Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Rabu, 07 Juni 2023

IJTIHAD DAN RUANG LINGKUPNYA

aldhy purwanto

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT yang memiliki sifat Rahman dan Rahim. Dan dengan ridho serta hidayah nya yang menyertai usaha-usaha hambanya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya.

Adapun penyusunan makalah ini yang berjudul “Ijtihad dan Ruang Ligkupnya". Penulis menyadari, bahwa makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusi dan dukungan dalam penyusunan makalah ini.

Dalam menyusun makalah, tentunya banyak kekurangan-kekurangan. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membantu agar dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya..



BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar belakang

Hukum dalam masyarakat manapun adalah bertujuan untuk mengendalikan masyarakat. Ia adalah sebuah sistem yang ditegakkan terutama untuk melindungi hak-hak individu maupun hak-hak masyarakat. Sistem hukum di setiap masyarakat memiliki sifat, karakter dan ruang lingkup sendiri. Sama halnya Islam memiliki sistem hukum sendiri yang dikenal dengan figh. Hukum Islam bukanlah hukum murni dalam pengertiannya yang sempit: ia mencakup seluruh bidang kehidupan-etika. keagamaan, politik dan ekonomi. Ia bersumber dari wahyu Illahi. Wahyu menentukkan norma dan konsep dasar hukum Islam serta dalam banyak hal merintis dobrakan terhada adat dan sistem hukum kesukuan Arab pra-Islam.

Dalam menetapkan hukum dari berbagai kasus pada zaman Rasululloh saw  yang tidak ada ketetuan dalam al-qur’an, para ulama ushul fiqih menyimpulkan bahwa ada isyarat Rasululloh saw, Beliau menetapkannya melalaui ijtihad. Hasil ijtihad Rasululloh inilah yang secara otomatis menjadai sunah, sebagai sumber hukum dan dalil bagi umat islam. Tokoh mujtahid yamg termashur dikalangan sahabat ialah umar ibn al khatab, ali ibn abi talib, dan abdulloh bin mas’ud.

Ijtihad sebagai sumber dan nilai dalam ajaran islam yang merupakan sumber tambahan, karena ijtihad sebagai sumber tambahan ajaran islam tidak dapat berdiri sendiri, sebagaimana dengan Al-Qur’an dan hadits. Pemakaian ijtihad adalah sesuai dengan anjuran Al-Qur’an untuk mempergunakan akal fikiran atau berijtihad yang merupakan suatu proses alamiah bagi manusia dalam menilai setiap masalah yang dihadapinya. 

Dalam berijtihad umar bin kathab sering kali mempertimbangkan kemaslahatan umat, dibandingkan sekedar menerapkan nash secara zahir, sementara tujuan hukum tidak tercapai. Ali ibn abi tholib melakukan ijtihad  juga menggunakan qiyas.

Sekarang, dalam melakukan ijtihad, ruang lingkup qiyas haruslah diperluas untuk menjadikannya lebih praktis dan mujarrab untuk menyelesaikan persoalan-persoalan. Untuk membuka pintu ijtihad, yang merupakan kebutuhan yang mendesak saat ini, ijtihad harus dilaksanakan oleh para ahli yang berkompeten dengan bekerja sama dengan pemerintah (yang Islamis) sehingga ia dapat diberlakukan menjadi perundang- undangan: kalau tidak ia akan tetap tinggal bersifat teoritis semata-mata dan perbenturan antara para ahli dan pemerintah akan terus berlangsung. Karena ijma' memantapkan dirinya hanya secara bertahap dan hampir secara tak terasa bersamaan dengan jalannya waktu.

Pada umumnya sumber hukum islam ada dua, yaitu: Al-Qur’an dan Hadist, namun ada juga yang disebut Ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga berfungsi untuk menetapkan suatuhukum yang tidak secara jelas ditetapkan dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Namun demikian,tidak boleh bertentangan dengan isi kandungan Al-Quran dan Hadist. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan disajikan mengenai ijtihad dan ruanglingkupnya.

1.2       Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :

1.      Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?

2.      Bagamana ruang lingkup Ijtihad?

3.      Bagaimana dasar hukum Ijtihad?

4.      Bagaimana fungsi dan kedudukan Ijtihad?

5.      Apa saja macam-macam Ijtihad?

6.      Apa saja syarat-syarat Ijtihad?

7.      Bagaimana contoh kaus berijtihad?

1.3        Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Ijtihad

2.      Untuk mengetahui bagamana ruang lingkup Ijtihad

3.      Untuk mengetahui bagaimana dasar hukum Ijtihad

4.      Untuk mengetahui bagaimana fungsi dan kedudukan Ijtihad

5.      Untuk mengetahui apa saja macam-macam Ijtihad

6.      Untuk mengetahui  apa saja syarat-syarat Ijtihad

7.      Untuk mengetahui  bagaimana contoh kaus berijtihad?

 


 

BAB II      
PEMBAHASAN

2.1       Definisi Ijtihad

Menurut bahasa ijtihad adalah bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran. Ijtihad berasal dari kata ijtihada (اجتهد) artinya ialah : sungguh-sungguh,

rajin dan giat. Sedang apabila kita meneliti ma'na ja-ha-da, artinya ialah mencurahkan segala kemampuan. Jadi dengan demikian, menurut bahasa ijtihad itu ialah berusaha atau berupaya yang sungguh-sungguh. Perkataan ini tentu saja tidak akan dipergunakan di dalam  sesuatu yang tidak mengandung kesulitan dan keberatan.

Menurut istilah, ijtihad berarti pengarahan segenap kemampuan untuk menemukan hukum syarak melalui dalil-dalil yang yang rinci dengan metode tertentu. Definisi ijtihad menurut para ulama adalah sebagai brikut :

1.      Menurut imam ghozali ijtihad adalah pengerahan kemampuan oleh seorang fiqih(mujtahid) dalam rangka menghasilkan hukum syarak.

2.      Menurut abdul wahab kholaf ijtihad adalah pengerahan kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dri dalil-dalil yang rinci yang bersumber dari dalil-dalil syara’.

3.      Menurut Muhammad Khudhari Berijtihad adalah mencurahkan kemampuan untuk mengistimbatkan hukum syara’ dari apa yang dipandang pembuat syara’ sebagai dalil, yaitu kitabullah dan sunnah nabi-Nya. (Al-Jurjani Syarief Ali Muhammad, Al-Ta’rifat, Jeddah:Al-Haramain : 10)

Dengan demikian dapat dapat dinamakan ijtihad apabila memenuhi 3 unsur yaitu : usaha yang bersungguh-sungguh, menemukan atau mengistimbatkan hukum islam, dan menggunakan dalil-dalil yang rinci.

1.      Pertama, tidak dinamakan ijtihad apa bila usaha yang dilakukan tdak bersunguh-sungguh. Persyaratan ini sekaligus membatasi pelaksanaan ijtihad, yaitu hanya kepada mereka yang memiliki kemampuan dan ketrampilan yang berhubungan dengan masalah yang di ijtihadi.

2.      Kedua, tujuan ijtihad adalah untuk menemukan atau merumuskan ketetapan hukum islam, yang belum ada kepastian hukumnya dalam al-Qur’an maupun hadits.

3.      Ketiga, menggunakan dalil-dalil yang rinci yaitu dalil yang bersumber dari nash al-Qur’an dan hadits.

Oleh karena itu, penguasa terhadap metode istimbat hukum menjdi sangat pentina dalam pelasanaan ijtihad. Karena metode inilah yang akan menghasilkan ketetapan hum yang dihasilkan dengan nash al-quran dan hadits yang menjadi dasar hukumnya. Ketika unsur diatas adalah satu kesatuan, jadi jika salah stunya ada yang tidak terpenuhi maka usaha tersebut tidak disebut ijtihad.

Ijtihad sudah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad saw.,sebab ketika Nabi berdialog dengan Muaz bin Jabal yang diangkat sebagai gubernur Yaman tentang cara menghadapi suatu masalah/kenyataan, dan Muaz bin Jabal akan melakukannya dengan ijtihad yakni apabila masalah tersebut tidak tercantum dalam Al-Quran dan Hadits dan Nabi pun menyetujuinya.

2.2        Ruang Lingkup Ijtihad

Ruang lingkup Ijtihad merupakan bahasan-bahasan apa saja yang masuk atau boleh untuk dilakukannya ijtihad. Adapun ruang lingkup ijtihad adalah sebagai berikut:

1.      Hukum yang dibawa oleh nash-nash yang zhanny, baik dari segi wurud-nya maupun dari segi pengertiannya (dalalah) yaitu hadis ahad. Sasaran ijtihad ini adalah dari segi sanad dan penshahihannya serta hubungannya dengan hukum yang akan dicari.

2.      Hukum yang dibawa oleh nash qath’i, tetapi dalalahnya zhanny, maka obyek ijtihadnya hanya dari segi dalalahnya saja.

3.      Nash yang wurudnya zhanny, tetapi dalalahnya qath’i, maka obyek ijtihadnya adalah pada sanad, kesahihan serta kesinambungannya.

4.      Tidak ada nash dan ijma’, maka di sini ijtihadnya hanya dilakukan dengan segenap metode dan cara.

Kemudian dalam ijtihad peristiwa-peristiwa yang dihadapi haruslah peristiwa yang hukumnya tidak terdapat dalam nash. Dan berdasarkan ini, maka ruang ijtihad dapat meangkum kegiatan-kegiatan panggilan hukum bagi peristiwa-peristiwa hukum baru pada saat tidak terdapatnya nash.

2.3        Dasar Hukum Ijtihad

Ada 2 dasar hukum diharuskannya ijtihad, yaitu :

1.      Al-Qur’an

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلً

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), danulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS.An-nisa:59) dan firman-Nya yang lain :

 

“...Maka ambillah ibarat, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (QS.Al-Hasyr : 2)

Menurut Firman Allah SWT pertama, yang dimaksud dengan dikembalikankepada Allah dan Rasul ialah bahwa bagi orang-orang yang mempelajari Qur’an dan Hadits supaya meneliti hukum-hukum yang ada alsannya, agar bisaditerapkan kepada peristiwa-peristiwa hukum yang lain, dan hal ini adalahijtihad. Pada firman kedua, orang-orang yang ahli memahami dan merenungkandiperintahkan untuk mengambil ibarat, dan hal ini berarti mengharuskan merekauntuk berijtihad. Oleh karena itu, maka harus selalu ada ulama-ulama yang harusmelakukan ijtihad. firman-Nya yang lain :

 وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan orang -orang yang berjihad untuk ( mencari keridlaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-

orang yang berbuat baik”.( Q.S. Al-Ankabut:69 )

 

اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآ اَرٰىكَ اللّٰهُ ۗوَلَا تَكُنْ لِّلْخَاۤىِٕنِيْنَ خَصِيْمًا ۙ

 

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawakebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allahwahyukan kepadamu. (Q.S.An-nisa:105)

2.      Al-Hadits

Sabda Nabi SAW : Ijtihadlah kamu, karena tiap-tiap orang akan mudah mencapai apa yang diperuntukkan kepadanya.

Hakim apabila berijtihad kemudian dapat mencapai kebenaran maka iamendapat dua pahala (pahala melakukan ijtihad dan pahala kebenaranhasilnya). Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka ia mendapat satu pahala (pahala melakukan ijtihad)”.(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Hadits yang menerangkan dialog Rasulullah SAW dengan Mu’adz bin Jabal, ketika Muadz diutus menjadi hakim di Yaman berikut ini:

“Diriwayatkan dari penduduk homs, sahabat Muadz ibn Jabal, bahwa Rasulullah saw. Ketika bermaksud untuk mengutus Muadz ke Yaman, beliau bertanya: apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimana kamu memutuskannya? Muadz menjawab: Saya akan memutuskan berdasarkan Al-Qur‟an. Nabi bertanya lagi: Jika kasus itu tidak kamu temukan dalam Al -Qur‟an?, Muadz menjawab ,Saya akan memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah  Lebih lanjut Nabi bertanya:, Jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Qur‟an?,Muadz menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama. Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Muadz dengantangan beliau, seraya berkata: Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridloi-Nya.” (HR.Abu Dawud)

Para ulama’ membagi hukum melakukan ijtihad menjadi 3 bagian yaitu:

1.      Wajib ‘ain, bagi orang yang diminta fatwa h]ukum mengenai suatu peristiwa yang terjadi, dan dia khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukunya. Atau ia sendiri mengalamisuatu peristiwa dan ia ingin mengetahui humnya.

2.      Wajib kifayah, bagi orany yang diminta fatwa hukum yang dikhawatirkan lenyap peristiwa itu,sedangkan selain dia masih terdapat para mujtahid lainya. Maka apabila kesempatan mujtahid itutidak ada yang melakukan ijtihad, maka semua, tetapi bila ada seorang dan mereka memberikanfatwa hukum maka gugurlah tuntutan ijtihad atas diri mereka.

3.      Sunnah, apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi.

2.4        Fungsi dan Kedudukan Ijtihad

Fungsi utama ijtihad adalah mengistimbatkan hukum (mencari, menggali, dan menemukan) hukum syara’. Ijtihad merupakan alat ilmiah dan pandangan yang diperlukan untuk menghampiri berbagai segi kehidupan baru dari segi ajaran islam. Melalui ijtihad, hukum islam akan selalu up to date dan fungsional dalamkehidupan pribadi dan sosial. Dalam kajian fiqih dan ushul fiqih ijtihad menjadi sumber hukum yang ketiga setelah al-quran dan hadits.meskipun menjadi sumber hukum yang ketiga, tetapi kedudukan ijtihad sangat penting karena nash tidak dapat menjelaskan dirinya sendiri tanpa bantuan akal manusia. Dasar hukum berlakunya ijtihad adalah Al-qur’an, yaitu surat an-nisaa’ ayat 105 :

اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآ اَرٰىكَ اللّٰهُ ۗوَلَا تَكُنْ لِّلْخَاۤىِٕنِيْنَ خَصِيْمًا ۙ

Artinya :

Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat [347],

Ayat Ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang dilakukan Thu’mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu’mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. hal Ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu’mah kepada nabi s.a.w. dan mereka meminta agar nabi membela Thu’mah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu’mah, nabi sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu’mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi. ( Ali sodiqin : 102)

Tentang kebenaran hasil ijtihad, ulama terbelah dalam 2 pendapat, yaitu kelompok musawwibat dan kelompok mukhatti’at. Kelompok musawwibat berpndapat bahwa : mujtahid berfungsi sebagai penemu dan pembuat hukum (munsy al-hukmi). Kedudukannya sama dengan Allah swt. Sehngga al-qur’an dan hadits dapat sebagai sumber hukum. Kelompok mkhatti’at berpendapat lain, bahwa fungsi mujtahid adalah pengungkap hukum (kasy al-hukmi), bukan pembuat hukum. Hasil ijtihadnya relatif, bisa benar bisa juga salah. Ijtihad berkedudukan sebagai metode bukan sumber hukum.

Menempatkan ijtihad sebagai sumber hukum ketiga dalam ajaran Islam setelah Al Quran dan sunah. Adapun beberapa Fungsi Ijtihad yaitu :

1.      Sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al Quran dan hadis.

2.      Sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru yang muncul dengan tetap berpegang pada Al Quran dan sunah.

3.      Suatu cara yang disyariatkan untuk menyesuaikan perubahan- perubahan sosial dengan ajaran-ajaran Islam.

Berbeda dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a.       Pada dasarnya ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolute,   sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Oleh karena produk pemikiran      manusia adalah relative, maka keputusan suatu ijtihad adalah relative pula

b.      Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihsd mungkin berlaku bagi seseorang tetapi tidak berlaku bagi orang lain, berlaku untuk suatu masa atau tempat yang lain. Ijtihad tidak berlaku dalam penambahan ibadah mahdhah, sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasul-Nya.

c.       Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

d.      Dalam proses ijtihad hendaknya dipertimbangkan factor-faktor, motivasi, akibat, kemaslahatan umum, kemamfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi cirri dan jiwa dari pada ajaran

2.5        Macam-Macam Ijtihad

1.      Dengan segala kemampuan untuk sampai kepada hukum yang dikehendaki dari nash yang dhanni dalalahnya. Dalam hal ini kita berijtihad dalam batas memahami nash dan mentarjihkan sebagian atas yang lain, seperti mengetahui sanad dan jalannya sampai kepada kita.

2.      Dengan segala kesungguhan berupaya memperoleh suatu hukum yang tidak ada nash qoth’i, nash dhnny dan tidak ada pula ijma’. Dalam hal ini kita memperoleh hukum itu denagn berpegang kepada tanda-tanda dan wasilah-wasilah yang telah diletakkan syara’ seperti qiyas dan istihsan. Inilah yang disebut dengan ijtihad birro’yi.

3.      Dengan segala kesungguhan berupaya memperoleh hukum-hukum syara’ dengan jalan menerapkan kaidah-kaidah kulliah. Ijtihad ini berlaku dalam bidang yang mungkin diambildari kaidah dan nash-nash kulliah, tidak adanya suatu nash tertentu, tidak ada pula ijma’ dan tidak pula ditetapkan dengan qiyas atau istihsan.

Pada masa sekarang ini, bentuk-bentuk ijtihad yang dapat dilaksanakan, dapat berupa penyusunan undang-undang, fatwa, maupun melakukan penelitian ilmiah, ketiga hal tersebut termasuk dalam kategori ijtihad karena, dalam pelaksanaannya penuh dengan kesungguhan, dilakukan oleh orang-orang yang ahli, dan ketetapan atau pendapat yang dihasilkan sesuai dengan ajaran atau ketentuan hukum syara'.

2.6        Syarat-syarat Ijtihad

1.      Syarat umum :

a.       Baliqh

b.      Berakal sehat

c.       Memahami  masalah

d.      Beriman

2.      Syarat-syarat khusus:

a.       Mengetahui  ayat al-quran yang berhubungan dengan masalah yang dianalisis.

b.      Mengetahui sunah nabi yang berhubunagn dengan yang dianalisis.

c.       Mengetahui maksud dan rahasia hukum islam.

d.      Mengetahui kaidah kulliah yaitu kaidah2 fiqih.

e.       Mengetahui kaidah b.arab

f.       Mengetahui ilmu mantiq

g.      Mengetahui bahwa tidak ada dalil qot’i yang berkaitan dengan masalah yang akan di tetapkan hukumnya.

h.      Mengetahui masalah yang diperselisihkan oleh ulama dan yang akan mereka sepakati.

i.        Mengetahui bahwa hasil ijtihad itu tidak bersifat mutlak.

2.7       Contoh Kasus Berijtihad

Contoh kasus cara yang dilakukan dengan cara berijtihad antara lain (Qias, Ikhtisan, dan Masalihul Mursalah) mulai dari proses kerjanya sampai menghasilkan hukum :

1.      Qiyas,

yaitu menetapkan hukum suatu persoalan atau masalah yang belum disebutkan secara konkret dalam Al Quran dan hadis dengan cara menyamakan hukumnya dengan masalah yang sudah ada Contoh: menyamakan hukum nabidz (sari buah yg memabukkan, alkohol dan sejenisnya) dengan Khamr, karena keduanya memiliki kesamaan, yaitu sama - sama dihukumi haram. Karena meminum Khamr hukumnya haram berdasarkan Al Quran dan Hadits, maka meminum nabidz haram pula hukumnya sebab kesamaan illat, walaupun nabidz tidak tercantum dalam Al quran maupun Hadits

2.      Istihsan,

yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al Quran dan hadis yang didasarkan atas kepentingan (kemaslahatan) umum dan demi keadilan atau suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat menurut suatu keadaan. Contohnya : Peristiwa meninggalkan hukum potong tangan (qisash) bagi pencuri pada zaman khalifah Umar bin Khattab. Padahal seharusnya pencuri harus dipotong tangannya. Itu adalah hukum asal. Namun kemudian hukum ini ditinggalkan kepada hukum lainnya, yang berupa tidak memotong tangan pencuri.

3.      Maslahah Mursalah,

yaitu mengambil manfaat dan menolak kemudharatan yang dalam rangka untuk memelihara tujuan tujuan syara’. Contohnya : Dalam Al - Qur’an dan Al - Hadist Rasul tidak ada nash yang melarang mengumpulkan Al - Qur’an dari hafalan kedalam tulisan, meskipun demikian, para sahabat di zaman Abu Bakar bersepakat untuk menulis dan mengumpulkannya, karena mengingat sebagai kemaslahatan umat, yang saat itu sahabat penghafal Al - Qur’an banyak yang meninggal dunia sehingga generus berikutnya dapat mempelajari ayat melalui tulisan yang ditinggalkan.


 

BAB III     
PENUTUP

3.1        Kesimpulan

Menurut bahasa ijtihad adalah bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran. Menurut istilah, ijtihad berarti pengarahan segenap kemampuan untuk menemukan hukum syarak melalui dalil-dalil yang yang rinci dengan metode tertentu.

Adapun ruang lingkup ijtihad adalah sebagai berikut: 1) Hukum yang dibawa oleh nash-nash yang zhanny, baik dari segi wurud-nya maupun dari segi pengertiannya (dalalah) yaitu hadis ahad. Sasaran ijtihad ini adalah dari segi sanad dan penshahihannya serta hubungannya dengan hukum yang akan dicari. 2) Hukum yang dibawa oleh nash qath’i, tetapi dalalahnya zhanny, maka obyek ijtihadnya hanya dari segi dalalahnya saja. 3) Nash yang wurudnya zhanny, tetapi dalalahnya qath’i, maka obyek ijtihadnya adalah pada sanad, kesahihan serta kesinambungannya. Dan 4) Tidak ada nash dan ijma’, maka di sini ijtihadnya hanya dilakukan dengan segenap metode dan cara.

3.2         Saran

Terkait dengan pembahasan ijthad diatas, dengan demikian ijtihad menjadi sangat penting sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur'an dan al-Sunnah dalam memecahkan berbagai problematika masa kini.


 

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, M. Jazuli (2014) Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam: Studi Pemikiran K.H. Ali Yafie dan H. M. Atho’ Mudzhar. Al-Mazahib, Volume 2, No. 2.

Badruddin, Wilda Muhajir (2017) Ijtihad Dalam Metodelogi Studi Islam.  Academia.edu, https://www.academia.edu/10299689/makalah_ijtihad_dalam_metodelogi_studi_islam diakses tanggal 08 Maret 2023.

Gudang Ilmu (2015) Pengertian Ijtihad, Ruang Lingkup dan Kedudukan Ijtihad. Ilmusaudara.com, https://www.ilmusaudara.com/2015/09/pengertian-ijtihad-ruang-lingkup-dan.html diakses tanggal 08 Maret 2023

Naseh, Ahmad Hanany (2012) Ijtihad Dalam Hukum Islam. Jurnal An-Nûr, Vol. IV, No. 2

Nurhidayat, M. Taufik, dkk. (2020) Ijtihad. Slideshare.net, https://www.slideshare.net/NurDh2/makalah-ijtihad-214711045 diakses tanggal 08 Maret 2023

Makarim, Nabil (2019) Analisis Terhadap Istinbath Hukum Dalam Fatwa Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad Tentang Go-Pay Tahun 2018 Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Indonesia. Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang.

Rog, Faiq (2017) Ijtihad Dalam Hukum Islam. Academia.edu, https://www.academia.edu/15916297/MAKALAH_IJTIHAD_DALAM_HUKUM_ISLAM_Ijtihad_dalam_Hukum_Islam_I diakses tanggal 08 Maret 2023.

Syahra, Vanisa  (2019) Pendidikan Agama Islam Ijtihad. University of Brawijaya Undergraduate


Tidak ada komentar: