KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh
Alhamdulillahirobbil’aalamin, Puji syukur atas kehadirat Allah
Subhaanahu Wata’aala atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam
tak lupa kita haturkan kepada Nabi kita Nabi yang agung nabiyullah Muhammad sallaulahu ‘alaihi wasallam beserta keluarganya
para sahabatnya serta orang-orang yang mengikutinya hingga yaumil qiyaamah
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki, oleh
karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua
BAB I
PENDAHULUAN
Ikan merupakan salah satu sumber protein
hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun
ikan cepat mengalami proses kemunduran mutu dan pembusukan, dimana hal ini terjadi
setelah ikan ditangkap. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan
masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar
air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang
biak (Suhartini dan Hidayat, 2005).
Untuk mendapatkan hasil awetan yang
bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti
: menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih
segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain
dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan
ikan.
Pengolahan ikan asin adalah cara pengawetan ikan yang telah kuno, tetapi saat kini masih
banyak dilakukan orang di berbagai negara. Di Indonesia, bahkan ikan asin
masih menempati posisi penting sebagai salah satu bahan pokok kebutuhan hidup rakyat
banyak. Meskipun ikan asin sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat
mengenai ikan asin yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Buktinya ikan
asin yang mengandung formalin masih banyak beredar dan dikonsumsi, padahal dampaknya
sangat merugikan kesehatan. Formalin digunakan karena dapat memperpanjang keawetan
ikan asin.
Cara pengawetan ini merupakan usaha
yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil tangkapan nelayan. Dengan penggaraman
proses pembusukan dapat dihambat sehingga ikan dapat disimpan lebih lama. Penggunaan
garam sebagai bahan pengawet terutama diandalkan pada kemampuannya menghambat pertumbuhan
bakteri dan kegiatan enzim penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan
(Afrianto dan Liviawaty, 1989).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mengawetkan Ikan
Salah satu cara untuk mengawetkan ikan
adalah dengan pembuatan ikan asin. Sebelum membuat ikan asin ada baiknya
kita menegtahui perbadaan ikan yang sudah busuk dengan ikan yang masih segar. Hal
ini diperlukan untuk menghasilkan ikan asin yang berkualitas baik.
Adapun tanda ikan yang sudah busuk adalah:
- mata suram
dan tenggelam;
- sisik suram
dan mudah lepas;
- warna kulit
suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna
kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut
lembek;
- warna keseluruhan
suram dan berbau busuk.
Tanda ikan yang masih segar:
- daging kenyal;
- mata jernih
menonjol;
- sisik kuat
dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan
termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna
merah;
- dinding perut
kuat;
- bau ikan segar.
Ikan asin adalah makanan awetan yang
diolah dengan cara penggaraman dan pengeringan. Ada 3 cara pembuatan :
- Penggaraman
kering dengan pengeringan;
- Penggaraman
basah (perebusan dalam air garam) dengan pengeringan;
- Penggaraman
yang dikombinasikan dengan peragian (pembuatan ikan peda).
2.2 Cara Pembuatan Ikan Asin
- Buang isi perut
ikan (jangan sampai empedunya pecah);
- Sayat-sayat
(untuk ikan yang ukuran besar) dengan tebal 2~3 cm, belah dari
punggungnya (untuk ikan sedang atau kecil);
- Cuci dan masukkan
ke dalam wadah (tong kayu) dan taburi garam;
- Susun dalam
bak (tong kayu) yang diselang-silang dengan lapisan garam
kemudian tutup dengan kayu;
- Simpan dalam
ruangan yang tidak mendapat sinar matahari langsung selama 3 hari;
- Jemur sampai
kering kurang lebih selama 3 hari;
- Masukkan dalam
keranjang bambu atau peti kayu.
Ada beberapa cara untuk mempercepat pengeringan ikan asin :
- Menjemur ikan
di atas para-para setinggi ± 1 m dari atas tanah, di halaman terbuka;
- Menjemur ikan
di dalam ruang pengering dari plastik (solar dryer);
- Mengalir udara
panas ke permukaan ikan dalam ruangan (mechanical dryer);
- Mengatur cara
penjemuran ikan, jangan sampai bertumbuk;
- Membelah daging
ikan;
- Membuat sayatan
pada daging ikan.
Persyaratan ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi syarat
Standar Industri Indonesia (SII), yaitu :
- Mempunyai bau,
rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik;
- Berkadar air
paling tinggi 25 %
- Berkadar garam
(NaCl) antara 10 % ~ 20 %;
- Tidak mengandung
logam jamur, juga tidak terjadi pemerahan bakteri;
Pada saat tertentu para produsen juga
menggunakan formalin pada ikan asin. Pengawasan yang rendah terhadap produk perikanan
menyebabkan para produsen nakal sangat leluasa memakai bahan pengawet berbahaya
tersebut. Penggunaan formalin oleh para produsen ikan asin dikarenakan cara produksinya
masih manual, pengeringan ikan masih sangat tergantung dari cuaca. Kalau musim hujan,
pengeringan bisa berhari-hari. Begitu air hujan turun, para produsen menutupi ikan-ikan
yang tengah dijemur itu dengan plastik agar tidak basah. Jika proses penjemuran
kurang sempurna, bahan makanan akan mudah ditumbuhi jamur. Bahan makanan menjadi
mudah penyok dan hancur, terutama apabila cara pengemasannya tidak rapi dan harus
dikirim ke luar kota. Akibatnya, ikan asin itu pun tidak laku di pasaran. Dengan
membubuhkan formalin, bahan pengawet bukan untuk makanan maka ikan tidak ditumbuhi
jamur dan lebih awet. Pemakaian formalin juga dipercaya dapat mempercepat proses
pengeringan dan membuat tampilan fisik tidak cepat rusak.
Ikan asin yang mengandung formalin dapat
diketahui lewat ciri-ciri antara lain tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada
suhu 25 derajat celsius, bersih cerah dan tidak berbau khas ikan asin. Tidak dihinggapi
lalat di area berlalat (Astuti, 2010). Selain itu dagingnya kenyal,utuh, lebih putih
dan bersih dibandingkan ikan asin tanpa formalin agak berwarna coklat dan lebih
tahan lama (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Ikan asin berformalin ini juga masih
banyak dibeli lantaran ketidaktahuan konsumen. Sebagian pembeli juga ingin mendapatkan
produk yang awet dengan harga murah.
Selain itu, dengan proses penggaraman
dan penjemuran pada pembuatan ikan asin, rendemen yang tersisa kurang dari separuh.
Bila bahan bakunya seratus kilogram saat masih basah, setelah jadi ikan asin tinggal
40 persen atau 40 kg, kehilangan 60 kg itu sangat merugikan karena harga jual menggunakan
satuan kilogram. Jika memakai formalin, rendemen bisa mencapai 75 persen (Rachmawati,
2006). Selisih 35 persen itu yang dikejar para pengolah.
Penggunaan formalin oleh para produsen
ikan asin juga cukup mudah, cukup ditambahkan pada saat proses perendaman ikan asin.
Hal ini dikarenakan formalin sangat mudah larut dalam air. Jika dicampurkan dengan
ikan misalnya, formalin dengan mudah terserap oleh daging ikan. Formalin mempunyai
sifat formaldehida mudah larut dalam air sampai kadar 55%, sangat reaktif dalam
suasana alkalis serta bersifat sebagai zat pereduksi kuat, mudah menguap karena
titik didihnya yaitu -21°C. secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap
pada proses pembakaran makanan yang bercampur fenol, keton dan resin (Winarno, 2004).
2.3 Pemasaran
Dalam peningkatan pasar dan memenangkan
persaingan, perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam menjamin mutu suatu produk
maupun jasa sehingga dapat mempertahankan kualitasnya. Perusahaan dalam menjamin
mutu perlu menetapkan suatu system manajemen mutu yang efektif dan efisien sehingga
menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi. Dengan manajemen yang terpadu diharapkan
manajemen perusahaan mampu menyelenggarakan perusahaannya begerak kearah pertumbuhan
yang lebih tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Suhartini, S dan N. Hidayat. 2005. Olahan Ikan Segar. Surabaya: Penerbit
TrubusAgrisarana.
Afrianto E dan E. Liviawati. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Astuti LDP. 2010. Ciri-ciri 4 Zat Berbahaya pada Makanan.http://www.ahliwasir.com/news/1997/C
iri-ciri-4-Zat-Berbahaya-pada-Makanan. [diakses tanggal 5 Desember 2022]
Widyaningsih DT dan SM Erni. 2006 . Formalin. Surabaya : Penerbit Trubus
Agrisarana.
Rachmawati E. 2006. Bahaya di Balik Gurihnya Ikan Asin.
Kompas 17 Juni2010.
Winarno FG . 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: M-Brio
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar