KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul Tafsir Bil-Ma’Tsur ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Minggu, 5
Juni 2022
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dari Tafsir bi al-Riwayah (bi
al-Ma’tsur)
B. Pembagian Tafsir bi al-Riwayah (bi
al-Ma’tsur)
C. Beberapa Kitab Tafsir Bi al-Ma’tsur
D. Beberapa Kelemahan Tafsir Bi al-Ma’tsur
E. Pandangan Ulama Tentang Status Tafsir Bi al-Ma’tsur
F. Beberapa
Keistimewaan Tafsir Bi al-Ma’tsur
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Ketika Al-Qur'an diturunkan, kemudian
Rasulullah SAW, memberikan penjelasan kepada para sahabat tentang arti dan
kandungannya, khususnya menyangkut ayat ayat yang tidak dipahami atau ayat yang
samar-samar artinya. Hal ini berlangsung sampai wafatnya Rasullah Saw.
Setelah wafat Rasulullah, para sahabat,
mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan
seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab, dan Ibnu Mas'ud.
Sementara sahabat ada pula menanyakan beberapa masalah. Kususnya sejarah Nabi
atau kisah-kisah yang tercantum kedalam al-Qur'an, kepada tokoh-tokoh ahlul
kitab yang telah memeluk agama Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka'ab
al-Ahbar, dan lain-lain. Inilah yang merupakan benih lahirnya Isra'lliyyat.
Disamping itu para tokoh tafsir, dari
golongan sahabat yang disebutkan, mempunyai murid-murid dari para tabi'in,
khususnya di kota-kota tempat mereka tinggal. Sehingga lahirlah tokoh-tokoh
tafsir baru dari kalangan tabi'in di kota-kota tersbut. Gabungan dari tiga
sumber diatas, yaitu penafsiran Rasullah Saw, penafsiran sahabat-sahabat serta
penafsiran tabi'in, dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai Tafsir
bil-Ma'tsur.
Mengingat pada zaman modern ini
perkembangan IPTEK semakin pesat dan globalisasi tidak dapat dihindarkan, maka
sangat perlu adanya berbagai macam metode penafsiran yang bisa dijadikan
alternatif untuk memahami al-Qur'an secara kontekstual. Oleh karena itulah,
sangat perlu kiranya dipahami salah satu corak penafsiran yang bersandar pada
riwayat dengan nama Tafsir bil-Ma'tsur ini.
- Rumusan Masalah
1) Jelaskan pengertian dari Tafsir bi
al-Riwayah (bi al-Ma’tsur)?
2) Jelaskan pembagian Tafsir bi al-Riwayah
(bi al-Ma’tsur)?
3) Sebutkan beberapa Kitab Tafsir
Bil-Ma’Tsur?
4) Sebutkan beberapa Kelemahan Tafsir
bil-Ma’tsur?
5) Bagaimanakah Pandangan Ulama Tentang
Status Tafsir Bil-Ma’Tsur?
6) Sebutkan beberapa Keistimewaan Tafsir
Bil-Ma’Tsur?
- Tujuan
1) Dapat mengetahui pengertian dari Tafsir
bi al-Riwayah (bi al-Ma’tsur).
2) Dapat mengetahui pembagian Tafsir bi
al-Riwayah (bi al-Ma’tsur).
3) Dapat mengetahui beberapa Kitab Tafsir
Bil-Ma’Tsur.
4) Dapat mengetahui beberapa Kelemahan
Tafsir bil-Ma’tsur.
5) Dapat mengetahui Pandangan Ulama Tentang
Status Tafsir Bil-Ma’Tsur.
6) Dapat mengetahui beberapa Keistimewaan
Tafsir Bil-Ma’Tsur.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tafsir bi al-Riwayah (bi al-Ma’tsur)
Tafsir
bi al-riwayah (bi al-matsur) adalah penafsiran Al-Qur’an melalui al-Qur’an itu
sendiri, melalui hadits dan melalui perkataan shahabat.
Adapun
tafsir yang datang dari tabi'in, para ulama berbeda pendapat, ada yang menggolongkan
ke dalam tafsir bi al-ma’tsur dan ada pula yang yang menolak. Di antara ulama
yang menerima adalah al-Dhahhak ibn al-Muzahim dan Ikrimah. Sedangkan diantara
ulama yang menolak adalah Ibnu Syaibah dan Ibnu Aqil.
B.
Pembagian Tafsir bi al-Riwayah (bi al-Ma’tsur)
Tafsir
bi al-riwayah (bi al-matsur) dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
a. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.
Maksudnya,
sebagaian ayat al-Qur’an menafsirkan ayat al-Qur’an yang lainnya.
Contohnya:
“Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
(diterangkan) kepadamu.” (QS. Al-Haj: 30)
Ayat ini ditafsirkan
dengan ayat:
“Di haramkan bagimu (memakan)
bangkai, darah daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah.” (QS.Al-Maidah: 3)
b. Tafsir Al-Qur'an dengan Hadits
Maksudnya, ayat-ayat al-Qur'an ditafsirkan
oleh hadits.
Contohnya:
“Bukan
jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.”
(QS.Al- Fatihah: 7)
Ayat ini
ditafsirkan dengan hadits:
Rasulullah
bersabda “Yang dimaksud dengan ‘al
maghdlub (orang-orang yang dimurkai Allah)’' adalah orang orang Yahudi,
sedangkan yang dimaksud ‘al-dlaalliin (orang orang yang tersesat)’' adalah
orang-orang Nasrani.”
c.
Tafsir
Al-Qur'an dengan perkataan shahabat
Maksudnya, ayat-ayat Al-Qur'an
ditafsirkan dengan penjelasan shahabat. Karena para shahabat telah hidup
bersama Rasulullah dan dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui kandungan
al-Qur'an. Contohnya: Surat al-Nashr ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan ke
dekatan ajal Rasulullah.
C.
Beberapa
Kitab Tafsir Bil-Ma’Tsur
·
Jami’al
– Bayyan fi Tafsir Qur’an
Pengarangnya adalah Abu
Ja’far Abu Muhammad bim Jarir at Thabari, lahir di Amjul Thabaristan 224 H,
wafat di Baqdad 310 H. Kitabnya termasuk kitab tafsir dengan Ma’tsur yang
paling agung, paling banyak mencakup pendapat para sahabat dan tabiiin serta
dianggap sebagai pedoman pertama bagi mufasirin. Beberapa keistimewaan dalam
tafsir ini adalah:
a.
Berpengang pada asar berupa hadist,sasahabat dan tabi’in
b.
Senantiasa menyebutkan sanad dan pendapat yang diriwayatkan
c.
Memaparkan ayat-ayat yang nasikh dan mansukh serta menjelaskan hadist yang
shahih dan dha’if
d.
Menyebutkan segi I’raf (uraian kalimat) dan pengistimbata hukum dari ayatayat
Al-Qur’an.
Kitab ini juga
diupayakan untuk dikoreksi oleh para mupasir lain untuk kesempurnaannya.
(Ar-Rumi, 1999: 204).
·
Tafsir
al- Al-Qur’an Azhim
Tafsir ini dikarang
oleh Abu Al-Fidha Imaduddin bin Amer bin Katsir adDimasyqi, lahir di Busro
Syam, tahun 700 H. Tafsir ini termasuk tafsir yang terkenal sebagai tafsir
bil-Ma’tsur dan memdapat tempat kedua sebagai tafsir Thabari.
·
Ad-Darul
Mantsur Tafsiril Ma-tsur
Pengarang tafsir ini
adalah imam AlHafidz Jamaluddin Abdul Fald Abdurrahman ibnu Abu Baqar Muhammad
AlSayuthi Asy-Shafi’i. Beliau lahir pada tahun 489 H, dan wafat tahun 911 H.
·
Ma’alimut
Tanziil.
Pengarangyan adalah
imam AlHusein ibnu Masud bin Muhammad Baqhawi, seorang ahli fiqih mefasir dan
ahli Hadist yang dikenal dengan gelar penghidup sunnah dan agama. Beliau wafat
pada tahun 510 H. kitab tafsir ini digolongkan pada kitab tafsir menengah.
Didalanya banyak dikutif pendapat para kitab sahabat dan tabi’in orang-orang
yang sesudah mereka.
D.
Beberapa Kelemahan Tafsir bil-Ma’tsur
Penafsiran Al-Qur’an dengan sebagiannya
dan penafsiran Al-Qur’an dengan Hadist sahih yang disampaikan kepada Rasulullah
Saw, maka tidak diragukan lagi bisa di terima dan tidak ada perbedaan, ia
merupakan tinggkat tafsir tertinggi. Adapun penafsiran Al-Qur’an dengan Ma’stur
dari para sahabat dan tabi’in terdapat kelemahan-kelemahannya:
·
Terjadinya
campur baur antara yang sahih dan tidak sahih dan banyak pendapat yang
dihubungkan kepada sahabat dan tabi’in, tanpa ada isnad dan penelitian yang
mengakibatkan campurannya kebenaran dan kebatilan.
·
Riwayat-riwayat
tersebut penuh dengan cerita-cerita Israiliyat yang memuat banyak kurafat yang
bertentangan dengan aqidah Islam. Hal itu sengaja disusupkan kepada kaum
muslimin dari ahlul kitab.
·
Sebagian
majhab memutarbalikkan beberapa pendapat. Mereka berbuat kebatilan, lalu
menyandarkannya kepada sebahagaian para sahabat seperti para ulama Syi’ah.
·
Sesungguhnya
musuh-musuh Islam dari golongan kafir zindiq bersembinyi dibelakang para
sahabat, maka perlu adanya penelitian yang sungguh-sungguh terhadap
pendapat-pendapat yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.
E.
Pandangan Ulama Tentang Status Tafsir Bil-Ma’Tsur
Para
ulama sepakat bahwa tafsir bilMa’stur, terutama tafsir Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an dan tafsir Al-Qur’an dengan as sunnah al shahibah, bisa diterima
sebagai hujjah sebab tidak mengandung titik kelemahan ataupun keraguan, namun
bila tafsir Al-Qur’an itu menggunakan asasunnah dengan sanad, riwayat atau
matan yang salah, maka tafsirannya tidak bisa diterima.
Sedangkan
tafsir Al-Qur’an dengan riwayat sahabat dan tabi’in, maka para ulama tidak
sepakat menerima karena didalamnya terdapat cacat dan kelemahan yang harus
diperhatikan. Menurut AlDzahabi, setidaknya ada tiga sebab maksudnya cacat dan
kelemahan ke dalam tafsiran para sahabat dan tabi’in.
1. Banyaknya tafsiran palsu yang
dinisbatkan kepada mereka.
2. Masuknya isra’iliyat.
3. Dihapuskan sistim isnad sehingga
tidak lagi diketahui dari siapa tafsiran itu diriwayatkan.
Tafsir
palsu terjadi anatara lain adanya fanatisme golongan. Untuk memperkuat status
golongannya mereka membuat tafsir Al-Qur’an yang dinisbahkan kepada Nabi melalui
para sahabat dekat mereka. Golongan syi’ah menisbatkan tafsir AlQur’an kepada
Rasulullah melalui para imam ahlil bait, khawarij menisbahkannya kepada para
sahabat mereka, dan begitu pula golongan as-sunnah.
Tafsir
yang paling banyak dipalsukan adalah tafsir Ali bin Abi-Thalib dan ibnu abbas adalah
bapak khalifah dari Bani Abbas. Dengan membuat tafsir yang dinisbatkan kepada
mereka maka tafsir itu akan diterma sebagai hujjah.
Sebagai
contoh adalah adanya, dua tafsir yang saling bertentangan tetapi keduanya
dinisbatkan kepada Ibnu Abbas yaitu anak (korban yang akan disembelih Ibrahim).
Pada suatu riwayat anak itu adalah Ismail, tetapi anak itu adalah Ishaq (Ibn
Khaldun, 1991: 439)
Maksut
isra’iliyat kedalam tafsiran sahabat dan tabi’in menyebabkan terjadinya titik
lemah tafsir bil Ma’tsur. Kecendrungannya memasukkan riwayat-riwayat
isra’iliyat kedalam tafsir Al-Qur’an itu menurut Ibn Khaldun antara lain
disebabkan karena kebanyakan bangsa Arab waktu itu bukanlah para ahli kitab dan
ahli ilmu. Mereka masih banyak diliputi kebodohan dan masih banyak buta huruf,
itulah ketika mereka ingin mengetahui secara rinci tentang sebab asal mula
kejadian, tentang rahasia alam dan lain-lainnya, kepada ahli kitab dari kaum
Yahudi atau Nasrani. Padahal pengetahuan para ahli kitab itu sendiri kebanyakan
hanya sebatas pengetahaun secara pasti diketahui berdasarkan kitab suci mereka.
Para mufasir kemudian menjadikan cerita-cerita mereka sebagai tafsir Al-Qur’an.
Orang
Yahudi mempunyai pengetahuan keagamaan yang bersumber dari Taurat dan orang
Nasranipun mempunyai pengetahuan keagmaan yang bersumber dari Injil. Cukup
banyak orang Nasrani dan Yahudi yang bernaung dibawah panjipanji Islam sejak
Islam lahir, sedang mereka tetap memelihara baik pengetahuan keagamaannya itu.
Sementara
itu Al-Qur’an bayak mencakup hal-hal yang terdapat dalam Taurat dan Injil,
khususnya yang berhubungan dengan kisah para Nabi dan berita ummat terdahulu.
Namun dalam AlQuran kisah-kisah itu hanya dikemukakan secara singkat menitik
beratkan pada aspek-aspek nasehat dan pelajaran, tidak mengungkapkan secara
rinci dan mendetail seperti pristiwa, nama-nama negeri dan nama-nama pribadi.
Ketika
ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan keagamaan mereka berupa
cerita dan kisahkisah keagamaan. Dan disaat membaca kisah-kisah dalam Al-Qur’an
terkadang mereka paparkan rincian kisah itu yang terdapat dalam kitab-kitab
mereka. Adalah para sahabat menaruh atensi terhadap kisah-kisah mereka bawakan,
sesuai pesan Rasulullah.
Berita-berita
yang diceritakan ahlil kitab yang masuk Islam itu adalah Isra’-iliyyat,
mengingat bahwa yang paling dominan adalah pihak Yahudi (Bani Israil), bukan
pihak Nasrani. Sebab penukilan dari orang Yahudi lebih banyak jumlahnya Karena
percampuran mereka dengan kaum muslilmin telah dimulai sejak kelahiran Islam,
dimana hijjrahnya Rasulullah ke Madinah (tempat dimana orang yahudi banyak
menetap).
Maka disinilah letak korelasi Tafsir bil
Ma’tsur, dimana penjelasan-penjelasan terhadap Al-Qur’an terkadang dimasuki
oleh cerita-cerita yang dibawa oleh ahlil kitab yang msuk islam, baik oleh
pihak-pihak Yahudi maupun Nasrani, terutama didalam Al-Qur’an banyak terdapat
kisah-kisah para Nabi dan berita ummat terdahulu yang panjang lebar diceritakan
di dalam Taurat dan Injil.
F.
Beberapa Keistimewaan Tafsir Bil-Ma’Tsur
At-Tafsir
Bil-Ma’stur, yang terbaik adalah tafsir Ibnu Jarir at-Thabrani di dalam Jami’ul-Bayaan
Fi Tafsiir al-Qur’an dan lain-lain.
·
Dalam
mengetengahkan penafsiran para sahabat Nabi dan Kaum Tabi’in selalu disertai
dengan isnad (sumbersumber riwayatnya) dan diperbandingkan untuk memperoleh
penafsiran yang paling kuat dan tepat.
·
Terdapat
kesimpulan-kesimpulan tentang hukum, dan diterangkan juga bentuk-bentuk i’rab
(kedudukan katakata di dalam rangkaian kalimat), yang menambah kejelasan makna
dari ayatayat Al-Qur’an.
·
Memaparkan
ayat-ayat yang nasikh dan mansukh serta menjelaskan riwayat yang shahih dan
yang dhaif (As-Shalih, 1990: 385).
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa Tafsir bi al-riwayah (bi al-matsur) adalah penafsiran
Al-Qur’an melalui al-Qur’an itu sendiri, melalui hadits dan melalui perkataan shahabat.
Pembagian
Tafsir bi al-Riwayah (bi al-Ma’tsur) dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
·
Tafsir
Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
·
Tafsir
Al-Qur'an dengan Hadits
·
Tafsir
Al-Qur’an dengan perkataan sahabat
Beberapa
Kitab Tafsir Bil-Ma’Tsur yaitu: Jami’al – Bayyan fi Tafsir Qur’an, Tafsir al-
Al-Qur’an Azhim, Ad-Darul Mantsur Tafsiril Ma-tsur, dan Ma’alimut Tanziil.
Beberapa
Kelemahan Tafsir bil-Ma’tsur diantaranya yaitu: Terjadinya campur baur antara
yang sahih dan tidak sahih dan banyak pendapat yang dihubungkan kepada sahabat
dan tabi’in, tanpa ada isnad dan penelitian yang mengakibatkan campurannya
kebenaran dan kebatilan dan masih banyak lagi.
Pandangan
Ulama Tentang Status Tafsir Bil-Ma’Tsur, Para ulama sepakat bahwa tafsir
bilMa’stur, terutama tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan tafsir Al-Qur’an
dengan as sunnah al shahibah, bisa diterima sebagai hujjah sebab tidak
mengandung titik kelemahan ataupun keraguan, namun bila tafsir Al-Qur’an itu
menggunakan asasunnah dengan sanad, riwayat atau matan yang salah, maka
tafsirannya tidak bisa diterima.
Beberapa
Keistimewaan Tafsir Bil-Ma’Tsur diantaranya yaitu: Dalam mengetengahkan
penafsiran para sahabat Nabi dan Kaum Tabi’in selalu disertai dengan isnad
(sumbersumber riwayatnya) dan diperbandingkan untuk memperoleh penafsiran yang
paling kuat dan tepat dan masih banyak lagi.
B.
Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini
masih memiliki banyak sekali kekurangan, serta jauh dari kata sempurna.
Tentunya kami sebagai penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu
kepada sumber yang bisa di pertanggung jawabkan nantinya. Oleh sebab itu,
penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan
makalah diatas.
Daftar Pustaka
Gufron, Mohammad & Rahmawati. 2013. Ulumul Qur'an Praktis dan Mudah.
Yogyakarta:Teras.
Salamah, Robiatus. 2020. NUYUZ DALAM AL-QUR'AN (Studi
komparatif Tafsir Bil-ma'tsur dan Tafsir Bil-Ra'yi)
Siregar, Abu BakarAdnan. 2018. Tafsir Bil-Ma’tsur (Konsep, Jenis, Status, dan Kelebihan Serta
Kekurangannya). Jurnal Hikmah. 5(2). 160-165. http://e-jurnal.staisumatera-medan.ac.id/index.php/hikmah/article/view/37
Masitoh, Imas. 2021. Metode Penafsiran Al-Qur'an Tafsir Bil Ma'tsur. 1-17. https://doi.org/10.31219/osf.io/8kdr3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar