yakni: (1) barat, (2) Islam, dan (3) nasionalis
1) Barat oleh
Tewfik Fikret (1867-1951), Dr. Abdullah Jewdat (1869-1932),
2) Islam oleh
Mehmed Akif (1870-1936),
3) Nasionalis
oleh Zia Gokalp (1875-1924) dan
f. Mustafa
Kemal Attaturk (Bapak Turki)
10.Pembaruan
pemikiran Islam di Pakistan dan India
a. Gerakan
modernis seperti Sayyid Ahmad Khan dan Gerakan Aligharh, Amir Ali, Abul Kalam
A.
b. Gerakan
mujahidin, seperti Sayyid Ahmad Syahid, Maulvi Wilayat Ali, Maulvi Inayat Ali,
dan Maududi
11.Pembaruan
pemikiran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
a. Gerakan
formalistis, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majlis Mujahidin, Laskar
Jihad, dll.
b. Gerakan
substansial, seperti Muhammadiyah, NU, Persis, dll.
12.Pelaku Studi
Islam
a. Awal dan
Masa Kejayaan Muslim, yakni didominasi sarjana Muslim, ada juga sarjana
non-Muslim
b. Masa Islam
Runtuh studi Islam berjalan di dunia Muslim dan dunia non-Muslim, ada dominasi
non-Muslim, dan ada sarjana Muslim
c. Masa
kontemporer dapat dikelompokkan menjadi periode sebelum 11 September 2000 dan
setelah 11 September 2001.
13.Pemikiran
Islam bidang HAM, Gender, Pluralisme, Multikulturalisme, Civil Society, dll.[9]
14.Metode studi
Islam
a. Konvensional
bersifat Parsial; berdiri sendiri dan hanya menggunakan satu pendekatan
b. Kontemporer
bersifat integratif dan interdiscipliner.[10]
BAB III
Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Hamid,
Hamdani.2012.Pemikiran Modern Dalam Islam.Jakarta Pusat:Direktorat
Jenderal Pendidikan Agama Islam.
Kurniawan,Alif
Dkk.2014.Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam.Yogyakarta:Qoulun
Pustaka.
[1] DRS. HAMDANI
HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 17
[2] DRS. HAMDANI
HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 18
[3] DRS. HAMDANI
HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 19
[4] DRS. HAMDANI
HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 20
[5] DRS. HAMDANI HAMID, M.A., Pemikiran Modern
Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kemenag,2012) hal 21
[6] DRS. HAMDANI
HAMID, M.A., Pemikiran Modern Dalam Islam, cetakan ke-2, (Jakarta,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag,2012) hal 22
[7] Muh.Alif
Kurniawan, dkk, Sejarah pemikiran peradaban islam Dari masa klasik, Tengah,
hingga modern, Cetakan I,Januari 2014, hal ix
[8] Muh.Alif
Kurniawan, dkk, Sejarah pemikiran peradaban islam Dari masa klasik, Tengah,
hingga modern, Cetakan I,Januari 2014, hal x
[9] Muh.Alif
Kurniawan, dkk, Sejarah pemikiran peradaban islam Dari masa klasik, Tengah,
hingga modern, Cetakan I,Januari 2014, hal xi
[10] Muh.Alif
Kurniawan, dkk, Sejarah pemikiran peradaban islam Dari masa klasik, Tengah,
hingga modern, Cetakan I,Januari 2014, hal xii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar