BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-Qur’an
merupakan mukjizat terbesar dalam sejarah ke-Rasulan Nabi Muhammad Saw. telah
terbukti mampu menampakkan sisi kemukjizatannya yang luar hiasa, bukan hanya
eksistensinya yang tidak pernah rapuh oleh tantangan zaman, tetapi Al-Qur’an
selalu mampu membaca setiap detik perkembangan zaman, sehingga membuat kitab
suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. ini sangat absah menjadi
referensi kehidupan umat manusia. Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang
moralitas universal kehidupan dan masalah spiritualitas, tetapi juga menjadi
sumber ilmu pengetahuan manusia yang unik dalam sepanjang kehidupan umat
manusia. Al-Qur’an bagi kaum muslimin adalah verbun dei (kalamullah)
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad, Nabi yang ummi melalui perantara Jibril
selama kurang lebih dua puluh tiga tahun lamanya.
Proses
penurunan wahyu dalam kurun waktu tersebut, dilakukan dengan cara bertahap
sesuai dengan kebutuhan sosial masyarakat pada masa Nabi, sehingga terangkum
menjadi 30 juz, 114 surat dan 6666, ayat. Pendapat lain Al-Qur’an adalah 6216.
Sebagai firman Allah SWT, Al-Qur’an merefleksikan firman-Nya yang memuat
pesan-pesan ilahiyah untuk umat manusia. Para Proses penurunan wahyu dalam
kurun waktu tersebut, dilakukan dengan cara bertahap sesuai dengan kebutuhan
sosial masyarakat pada masa Nabi, sehingga terangkum menjadi 30 juz, 114 surat
dan 6666 ayat. Pendapat lain Al-Qur’an adalah 6216. Sebagai firman Allah,
Al-Qur’an merefleksikan firman-Nya yang memuat pesan-pesan ilahiyah untuk umat
manusia. Para pembaca Al-Qur’an masih melakukan kerja-kerja penafsiran yang
menemukan pesan ideal Allah di balik ayat tersurat. Al-Qur’an artinya, tanpa
ada upaya menemukan pesan tersebut, Al-Qur’an hanya akan menjadi rangkaian ayat
yang terdiam, karena Al-Qur’an yang berwujud musnaf dan tidak lebih dari
kumpulan huruf-huruf yang tidak akan mampu memberikan makna apaapa, sebelum
diajak berbicara.4 Hal ini merupakan konsekuensi rasional dari asumsi bahwa
Al-Qur’an dalam pandangan kaum hermeneutis merupakan teks diam dan tidak bisa
berbicara dengan sendirinya. Sementara Al-Qur’an dibutuhkan untuk bisa
berbicara guna menjawab setiap perjalanan zaman. Dalam pemahaman ini,
penafsiran Al-Qur’an merupakan keniscayaan dan suatu kemestian keberadaannya
sebagai bagian ijtihad untuk memahami kandungan makna-makna firman Ilahiyah.
Upaya menemukan makna ideal di balik suratan ayat Al-Qur’an tersebut
membutuhkan kerja-kerja penafsiran yang-total, karena kehadiran Al-Qur’an yang
tersurat sangat membutuhkan penginterpretasian dalam rangka untuk kemashlahatan
umat manusia sebagai hidayah yang terkandung di dalamnya. Allah sepertinya memberikan kesempatan
kepada umat manusia untuk menginterpretasikan isi Al-Qur’an sesuai dengan
kemampuannya, dengan tetap berpijak pada visi dasar Al-Qur’an sebagai rahmatan
lil alamin. Dalam pengertian tersebut, di sinilah sangat urgennya kajian Ulumul
Qur’an dipelajari, dipahami, dan diimplementasikan dalam format pola kerja
tafsir.Oleh karena itu Islam, Al-Qur’an dan penafsiran merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan. Dalam istilah Edward W. Said, tidak akan ada Islam
tanpa Al-Qur’an sebaliknya, tidak akan ada Al-Qur’an tanpa Muslim yang
membacanya, menafsirkannya, mencoba menerjemahkannya ke dalam adat istiadat
realitas-realitas sosial. Namun dalam hal ini menurut hemat penulis perlu
diperhatikan persyaratan-persyaratan dalam proses penafsiran supaya
meminimalisir penyimpangan dalam menginterpretasikan ayat-ayat Al-Qur’an.
Munculnya
berbagai model dan metode penafsiran terhadap Al-Qur’an dalam sepanjang sejarah
umat Islam merupakan salah satu bentuk upaya membuka dan menyingkap pesan-pesan
teks secara optimal sesuai dengan kemampuan dan kondisi sosial sang mufasir.
Oleh karena itu, kompetensi para penafsir (pemahaman Al-Qur’an) menentukan
hasil pemahamannya. Hasil pemahaman terhadap Al-Qur’an ini, dapat ditentukan
oleh pengaruh kecenderungan pribadi
serta perangkat pemahaman yang dimilikinya (thaboqat al Basyar. Al-Qur’an sebagai
pedoman hidup bukan hanya pada tahu dan paham tentang isi dari kandungannya
namun juga pada pengetahuan dan pemahaman cara mengkaji Al-Qur’an terebut.
Sehingga pemahaman terhdap Al-Qur’an bukan sebatas materi saja, tetapi
berlanjut pada tahap pengkajian terhadap Al-Qur’an itu sendiri termasuk
mendalami ilmu-ilmu yang melandasi dalam penafsiran Al-Qu’an. Sehingga dengan
demikian akan melahirkan sebuah pengetahuan ilmu tafsir Al-Qur’an. Al-Qur’an
sebagai lentera kehidupan umat islam memiliki kesucian, keaslian, dan keluasan
pembahasan yang tidak pernah kering, bahkan tidak terbantahkan lagi seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Eksistensi Al-Qur’an
diturunkan Allah sebagai wahyu nya kepada Nabi Muhammad SAW yang berbentuk
mushaf memilik dinamika yang sangat menarik dan kompleks untuk dipelajari dan
diamalkan menjadi penuntun kepada umat manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetian Ulumul Qur’an
Ulumul
Qur’an adalah sejumlah pengetahuan (ilmu) yang berkaitan dengan Al-Qur’an baik
secara umum seperti ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, dan secara khusus
adalah kajian tentang Al-Qur’an seperti sebab turunnya Al-Qur’an, Nuzul
Al-Qur’an, nasikh Mansukh, I’jaz, Makki Madani, dan ilmu-ilmu lainnya. Ulumul
Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata penyusun, yaitu
‘Ulum dan Al-Qur’an. Kata ‘Ulum sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilm.
‘Ulum berarti al-fahmu wa al-ma’rifat (pemahaman dan pengetahuan). Sedangkan,
‘Ilm yang berarti al-fahmu wa al-idrak (paham dan menguasai)1. Sebelum
melangkah ke pengertian Ulumul Qur’an, perlu terlebih dahulu mengetahui apa
hakikat dari al-Qur’an itu sendiri. Kata al-Qur'an berasal dari bahasa Arab
merupakan akar kata dari qara’a (membaca). Pendapat lain bahwa lafal al-Quran
yang berasal dari akar kata qara'a juga memiliki arti al-jam'u (mengumpulkan
dan menghimpun). Jadi lafal qur’an dan qira'ah memiliki arti menghimpun dan
mengumpulkan sebagian huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.
Pengertian al-Qur’an menurut Quraish Shihab secara harfiah berarti bacaan
sempurna, al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Makna al-Qur’an sebagai
bacaan sesuai dengan firman Allah. Dalam QS. Al-Qiyamah/75; 17-18. Artinya;
“sesungguhnya kami yang akan membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.
Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.’’ Dalam
ayat tersebut bacaan merujuk kepada Al-Qur’an. Adapun secara terminiologi, Al-Qur’an
didefinisikan menurut para ulama sebagai berikut:
1.
Muhammad
‘Abd al-azim al-arzaqani memberikan pengertian sebagai berikut Al-Qur’an adalah
firman Allah SWT, yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang tertulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir yang
merupakan ibadah bagi yang membacanya.
2.
Imam
Jalal al-Din al-Suyuthi mengemukakan definisi al-Qur’an ialah firman Allah swt.
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai mukjizat, walaupun hanya
dengan satu surah daripadanya.
3.
Mardan
mendefinisikan al-Qur’an yang lebih luas, ia mendefinisikan alQur’an yaitu
firman Allah swt. yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para
nabi dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril as., yang tertulis dalam mushaf
disampaikan secara mutawatir yang dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya,
yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan ditutup dengan surah al-Nas.
4.
Muhammad
‘Abd al-Rahim mengemukakan bahwa al-Qur’an adalah kitab samawi yang diwahyukan
Allah Swt. kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. penutup para nabi dan rasul melalui
perantaraan Jibril yang disampaikan kepada generasi berikutnya secara mutawatir
(tidak diragukan), dianggap ibadah bagi orang yang membacanya. Berdasarkan
definisi tersebut diperoleh unsur-unsur penting yang tercakup definisi
al-Qur’an yaitu:
a.
Firman
Allah SWT. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
b.
Diturunkan
melalui perantaraan malaikat Jibril as
c.
Diterima
secara mutawatir
d.
Ditulis
dalam sebuah mushaf
e.
Membacanya
bernilai ibadah
f.
Sebagai
bentuk peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum yang digunakan umat manusia
untuk sebagai pedoman untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.
B. Ruang Lingkup dan Pokok Bahasan Ulumul
Qur’an
Ulumul
Qur’an sebagaimana disebutkan di atas mempunyai ruang lingkup pembahasan yang
amat luas, meliputi semua ilmu yang ada hubungannya dengan Al-Qur’an, baik
berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab,
seperti ilmu Balaghah dan ilmu I’rab Al-Qur’an. Ilmu-ilmu yang disebutkan dalam
beberapa definisi di atas hanyalah sebagian dari pembahasan pokok Ulumul
Qur’an, karena selain itu masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di
dalamnya, seperti ilmu Fawatih al-Suwar, ilmu Rasm Al-Qur’an, ilmu Amtsal
Al-Qur’an, ilmu Aqsam Al-Qur’an, ilmu Qashash Al-Qur’an, ilmu Jidal Al-Qur’an,
ilmu Gharib Al-Qur’an, ilmu Badai’ Al-Qur’an, ilmu Tanasub ayat Al-Qur’an, ilmu
Adab Tilawah Al-Qur’an dan sebagainya. Bahkan menurut Ramli Abdul
Wahidl.Sebagian ilmu ini masih dapat dipecah kepada beberapa cabang dan macam
ilmu yang masing-masing mempunyai objek kajian tersendiri. Setiap objek dari
ilmu-ilmu ini menjadi ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an. Kajian Ulumul
Qur’an ini ddemikian luasnya, sehingga sebagian ulama menganggapnya tak
terbatas.Al-Sayuthi memperluasnya sehingga memasukkan astronomi, ilmu ukur,
kedokteran dan sebagainya ke dalam kajian Ulumul Qur’an mengutip pendapat Ibn
a1-Araby tentang hal ini sebagai berikut:
“Ulumul
Qur’an meliputi jumlah 77450 ilmu. Hal itu menurut perhitungan jumlah kalimat
yang ada dalam Al-Qur’an di kala tempat, karena setiap kalimat mengandung makna
dzahir, batin, terbatas dan tak terbatas. Itu di lihat dari jumlah mufradatnya,
namun jika dilihat dari sudut kaitan-kaitan susunan kalimat, maka bilangan
Ulumul Qur’an tak terhingga. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya”. Objek
materi ilmu ini adalah Al-Qur’an dari segi-segi yang beraneka macam di atas.
Ilmu Qira’at misalnya, objek pembahasannya adalah Al-Qur’an dari segi lafazh
dan cara pengucapannya. Ilmu tafsir objek pembahasannya Al-Qur’an dari segi
pemahaman maknanya.
Ulumul
Qur’an berbeda dengan suatu ilmu yang merupakan cabang dari padanya, misalnya
Ilmu Tafsir yang menitikberatkan pembahasannya pada penafsiran ayat-ayat
Al-Qur’an. Karena itu ilmu ini diberi nama Ulumul Qur’an dengan bentuk jamak,
bukan ilmu Al-Qur’an dengan bentuk mufradUlumul Qur’an berbeda dengan suatu
ilmu yang merupakan cabang dari padanya, misalnya Ilmu Tafsir yang
menitikberatkan pembahasannya pada penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Karena itu
ilmu ini diberi nama Ulumul Qur’an dengan bentuk jamak, bukan ilmu Al-Qur’an
dengan bentuk mufrad.
Ruang
lingkup pembahasan Ulumul Qur’an pada dasarnya luas dan sangat banyak karena
segala aspek yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik berupa ilmu agama seperti
tafsir, ijaz, dan qira'ah, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu balaghah
dan ilmu irab alQur’an adalah bagian dari Ulumul Qur’an. Di samping itu, banyak
lagi ilmu-ilmu yang terangkum di dalamnya. As-Suyuthi dalam kitab al-Itqan
misalnya, menguraikan sebanyak 80 cabang Ulumul Qur’an. Dari tiaptiap cabang
terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Bahkan menurut Abu Bakar Ibn al-Arabi
sebagaimana dikutib as-Suyuthi, Ulumul Qur’an itu terdiri dari 77.450 cabang
ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Qur’an,
dimana tiap kata dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung
makna dzahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Namun, menurut Hasbi
ashShidiqie (1904-1975 M), berbagai macam pembahasan Ulumul Qur'an tersebut
pada dasarnya dapat dikembalikan kepada beberapa pokok bahasan saja antara
lain:
1.
Nuzul.
Aspek ini membahas tentang tempat dan waktu turunnya ayat atau surah al-Qur’an.
Misalnya: makkiyah, madaniyah, safariyah, hadhariah, nahariyah, syita'iyah,
lailiyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang
menyangkut asbab an-nuzul dan sebagainya.
2.
Sanad.
Aspek ini meliputi hal-hal yang membahas sanad yang mutawatir, syadz, ahad,
bentuk-bentuk qira'at (bacaan) Nabi, para penghapal dan periwayat al-Qur’an,
serta cara tahammul (penerimaan riwayat).
3.
Ada’
al-Qira'ah. Aspek ini menyangkut tata cara membaca
al-Qur'an seperti waqaf, ibtida', madd, imalah, hamzah, takhfif, dan idgham.
4.
Aspek
pembahasan yang berhubungan dengan lafazh al-Qur’an, yaitu tentang gharib,
mu'rab, musytarak, majaz, muradif, isti'arah, dan tasybih.
5.
Aspek
pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, misalnya ayat yang
bermakna 'amm dan tetap dalam keumumannya, ‘amm yang dimaksudkan khusus, 'amm
yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zhahir, mujmal, mufashshal, mafhum,
manthuq, muthlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh,
mu'akhar, muqaddam, ma'mul pada waktu tertentu, dan ma'mul oleh seorang saja.
6.
Aspek
Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan lafazh, yaitu fashl, washl,
ithnab, ijaz, musawah, dan gashr. Dari penjelasan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa secara garis besar pokok bahasan Ulumul Qur'an terbagi menjadi
dua aspek utama, yaitu: Pertama, ilmu yang berhubungan dengan riwayat
semata-mata, seperti ilmu yang mempelajari tentang jenis-jenis bacaan
(qira'at), tempat dan waktu turun ayatayat atau surah al-Qur’an
(makkiah-madaniah), dan sebab-sebab turunnya alQur’an (asbab an-nuzul). Kedua,
yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan
jalan penelaahan secara mendalam, misalnya pemahaman terhadap lafazh yang
gharib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum.
C. Urgensi Mempelajari Ulumul Qur'an
Ulumul
quran sebagai dari ilmu yang memiliki koelasi positif dengan Al-Quran memiliki urgensi
yang sangat penting untuk mempelajarinya, diantaranya adalah:
1.
Untuk
memahami kandungan kalamullah yaitu al-Quran.
2.
Untuk
mengetahui cara dan gaya serta methode yang digunakan oleh para musafir dalam
menafsirkan al-Quran disertai dengan penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir
kenamaan dan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
3.
Untuk
mengetahui persyarata-persyaratan dalam menafsirkan al-Quran.
Oleh karena itu, dengan
mempelajari ulumul quran seseorang diharapkan dapat memahami, menafsirkan dan
menerjemahkan al-quran dan mempertahankan kesucian dan kebenaran al-Quran.
Begitu pentingnya mempelajari ulumul quran, sehingga az-Zarqoni mengibaratkan
ulumul quran, sebagai anak kunci bagi para mufasir sehingga sehingga Manna’
Khalil al-Qattan menyebutnya dengan istilah ushul tafsir (dasar-dasar tafsir).
Karena yang dikaji adalah yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang
harus diketahui oleh seoarang mufassir sebagai sandaran dalam memahami
makna-makna yang tersurat maupun yang tersirat dalam al-Quran dan sebagai salah
satu cara dalam menggali ajaran-ajaran yang masih terpendam, menangkap
isyarat-isyarat dan makna yang tersembunyi, menafsirkan al-quran serta
menjadikanya sebagai legislasi al-Quran.
Pembahasan tentang
ulumul quran adalah meliputi semua ilmu yang berkaitan dengan al-Quran itu
sendiri, yaitu berupa ilmu tentang asbabun nuzul, urutan-urutan pengumpulanya,
penulisanya, qiraatnya, tafsirnya, kemukjizatanya, nasikh dan manshuknya,
ayat-ayat makiyah dan madaniyah, ayat muhkam dan mutasyabih, ilmu gharib
al-Quran, ilmu bada’ al-Quran, ilmu tansabul ayat al-Quran, aqsam al-quran,
amtsal al-Quran, ilmu jidal al-Quran, ilmu adabul tilawah al-Quan dan
sebagainya.
Manfaat, urgensi dan
tujuan mempelajari Ulumul Qur’an:
1.
Menambah
khazanah ilmu pengetahuan yang penting yang berkaitan dengan al-Quran al-Karim.
2.
Membantu
umat Islam dalam memahami al-Qur’an dan menarik (istinbath) hukum dan adab dari
al-Qur’an, serta mampu menafsirkan ayat-ayatnya.
3.
Mengetahui
sejarah kitab al-Qur’an dari aspek nuzul (turunnya), periodenya,
tempat-tempatnya, cara pewahyuannya, waktu dan kejadian-kejadian yang
melatar-belakangi turunnya al-Qur’an.
4.
Menciptakan
kemampuan dan bakat untuk menggali pelajaran, hikmah dan hukum dari al-Qur’an
al-Karim.
5.
Sebagai
senjata dan tameng untuk menangkis tuduhan dan keraguan pihak lawan yang
menyesatkan tentang isi dan kandungan dari al-Qur’an.
Letak urgensi dalam
mempelajari Ulumul Qur’an yaitu pemahaman yang baik terhadap Ilmu ini merupakan
neraca yang sangat akurat dan dapat dipergunakan oleh mufassir dalam memahami
firman Allah dan mencegahnya secara umum untuk melakukan kesalahan dan
kedangkalan dalam tafsir al-Qur’an Ulumul Qur’an sangat erat kaitannya dengan
ilmu tafsir. Seseorang tidak akan mungkin dapat menafsirkan al-Qur’an dengan
benar dan benar tanpa mempelajari Ulumul Qur’an. Sama halnya dengan posisi dan
urgensi ilmu nahwu bagi orang yang mempelajari bahasa Arab agar terhindar dari
kesalahan berbahasa baik lisan maupun dalam konteks tulisan. Sebagaimana
pentingnya ushul fiqhi dan gawa'id fiqhiyah bagi ilmu fiqhi, dan ilmu
mushthalah hadis sebagai alat untuk mengkaji hadis Nabi Saw. Tujuan utama
Ulumul Qur’an adalah untuk mengetahui arti-arti dari untaian kalimat al-Qur’an,
penjelasan ayat-ayatnya dan keterangan makna-maknanya dan hal-hal yang samar,
mengemukakan hukum-hukumnya dan selanjutnya melaksanakan tuntunannya untuk
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulumul
Qur’an adalah sejumlah pengetahuan (ilmu) yang berkaitan dengan al-Qur’an baik
secara umum seperti ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, dan secara khusus
adalah kajian tentang al-Qur’an seperti sebab turunnya al-Qur’an, Nuzul
al-Qur’an, nasikh mansukh, I’jaz, Makki Madani, dan ilmu-ilmu lainnya. Secara
garis besar, pokok bahasan Ulumul Qur'an terbagi menjadi dua aspek utama,
yaitu: Pertama, ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata mata, seperti ilmu
yang mempelajari tentang jenis-jenis bacaan (qira'at), tempat dan waktu turun
ayat-ayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah), dan sebab sebab turunnya
al-Qur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah,
yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, misalnya
pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat
yang berkaitan dengan hukum. Sedangkan
tujuan utama Ulumul Qur’an adalah untuk mengetahui arti-arti dari untaian
kalimat al-Qur’an, penjelasan ayat-ayatnya danketerangan makna-maknanya dan
hal-hal yang samar, mengemukakan hukum hukumnya dan selanjutnya melaksanakan
tuntunannya untukmemperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Saran
Sebagai
umat Islam kita harus memperdalam lagi pengetahuan tentang Al-Qur’an. Karena
pada zaman modern ini banyak sekali masyarakat yang belum mengetahui tentang
Al-Qur’an.
Semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan inspirasi
sehingga ada yang meneruskan karya ini kea rah yang lebih baik, lebih detail,
dan lebih akurat dari yang telah ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah,
Mawardi. 2014. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Abdurahman,
Hafidz. 2003. Ulumul Qur’an Praktis. Bogor: CV IDeA Pustaka Utama
Fatmawati,
Gusnawati, dkk. 2014. ‘Ulumul Qur’an. Gowa: Pustaka Almaida
Mukkarromah,
Oom. 2013. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Ahmad,
Abubakar. Modul I Pembelajaran Ulumul Qur’an. UIN Alauddin Makassar. (http://www.ulumulquranab.com/2018/11/modul-ulumulquran.html).
Diakses pada 20 Maret 2022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar