BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fitrah
manusia adalah sesuatu yang tidak bisa dilarang, juga tidak bisa
dihalang-halangi datangnya, karena ia merupakan rasa yang timbul secara alami
pada diri manusia. Fitrah manusia merupaka sesuatu yang diciptakan Allah sedari
awal penciptaan manusia, ini disebut dengan sunnatullah. Melarang munculnya
sunnatullah merupakan sesuatu yang tidak mungkin.
Maka,
tidak ada dosa bagi seseorang mempunyai kecendrungan terhadap lawan jenisnya,
suka dan cinta yang tumbuh dalam dirinya secara natural.
Yang
menjadi masalah/dosa bukan rasa kecendrungan itu, tapi penyikapan atau
pengelolaan rasa kecendrungan tersebut. Ia akan menjadi salah jika dikelola
dengan salah, dan ia akan menjadi benar ketika dikelola dengan benar, bahkan ia
mendatangkan pahala jika dikelola sesuai dengan syariat. Maka yang terpenting
bukan masalah jatuh cintanya, tapi bagaimana mengelola rasa jatuh cinta
tersebut saat ia muncul.
Jika
tiba-tiba muncul rasa kagum pada seorang lawan jenis, kemudian sedikit demikit
sedikit secara tidak sadar muncul perasaan suka, maka kelolalah ia dengan
benar. Jika rasa itu muncul, kemudia rasa itu terus kita turuti sehingga
perasaan itu kita ungkapkan kepada orang kita cendrungi, selanjutnya
terkalinlah Hubungan Tanpa Status (HTS)/Pacaran, maka ini adalah pengelolaan
yang salah.
Permasalahan
1)
Bagai mana
pandangan islam tentang pacaran dan bagaimana solusinya?
2)
Bagimana
mengelola jatuh cinta?
3)
Bagaimana
cara adab bertaaruf?
BAB II
PEMBAHASAN
MASALAH
A.
Pandangan
Islam Tentang Pacaran Dan Solusinya
Sebenarnya manusia secara fitrah diberi
potensi kehidupan yang sama, dimana potensi itu yang kemudian selalu mendorong
manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Potensi ini sendiri bisa kita
kenal dalam dua bentuk.
Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan yang
sifatnya pasti, jika tidak terpenuhi
manusia akan binasa. Inilah yang disebut kebutuhan jasmani (haajatul 'udwiyah),
seperti kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat dst.
Kedua, yang menuntut adanya pemenuhan
aja, tapi jika tidak terpenuhi manusia tidak akan mati, hanya saja gelisah (tidak
tenang) sampei terpenuhinya tuntutan tersebut, yang disebut naluri atau
keinginan (gharizah). Kemudian naluri ini di bagi menjadi 3 macam yang penting
yaitu :
1)
Gharizatul baqa' (naluri untuk mempertahankan diri)
misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan, pengen diakui, dll
2)
Gharizatut tadayyun (naluri untuk mensucikan sesuatu/
naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia untuk melakukan penyembahan/
beragama kepada sesuatu yang layak untuk disembah.
3)
Gharizatun nau' (naluri untuk mengembangkan dan
melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada ibu,
temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan jenis.
- Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan,
bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka.
- Pacaran berarti “bergendak” yang sama artinya
dengan berkencan atau berpasangan untuk berzina.
- Pacaran berarti berteman dan saling menjajaki
kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami atau istri.
Pacaran menurut
arti pertama dan kedua jelas dilarang oleh agama Islam, berdasarkan nash:
a. Allah
berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً ( الإسراء: 32
Artinya :
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk”
b. Hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ
أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ
يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا
مَحْرَمٌ ( رواه
البخاري: 2784 , مسلم:
2391)
Artinya :
“Dari
Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata:
Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan
kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan
musafir kecuali beserta ada mahramnya” [2]
Perkawinan
merupakan sunnah Rasulullah dengan arti bahwa suatu perbuatan yang sangat
dianjurkan oleh Rasulullah agar kaum muslimin melakukannya. Orang yang anti
perkawinan dicela oleh Rasulullah, berdasarkan hadits:
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي
وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي *
(رواه البخاري:
4675, مسلم: 2487)
Artinya :
“Dari
Anas ra. Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku salat,
tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku
maka ia bukanlah dari golonganku”
Pada
umumnya suatu perkawinan terjadi setelah melalui beberapa proses, yaitu proses
sebelum terjadi akad nikah, proses akad nikah dan proses setelah terjadi akad
nikah. Proses sebelum terjadi akad nikah melalui beberapa tahap, yaitu tahap
penjajakan, tahap peminangan dan tahap pertunangan. Tahap penjajakan mungkin
dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan atau sebaliknya, atau
pihak keluarga masing-masing. Rasulullah memerintahkan agar pihak-pihak yang
melakukan perkawinan melihat atau mengetahui calon jodoh yang akan dinikahinya,
berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ نَظَرْتَ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي
أَعْيُنِ اْلأَنْصَارِ شَيْئًا ( رواه النسائ:
3194, إبن ماجه و
الترمذي)
Artinya :
“Dari
Abu Hurairah ra ia berkata: berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia telah
meminang seorang permpuan Anshar, maka berkata Rasulullah kepadanya: “Apakah
engkau telah melihatnya? Laki-laki itu menjawab: “Belum”. Berkata Rasulullah:
“Pergilah dan perhatikan ia, maka sesungguhnya pada mata perempuan Anshor ada
sesuatu” [3]
Rasulullah
saw memerintahkan agar kaum muslimin laki-laki dan perempuan sebelum memutuskan
untuk meminang calon jodohnya agar berusaha memilih jodoh yang mungkin
berketurunan, sebagaimana dinyatakan pada hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ
بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا وَيَقُولُ تَزَوَّجُوا
الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ *( رواه أحمد : 12152, وصححه إبن حبان )
Artinya :
“Dari Anas ra.
Rasulullah saw memerintahkan (kaum muslimin) agar melakukan perkawinan dan
sangat melarang hidup sendirian (membujang). Dan berkata: Kawinilah olehmu
wanita yang pencinta dan peranak, maka sesungguhnya aku bermegah-megah dengan
banyaknya kamu di hari kiamat”
Dari kedua hadits
diatas dipahami bahwa ada masa penjajakan untuk memilih calon suami atau isteri
sebelum menetapkan keputusan untuk malakukan peminangan. Penjajakan ini mungkin
dilakukan oleh pihak laki-laki atau pihak perempuan atau keluarga mereka. Jika
dalam penjajakan ini ada pihak yang diabaikan terutama calon isteri atau calon
suami maka yang bersangkutan boleh membatalkan pinangan akan perkawinan
tersebut, berdasarkan hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اْلأَيِّمُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ
وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا قَالَ
نَعَمْ * ( رواه مسلم:
2545, البخاري:
4741)
Artinya :
“Dari
Ibnu Abbas, ra, bahwasanya Rasululah saw bersabda: Orang yang tidak mempunyai
jodoh lebih berhak terhadap (perkawinan) dirinya dibanding walinya, dan gadis
dimintakan perintah untuk perkawinannya dan (tanda) persetujuannya ialah
diamnya” (muttafaq alaih) [4]
Dan hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ جَارِيَةً
بِكْرًا أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ أَنَّ أَبَاهَا
زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ( رواه
أبوداود: 1794, أحمد:
2340, إبن ماجه:
1865)
Artinya :
“Dari
Ibnu Abbas ra, sesungguhnya jariah seorang gadis datang menghadap rasulullah
saw dan menyampaikan bahwa bapaknya telah mengawinkannya dengan seorang
laki-laki, sedang ia tidak menyukainya. Maka Rsulullah saw
menyuruhnya untuk memilih (apakah menerima atau tidak)”. [5]
Masa penjajakan
ini dapat disamakan dengan masa ta’aruf menurut
pengertian ketiga di atas. Setelah masa ta’aruf dilanjutkan dengan
masa meminang, jika peminangan diterima maka jarak antara masa peminangan dan
masa pelaksanaan akad nikah disebut masa pertunangan. Pada masa pertunangan ini
masing-masing pihak harus menjaga diri mereka masing-masing karena hukum
hubungan mereka sama dengan hubungan orang-orang yang belum terikat dengan akad
nikah.
tuntunan bagi
orang yang dalam masa ta’aruf atau dalam masa petunangan sebagi berikut:
1.
Pada masa
ta’aruf atau masa pertunangan antara mereka yang
bertunangan dan pacaran adalah seperti hubungan orang-orang yang tidak ada
hubungan mahram atau belum melaksanakan akad nikah, karena itu mereka harus:
a)
Memelihara matanya
agar tidak melihat aurat calon mahram atau tunangannya, begitu pula wanita atau
laki-laki yang lain. Melihat saja dilarang tentu lebih dilarang lagi merabanya.
b)
Memelihara
kehormatannya atau kemaluannya agar tidak mendekati perbuatan zina.
2.
Untuk menjaga ‘a’
dan ‘b’ dianjurkan sering melakukan puasa-puasa sunat, kerena melakukan puasa
itu merupakan perisai baginya. Hal diatas dipahami dari hadits:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ
لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم:
2486, البخاري:
1772)
Artinya :
“Dari
Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian
pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah,
hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat)
menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum
sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai
baginya” [6]
Etika pergaulan
dalam islam adalah, khususnya antara lelaki dan perempuan garis besarnya adalah
sbb:
1)
Saling menjaga
pandangan di antara laki-laki dan wanita, tidak boleh melihat aurat , tidak
boleh memandang dengan nafsu dan tidak boleh melihat lawan jenis melebihi apa
yang dibutuhkan.
2)
Sang wanita
wajib memakai pakaian yang sesuai dengan syari'at, yaitu pakaian yang menutupi
seluruh tubuh selain wajah, telapak tangan dan kaki [7]
3)
Hendaknya bagi
wanita untuk selalu menggunakan adab yang islami ketika bermu'amalah dengan
lelaki, seperti:
a.
Di waktu
mengobrol hendaknya ia menjahui perkataan yang merayu dan menggoda [8]
b.
Di waktu
berjalan hendaknya wanita sesuai dengan apa yang tertulis di surat [9]
4)
Tidak
diperbolehkan adanya pertemuan lelaki dan perempuan tanpa disertai dengan
muhrim.
- Mengelola Rasa Jatuh Cinta
Kecendrungan terhadap lawan jenis merupakan fitrah
setiap manusia, islam adalah agama yang tidak pernah bertentangan dengan fitrah
manusia, maka islam tidak pernah melarang dan menganggap sebuah dosa rasa
kecendrungan/rasa jatuh cinta kepada lawan jenis. Maka hukum asal dari jatuh
cinta adalah boleh/mubah, namun selanjutnya ia menjadi boleh atau dilarang
(berdosa) tergantung dengan penyikapan atau bagaimana mengelola rasa itu
setelah rasa itu muncul.
Al-Quran menerangkan bahwa rasa kecendrungan/jatuh
cinta merupakan fitrah dasar manusia.yang artinya:
“dijadikan
terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan,
berupa wanita-wanita, .... [10].
Yang
menjadi masalah/dosa bukan jatuh cinta itu, tapi penyikapan atau pengelolaan
rasa kecendrungan tersebut. Ia akan menjadi salah jika dikelola dengan salah,
dan ia akan menjadi benar ketika dikelola dengan benar, bahkan ia mendatangkan
pahala jika dikelola sesuai dengan syariat. Maka yang terpenting bukan masalah
jatuh cintanya, tapi bagaimana mengelola rasa jatuh cinta tersebut saat ia muncul.
Jika
tiba-tiba muncul rasa kagum pada seorang lawan jenis, kemudian sedikit demikit
sedikit secara tidak sadar muncul perasaan suka, maka kelolalah ia dengan
benar. Jika rasa itu muncul, kemudia rasa itu terus kita turuti sehingga
perasaan itu kita ungkapkan kepada orang kita cendrungi, selanjutnya
terkalinlah Hubungan Tanpa Status (HTS)/Pacaran, maka ini adalah pengelolaan
yang salah.
Secara
umum, ada dua macam bagaimana mengelola kencendrungan dengan benar sehingga
tidak terjatuh pada hal-hal yang dilarang syariat:
1. Saat
rasa suka itu muncul, dan pada saat itu kita sudah siap untuk menikah, maka
silahkan ungkapkan rasa itu dengan wanita/pria yang kita sukai, silahkan
lansung lamar dia dengan cara dan proses yang syar’i.
Ini adalah pengelolaan rasa cinta
yang terbaik, yang paling dianjurkan. Bukan dosa yang didapat, tapi insya Allah
mendatangkan kebaikan/pahala dari Allah Swt.
2. Saat
rasa itu muncul, namun kita pada kondisi belum siap untuk menikah, maka jangan
sekali-kali memperturuti perasaan ini, apalagi sampai melanggar aturan syar’i.
Berjuanglah melawan rasa ini dengan maksimal. Mungkin langkah-langkah ini cukup
membantu dalam mengelola perasaan ini:
- Kurangi interaksi dengan si dia, karena biasanya rasa itu muncul
seiring dengan seringnya interaksi.
- Kurangi komunikasi melalui sosial media, atau anda bisa membatasi diri
untuk berselancar di dunia sosial media. Sosial media ini cukup berbahaya
dan cukup banyak memakan korban. Sosial media punya pengaruh yang cukup
besar melahirkan rasa ini.
- Kurangi kontak SMS atau telponan, bahkan jika bisa stop sama
sekali.
- Jika memungkinkan, stop interaksi dengan dia secara total sampai rasa
itu hilang, hapus Nomor Hp nya dan putus hubungan di sosial media. Insya
Allah ini sangat membantu melupakan dia.
- Kurangi menyebut dia, baik dalam tulisan buku harian atau ngobrol
dengan teman. Juga hindari bergurau tentang dia dengan teman
- Sibukkanlah diri dengan kegiatan yang bermanfaat.
- Tentukan kriteria calon istri/suami yang lebih tinggi dari sosok yang
kita sukai/cintai, sehingga rasa suka kita berkurang karena dia belum
sesuai dengan kriteria calon istri/suami yang kita inginkan.
- Yakinlah jodoh sudah disiapkan Allah, dan berdoalah supaya diberikan
yang lebih baik.
- Berdoalah supaya rasa itu dihilangkan Allah dari hati kita, berdoalah
supaya Allah memberi jalan yang trbaik.
Walaupun
rasa rasa jatuh cinta bukan sesuatu yang dilarang, tapi kita harus tetap
berhati-hati dengan rasa ini, karena banyak orang yang terjatuh kelembah
maksiat disebabkan oleh rasa ini, karena gagal mengelolanya dengan benar.
Walaupun
rasa ini bukan sesuatu yang haram (awal dan asalnya), tapi perasaan ini tetap
tidak boleh terlalu lama bersemayam di hati kita tanpa ikatan yang sah dan
halal. Rasa ini harus diatasi secepat mungkin.
Saat
rasa itu datang, itu bukan suatu kesalahan.Tapi membiarkan di hati
berlarut-larut, apalagi sampai memperturutinya, maka ini kesalahan
besar.Kecendrunan ini adalah sesuatu yang dibolehkan, tapi harus diwaspadai.
C.
Tips Ta’aruf Secara
Islam
Buat yang nyari Tips ta’aruf
secara cara islam, bagaimana cara ta’aruf yang islami, ini dia tips yang Ta’aruf
Islami.
1)
Jangan berduaan dengan calon
mahram di tempat sepi, kecuali ditemani mahram dari sang wanita (jadi bertiga)
“Janganlah seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya[11]
“Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya“ [12]
“Janganlah seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya[11]
“Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya“ [12]
2)
Jangan pergi dengan calon
mahram lebih dari sehari semalam kecuali si wanita ditemani mahramnya
“Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian sehari semalam tidak bersama mahromnya.” [13]
“Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian sehari semalam tidak bersama mahromnya.” [13]
3)
Jangan berjalan-jalan
dengan calon mahram ke tempat yang jauh kecuali si wanita ditemani mahramnya
“…..jangan bepergian dengan wanita kecuali bersama mahromnya….”[14]
“…..jangan bepergian dengan wanita kecuali bersama mahromnya….”[14]
4)
Jangan bersentuhan
dengan calon mahram, jangan berpelukan, jangan meraba, jangan mencium, bahkan
berjabat tangan juga tidak boleh, apalagi yang lebih dari sekedar jabat tangan
”Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” [15]
Bersabda Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” [16]
”Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” [15]
Bersabda Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” [16]
5)
Jangan memandang aurat calon
mahram, masing-masing harus memakai pakaian yang menutupi auratnya
“Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya..” [17]
“…zina kedua matanya adalah memandang….” [18]
“Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya..” [17]
“…zina kedua matanya adalah memandang….” [18]
6)
Jangan
membicarakan/melakukan hal-hal yang membuat terjerumus kedalam zina
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek” [19]
“Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah mencium.” [20]
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek” [19]
“Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah mencium.” [20]
7)
Jangan menunda-nunda
menikah jika sudah saling merasa cocok
“Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. [21]
“Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke-dalam neraka adalah mulut dan kemaluan.” [22]
“Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. [21]
“Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke-dalam neraka adalah mulut dan kemaluan.” [22]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pacaran merupakan wadah antara dua insan
yang kasmaran, dimana sering cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan,
raba-rabaan sampai pergaulan ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." [23]
Seringkali sewaktu lagi pacaran banyak
aktivitas lain yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi terlupakan. Sampe-sampe
sewaktu sholat sempat teringat si do'i. Pokoknya aktivitas pacaran itu dekat
banget dengan zina. So....kesimpulannya PACARAN ITU HARAM HUKUMNYA, and
kagak ada legitimasi Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetep aja
pacaran itu haram.
Adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Mas'ud: "Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian
telah mampu seta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat
menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara
kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi
penghalang untuk melawan gejolak nafsu."[24]
Jangan suka mojok atau berduaan ditempat
yang sepi, karena yang ketiga adalah syaiton. Seperti sabda nabi: "Janganlah
seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab
syaiton menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan
wanita, kecuali disertai dengan mahramnya." [25]
Dan untuk para muslimah jangan lupa untuk
menutup aurotnya agar tidak merangsang para lelaki. Katakanlah kepada wanita
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya." [26]
Dan juga sabda Nabi: "Hendaklah
kita benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar
Allah akan menutup rapat matamu."[27]
Yang perlu di ingat bahwa jodoh merupakan
QADLA' (ketentuan) Allah, dimana manusia ngga' punya andil nentuin sama sekali,
manusia cuman dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam. Tercantum
dalam Al Qur'an: "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang
keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang
baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih
dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan
dan rezki yang mulia (surga)."
Wallahu A'lam bish-Showab
Wallahu A'lam bish-Showab
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................ii
BAB I ................................................................................1
PENDAHULUAN ................................................................................1
latar Belakang ................................................................................1
Permasalahan ................................................................................1
BAB II ................................................................................2
PEMBAHASAN ................................................................................2
Pandangan Islam Tentang Pacaran Dan Solusinya ....................................................................2
Mengelola Jatuh Cinta ................................................................................8
Adab Berta’ruf ...............................................................................11
BAB III ...............................................................................13
PENUTUP ...............................................................................13
Kesimpulan ...............................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................14
[15] Hadits hasan riwayat Thobroni dalam Al-Mu’jam Kabir
20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad: 1283, lihat Ash Shohihah 1/447/226
Tidak ada komentar:
Posting Komentar