Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Rabu, 11 Juni 2014

Fi’il

Tugas Resume

الفعلي مضي المجهول

JURUSAN TARBIYAH /PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SULTAN QAIMUDDIN
KENDARI
2014


(Pembagian Fi’il Ditinjau dari Pelakunya)
1. Fi’il Ma’lum
Fi’il ma’lum adalah fi’il yang disebutkan pelakunya (kata kerja aktif)
Contoh:
ضَرَبَ عَلِيٌّ الْكَلْبَ (Ali telah memukul anjing)
قَتَلَ الْقَائِدُ الْعَدُوَّ (Panglima itu telah membunuh musuh)
تَعَلَّمَ حَسَنٌ عِلْمَ النَّحْوِ (Hasan telah belajar ilmu nahwu)
يَكْتُبُ مُحَمَّدٌ الدَّرْسَ (Muhammad sedang menulis pelajaran)
يَفْتَحُ زَيْدٌ البَابَ (Zaid sedang membuka pintu)
يَسْتَمِعُ الحَاضِرُوْنَ الْحِوَارَ (Para hadirin sedang mendengarkan dengan seksama diskusi itu)
2. Fi’il Majhul
Fi’il majhul adalah fi’il yang yang tidak disebutkan pelakunya (kata kerja pasif)
Contoh:
ضُرِبَ الْكَلبُُ (Anjing telah dipukul)
قُتِلَ الْعَدُوُّ (Musuh itu telah dibunuh)
تُعُلِّمَ عِلْمُ النَّحْوِ (Ilmu Nahwu telah dipelajari)
يُكْتَبُ الدَّرْسُ (Pelajaran sedang ditulis)
يُفْتَحُ الْبَابُ (Pintu sedang dibuka)
يُسْتَمَعُ الْحِوَارُُ (Diskusi itu didengarkan dengan seksama)




NAIBUL FA’IL
يَنُوْبُ مَفْعُوْلٌ بِهِ عَنْ فَاعِلِ ¤ فِيْمَا لَهُ كَنِيْلَ خَيْرُ نِائِلِ
Maf’ul bih menggantikan Fa’il di dalam semua hukumnya. Seperti contoh: “NIILA KHOURU NAA-ILI=anugerah terbaik telah diperoleh” .
KETERANGAN:
Naibul Fa’il adalah Isim yg dirofa’kan baik secara lafzhan atau mahallan, menggantikan dan menempati tempatnya fa’il yg dibuang dan fi’ilnya dibina’ Majhul. Baik isim yg menggantikan itu asalnya berupa Maf’ul bih atau serupanya semisal Zhorof, Masdar, Jar-majru dll.
Dengan demikian pembuangan Fa’il dalam hal ini menimbulkan dua keputusan:
1. Merubah Fi’ilnya ke bentuk Majhul
2. Menempatkan Pengganti Fa’il pada posisi Fa’il beriku hukum2nya sebagaimana telah disebutkan dalam Bab Faa’il– semisal harus Rofa’, harus berada setelah Fi’ilnya, sebagai subjek pokok kalimat, hukum ta’nits pada fi’ilnya, dll.
فَأَوَّلَ الْفِعْلِ اضْمُمَنْ وَالْمُتَّصِلْ ¤ بِالآخِرِ اكْسِرْ فِي مُضِيَ كَوُصِلْ
Dhommahkan huruf pertama Kalimah Fi’il (Mutlak, baik Madhi atau Mudhari yg dibentuk Majhul). Dan kasrohkan huruf yg bersambung dengan akhir (yakni, huruf sebelum akhir) pada Kalimah Fi’il Madhi seperti contoh: WUSHILA
وَاجْعَلْهُ مِنْ مُضَارِعٍ مُنْفَتِحَا ¤ كَيَنْتَحِي الْمَقُول فِيْهِ يُنْتَحَى
Dan jadikanlah huruf sebelum terakhir dari Fi’il Mudhari dengan berharkat Fathah, demikian seperti YANTAHII diucapkan menjadi YUNTAHAA.
KETERANGAN:
Telah disebutkan bahwa syarat Naa’ibul Faa’il adalah Fi’ilnya harus dibentuk “Mabni Majhul”. Caranya sebagai berikut:
1. Apabila Fi’il Madhi, maka huruf awal didhammahkan dan huruf sebelum akhir dikasrahkan. Contoh :
فُتِحَ بابُ الرزق
FUTIHA BAABUR-RIZQI = pintu rezki telah dibuka
شُرِبَ العسلُ
SYURIBA AL-’ASALU = madu telah diminum
2. Apabila Fi’il Mudhari, maka maka huruf awal didhammahkan dan huruf sebelum akhir difat-hahkan. Contoh:
يُحترَمُ العالم
YUHTAROMU AL-’AALIMU = orang alim dihormati
يُتَعلّم النحو
YUTA’ALLAMU ANNAHWU = ilmu Nahwu dipelajari
وَالْثَّانِيَ الْتَّالِي تَا الْمَطَاوعَهْ ¤ كَالأَوَّلِ اجْعَلْهُ بِلاَ مُنَازَعَهْ
Huruf kedua yang mengiringi Ta’ Muthowa’ah, jadikanlah seperti huruf yg pertama dengan tanpa pertentangan (yakni sama-sama dikarkati Dhommah).
وَثَالِثَ الَّذِي بِهَمْزِ الْوَصْلِ ¤ كَالأَوَّلِ اجْعَلَنَّهُ كَاسْتُحْلِي
Huruf ketiga dari fi’il yg ber-hamzah washal, juga jadikanlah seperti huruf yg pertama (yakni sama-sama dikarkati Dhommah) Seperti contoh: USTUHLIY.
KETERANGAN:
Lanjutan dari bait sebelumnya tentang menjadikan Fi’il Mabni Majhul:
Apabila kalimah fi’il diawali dengan Ta’ Muthowa’ah atau Ta’ zaidah semisalnya, maka huruf pertama dan kedua diharkati Dhommah. Contoh:
تُعُلّم النحوُ
TU’ULLIMA ANNAHWU = ilmu nahwu dipelajari
Dan Apabila kalimah fi’il diawali dengan Hamzah Washal, maka huruf pertama dan ketiga diharkati Dhommah. Contoh:
اُسْتُحْلي الشراب
USTUHLIY ASY-SYAROOBU = minuman didapati manis
وَاكْسِرْ أَوَ اشْمِمْ فَاثُلاَثِيَ أُعِلّ ¤ عَيْناً وَضَمٌّ جَا كَبُوعَ فَاحْتُمِلْ
Harkatilah Kasroh atau dibaca Isymam terhadap FA’ Fi’il Tsulatsi Mu’tal ‘Ain. Adapun Dhommah datang semisal “BUU’A” demikian dima’afkan.
KETERANGAN:
Kelanjutan dari bait sebelumnya perihal membuat Fi’il Mabni Majhul:
Apabila berupa Fi’il Madhi tiga huruf (Tsulatsi) yg ‘ain fi’ilnya terdiri dari huruf illat baik wawu atau ya (Mu’tal ‘Ain), maka boleh dibaca tiga jalan:
1. Dibaca Kasrah, huruf illat digant ya’, contoh:
صيم رمضان
SHIIMA ROMADHOONU = Bulan Ramadhan dipuasai (Bulan Ramadhan dijadikan waktu berpuasa)
2. Dibaca Isymam, suara harkat antara Dhommah pendek dan Kasroh panjang dengan berurutan secara cepat. Contoh “QUIILA” dan “GHUIIDHA” bacaan qiro’ah sab’ah pada ayat berikut:
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ
Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan
3. Dibaca Dhammah (bacaan paling dha’if), huruf illat diganti wawu seperti BUU’U. contoh dalam syair:
ليتَ وهل ينفع شيئاً ليتُ # ليتَ شباباً بوع فاشتريت
وَإِنْ بِشَكْلٍ خِيْفَ لَبْسٌ يُجْتَنَبْ وَمَا لِبَاعَ قَدْ يُرَى لِنَحْو حَبّ
Jika ditakuti ada kesamaran pada suatu syakal/corak, maka syakal demikian harus dihindari. Dan corak yg ada pada lafal “BAA’A” terkadang dijadikan pertimbangan untuk lafazh semisal “HABBA”.
KETERANGAN:
Perihal corak bacaan antara Isymam , Dhommah , dan Kasroh pada kalimah Fi’il Madhi Tsulatsi Mu’tal ‘Ain yg musnad pada Dhamir TA’ Mutakallim, TA’ Mukhotob atau Nun Niswah, ketika dibentuk MABNI MAJHUL.
“JIKA DITAKUTI ADA KESAMARAN PADA SUATU SYAKAL, MAKA SYAKAL DEMIKIAN HARUS DIHINDARI” (Ibnu Malik).
Semisal “BI’TU” ketika dibentuk Mabلاni Majhul , huruf pertama boleh dibaca Dhommah atau Isymam: “BU’TU” atau “BUI’TU”. Jangan dibaca Kasroh: “BI’TU” karena takut terjadi kesamaran antara mana yg Mabni Ma’lum dan mana yang Mabni Majhul.
Dan semisal “SUMTU” ketika dibentuk Mabni Majhul , huruf pertama boleh dibaca Kasroh atau Isymam: “SIMTU” atau “SUIMTU”. Jangan dibaca Dhommah : “SUMTU” karena takut terjadi kesamaran antara mana yg Mabni Ma’lum dan mana yang Mabni Majhul.
Demikian menurut Mushannif tentang keharusan menghindari dari kesamaran syakal, dan beliau menjelaskan dalam Syarah Al-Kafiyah bahwa pendapatnya tidaklah bertentangan dengan pendapat Imam Sibawaihi yg membolehkan secara mutlak penggunaan tiga corak bacaan diatas. Imam Sibawaihi berpendapat bahwa mereka dapat membedakannya secara takdiran antara Mabni Fa’il dan Mabni Maf’ul baik Isim atau Fi’il seperti lafal “MUKHTAARUN” dan “TUDHOORRO”. Oleh karenanya menghindari Iltibas/kesamaran dalam hal ini tidaklah wajib.
Apabila kalimah Fi’il Madhi Tsulatsi berupa Bina’ Mudho’af, semisal ‘ADDA, maka ketika dibentuk mabni Majhul boleh dibaca dengan tiga corak bacaan seperti BI’TU, yakni yang paling rojih dibaca Dhommah menjadi ‘UDDA, atau dibaca Isymam UIDDA ,atau dibaca kasroh ‘IDDA.
وَمَا لِفَا بَاعَ لِمَا الْعَيْنُ تَلِي فِي اخْتَارَ وَانْقَادَ وَشِبْهٍ يَنْجَلِي
Hukum bacaan (Dhommah, Kasroh, Isymam) bagi Fa’ Fi’il lafaz BAA’A, berlaku juga bagi Huruf sebelum ‘Ain Fi’il pada lafaz IKHTAARO dan INQAADA dan lafaz yg nampak serupanya.
KETERANGAN:
Lanjutan dari bet sebelumnya – Apabila Fi’il Madhi yg mu’tal ‘Ain tsb mengikuti wazan IFTA’ALA atau INFA’ALA, maka ketika dibentuk Mabni Majhul, huruf sebelum ‘Ain Fi’ilnya boleh dibaca DHOMMAH, KASRAH dan ISYMAM. Lebih baik dibaca Kasrah apabila Mu’tal ‘Ain Yaiy dan dibaca Dhommah apabil Mu’tal ‘Ain Wawiy.
Contoh Mu’tal ‘Ain yang Wawiy:
انقاد الطلاب للمعلم
INQAADA AT-THULLABU LIL MU’ALLIMI = murid-murid itu patuh pada gurunya
Dibentuk Mabni Majhul yg terbaik dibaca Dhommah :
انقود للمعلم
UNQUUDA LIL MUA’ALLIMI = gurunya itu dipatuhi
atau dibaca Kasroh:
انقيد للمعلم
INQIIDA LIL MUA’ALLIMI = gurunya itu dipatuhi
Atau dibaca Ismam
Dibentuk Mabni Majhul yg terbaik dibaca Kasroh :
اختير عليٌّ
IKHTIIRO ‘ALIYYUN = Ali dipilih
atau dibaca Dhommah:
اختور عليٌّ
UKHTUURO ALIYYUN = Ali dipilih
وقابِِلٌ مِن ظَرفٍ أو مِن مَصدَرِ أو حَرفِ جَرٍّ بِنِيابَةٍ حَرِي
Lafazh yang dapat menerima pergantian (sebagai Naibul Fa’il) yg berupa Zhorof, Masdar atau Jar-Majrur, adalah layak (dijadikan Naibul Fa’il).


Tidak ada komentar: