Tugas Resume
الفعلي مضي المجهول
JURUSAN TARBIYAH /PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SULTAN QAIMUDDIN
KENDARI
2014
(Pembagian
Fi’il Ditinjau dari Pelakunya)
1. Fi’il
Ma’lum
Fi’il ma’lum
adalah fi’il yang disebutkan pelakunya (kata kerja aktif)
Contoh:
ضَرَبَ عَلِيٌّ الْكَلْبَ (Ali telah memukul anjing)
قَتَلَ الْقَائِدُ الْعَدُوَّ (Panglima itu telah membunuh musuh)
تَعَلَّمَ حَسَنٌ عِلْمَ النَّحْوِ (Hasan telah belajar ilmu nahwu)
يَكْتُبُ مُحَمَّدٌ الدَّرْسَ (Muhammad sedang menulis
pelajaran)
يَفْتَحُ زَيْدٌ البَابَ (Zaid sedang membuka pintu)
يَسْتَمِعُ الحَاضِرُوْنَ الْحِوَارَ (Para hadirin sedang mendengarkan
dengan seksama diskusi itu)
2. Fi’il
Majhul
Fi’il majhul
adalah fi’il yang yang tidak disebutkan pelakunya (kata kerja pasif)
Contoh:
ضُرِبَ الْكَلبُُ (Anjing telah dipukul)
قُتِلَ الْعَدُوُّ (Musuh itu telah dibunuh)
تُعُلِّمَ عِلْمُ النَّحْوِ (Ilmu Nahwu telah dipelajari)
يُكْتَبُ الدَّرْسُ (Pelajaran sedang ditulis)
يُفْتَحُ الْبَابُ (Pintu sedang dibuka)
يُسْتَمَعُ الْحِوَارُُ (Diskusi itu didengarkan dengan seksama)
NAIBUL FA’IL
يَنُوْبُ مَفْعُوْلٌ بِهِ عَنْ فَاعِلِ ¤ فِيْمَا
لَهُ كَنِيْلَ خَيْرُ نِائِلِ
Maf’ul bih
menggantikan Fa’il di dalam semua hukumnya. Seperti contoh: “NIILA KHOURU
NAA-ILI=anugerah terbaik telah diperoleh” .
KETERANGAN:
Naibul Fa’il
adalah Isim yg dirofa’kan baik secara lafzhan atau mahallan, menggantikan dan
menempati tempatnya fa’il yg dibuang dan fi’ilnya dibina’ Majhul. Baik isim yg
menggantikan itu asalnya berupa Maf’ul bih atau serupanya semisal Zhorof,
Masdar, Jar-majru dll.
Dengan
demikian pembuangan Fa’il dalam hal ini menimbulkan dua keputusan:
1. Merubah Fi’ilnya ke bentuk Majhul
2. Menempatkan Pengganti Fa’il pada posisi Fa’il beriku hukum2nya sebagaimana telah disebutkan dalam Bab Faa’il– semisal harus Rofa’, harus berada setelah Fi’ilnya, sebagai subjek pokok kalimat, hukum ta’nits pada fi’ilnya, dll.
1. Merubah Fi’ilnya ke bentuk Majhul
2. Menempatkan Pengganti Fa’il pada posisi Fa’il beriku hukum2nya sebagaimana telah disebutkan dalam Bab Faa’il– semisal harus Rofa’, harus berada setelah Fi’ilnya, sebagai subjek pokok kalimat, hukum ta’nits pada fi’ilnya, dll.
فَأَوَّلَ الْفِعْلِ اضْمُمَنْ وَالْمُتَّصِلْ
¤ بِالآخِرِ اكْسِرْ فِي مُضِيَ كَوُصِلْ
Dhommahkan
huruf pertama Kalimah Fi’il (Mutlak, baik Madhi atau Mudhari yg dibentuk
Majhul). Dan kasrohkan huruf yg bersambung dengan akhir (yakni, huruf sebelum
akhir) pada Kalimah Fi’il Madhi seperti contoh: WUSHILA
وَاجْعَلْهُ مِنْ مُضَارِعٍ مُنْفَتِحَا
¤ كَيَنْتَحِي الْمَقُول فِيْهِ يُنْتَحَى
Dan
jadikanlah huruf sebelum terakhir dari Fi’il Mudhari dengan berharkat Fathah,
demikian seperti YANTAHII diucapkan menjadi YUNTAHAA.
KETERANGAN:
Telah
disebutkan bahwa syarat Naa’ibul Faa’il adalah Fi’ilnya harus dibentuk “Mabni
Majhul”. Caranya sebagai berikut:
1. Apabila
Fi’il Madhi, maka huruf awal didhammahkan dan huruf sebelum akhir dikasrahkan.
Contoh :
فُتِحَ بابُ الرزق
FUTIHA BAABUR-RIZQI = pintu rezki telah dibuka
FUTIHA BAABUR-RIZQI = pintu rezki telah dibuka
شُرِبَ العسلُ
SYURIBA AL-’ASALU = madu telah diminum
SYURIBA AL-’ASALU = madu telah diminum
2. Apabila
Fi’il Mudhari, maka maka huruf awal didhammahkan dan huruf sebelum akhir
difat-hahkan. Contoh:
يُحترَمُ العالم
YUHTAROMU AL-’AALIMU = orang alim dihormati
YUHTAROMU AL-’AALIMU = orang alim dihormati
يُتَعلّم النحو
YUTA’ALLAMU ANNAHWU = ilmu Nahwu dipelajari
YUTA’ALLAMU ANNAHWU = ilmu Nahwu dipelajari
وَالْثَّانِيَ الْتَّالِي تَا الْمَطَاوعَهْ
¤ كَالأَوَّلِ اجْعَلْهُ بِلاَ مُنَازَعَهْ
Huruf kedua
yang mengiringi Ta’ Muthowa’ah, jadikanlah seperti huruf yg pertama dengan
tanpa pertentangan (yakni sama-sama dikarkati Dhommah).
وَثَالِثَ الَّذِي بِهَمْزِ الْوَصْلِ
¤ كَالأَوَّلِ اجْعَلَنَّهُ كَاسْتُحْلِي
Huruf ketiga
dari fi’il yg ber-hamzah washal, juga jadikanlah seperti huruf yg pertama
(yakni sama-sama dikarkati Dhommah) Seperti contoh: USTUHLIY.
KETERANGAN:
Lanjutan
dari bait sebelumnya tentang menjadikan Fi’il Mabni Majhul:
Apabila
kalimah fi’il diawali dengan Ta’ Muthowa’ah atau Ta’ zaidah semisalnya, maka
huruf pertama dan kedua diharkati Dhommah. Contoh:
تُعُلّم النحوُ
TU’ULLIMA ANNAHWU = ilmu nahwu dipelajari
TU’ULLIMA ANNAHWU = ilmu nahwu dipelajari
Dan Apabila
kalimah fi’il diawali dengan Hamzah Washal, maka huruf pertama dan ketiga
diharkati Dhommah. Contoh:
اُسْتُحْلي الشراب
USTUHLIY ASY-SYAROOBU = minuman didapati manis
USTUHLIY ASY-SYAROOBU = minuman didapati manis
وَاكْسِرْ أَوَ اشْمِمْ فَاثُلاَثِيَ أُعِلّ
¤ عَيْناً وَضَمٌّ جَا كَبُوعَ فَاحْتُمِلْ
Harkatilah
Kasroh atau dibaca Isymam terhadap FA’ Fi’il Tsulatsi Mu’tal ‘Ain. Adapun
Dhommah datang semisal “BUU’A” demikian dima’afkan.
KETERANGAN:
Kelanjutan
dari bait sebelumnya perihal membuat Fi’il Mabni Majhul:
Apabila
berupa Fi’il Madhi tiga huruf (Tsulatsi) yg ‘ain fi’ilnya terdiri dari huruf
illat baik wawu atau ya (Mu’tal ‘Ain), maka boleh dibaca tiga jalan:
1. Dibaca
Kasrah, huruf illat digant ya’, contoh:
صيم رمضان
SHIIMA ROMADHOONU = Bulan Ramadhan dipuasai (Bulan Ramadhan dijadikan waktu berpuasa)
صيم رمضان
SHIIMA ROMADHOONU = Bulan Ramadhan dipuasai (Bulan Ramadhan dijadikan waktu berpuasa)
2. Dibaca
Isymam, suara harkat antara Dhommah pendek dan Kasroh panjang dengan berurutan
secara cepat. Contoh “QUIILA” dan “GHUIIDHA” bacaan qiro’ah sab’ah pada ayat
berikut:
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ
أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ
Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan
Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan
3. Dibaca
Dhammah (bacaan paling dha’if), huruf illat diganti wawu seperti BUU’U. contoh
dalam syair:
ليتَ وهل ينفع شيئاً ليتُ # ليتَ شباباً بوع فاشتريت
وَإِنْ بِشَكْلٍ خِيْفَ لَبْسٌ يُجْتَنَبْ وَمَا لِبَاعَ
قَدْ يُرَى لِنَحْو حَبّ
Jika
ditakuti ada kesamaran pada suatu syakal/corak, maka syakal demikian harus
dihindari. Dan corak yg ada pada lafal “BAA’A” terkadang dijadikan pertimbangan
untuk lafazh semisal “HABBA”.
KETERANGAN:
Perihal
corak bacaan antara Isymam , Dhommah , dan Kasroh pada kalimah Fi’il Madhi
Tsulatsi Mu’tal ‘Ain yg musnad pada Dhamir TA’ Mutakallim, TA’ Mukhotob atau
Nun Niswah, ketika dibentuk MABNI MAJHUL.
“JIKA
DITAKUTI ADA KESAMARAN PADA SUATU SYAKAL, MAKA SYAKAL DEMIKIAN HARUS DIHINDARI”
(Ibnu Malik).
Semisal
“BI’TU” ketika dibentuk Mabلاni Majhul , huruf
pertama boleh dibaca Dhommah atau Isymam: “BU’TU” atau “BUI’TU”. Jangan dibaca
Kasroh: “BI’TU” karena takut terjadi kesamaran antara mana yg Mabni Ma’lum dan
mana yang Mabni Majhul.
Dan semisal
“SUMTU” ketika dibentuk Mabni Majhul , huruf pertama boleh dibaca Kasroh atau
Isymam: “SIMTU” atau “SUIMTU”. Jangan dibaca Dhommah : “SUMTU” karena takut
terjadi kesamaran antara mana yg Mabni Ma’lum dan mana yang Mabni Majhul.
Demikian
menurut Mushannif tentang keharusan menghindari dari kesamaran syakal, dan
beliau menjelaskan dalam Syarah Al-Kafiyah bahwa pendapatnya tidaklah
bertentangan dengan pendapat Imam Sibawaihi yg membolehkan secara mutlak
penggunaan tiga corak bacaan diatas. Imam Sibawaihi berpendapat bahwa mereka
dapat membedakannya secara takdiran antara Mabni Fa’il dan Mabni Maf’ul baik
Isim atau Fi’il seperti lafal “MUKHTAARUN” dan “TUDHOORRO”. Oleh karenanya
menghindari Iltibas/kesamaran dalam hal ini tidaklah wajib.
Apabila
kalimah Fi’il Madhi Tsulatsi berupa Bina’ Mudho’af, semisal ‘ADDA, maka ketika
dibentuk mabni Majhul boleh dibaca dengan tiga corak bacaan seperti BI’TU,
yakni yang paling rojih dibaca Dhommah menjadi ‘UDDA, atau dibaca Isymam UIDDA
,atau dibaca kasroh ‘IDDA.
وَمَا لِفَا بَاعَ لِمَا الْعَيْنُ تَلِي فِي اخْتَارَ
وَانْقَادَ وَشِبْهٍ يَنْجَلِي
Hukum bacaan
(Dhommah, Kasroh, Isymam) bagi Fa’ Fi’il lafaz BAA’A, berlaku juga bagi Huruf
sebelum ‘Ain Fi’il pada lafaz IKHTAARO dan INQAADA dan lafaz yg nampak
serupanya.
KETERANGAN:
Lanjutan
dari bet sebelumnya – Apabila Fi’il Madhi yg mu’tal ‘Ain tsb mengikuti wazan
IFTA’ALA atau INFA’ALA, maka ketika dibentuk Mabni Majhul, huruf sebelum ‘Ain
Fi’ilnya boleh dibaca DHOMMAH, KASRAH dan ISYMAM. Lebih baik dibaca Kasrah
apabila Mu’tal ‘Ain Yaiy dan dibaca Dhommah apabil Mu’tal ‘Ain Wawiy.
Contoh
Mu’tal ‘Ain yang Wawiy:
انقاد الطلاب للمعلم
INQAADA AT-THULLABU LIL MU’ALLIMI = murid-murid itu patuh pada gurunya
INQAADA AT-THULLABU LIL MU’ALLIMI = murid-murid itu patuh pada gurunya
Dibentuk
Mabni Majhul yg terbaik dibaca Dhommah :
انقود للمعلم
UNQUUDA LIL MUA’ALLIMI = gurunya itu dipatuhi
UNQUUDA LIL MUA’ALLIMI = gurunya itu dipatuhi
atau dibaca
Kasroh:
انقيد للمعلم
INQIIDA LIL MUA’ALLIMI = gurunya itu dipatuhi
INQIIDA LIL MUA’ALLIMI = gurunya itu dipatuhi
Atau dibaca
Ismam
Dibentuk
Mabni Majhul yg terbaik dibaca Kasroh :
اختير عليٌّ
IKHTIIRO ‘ALIYYUN = Ali dipilih
IKHTIIRO ‘ALIYYUN = Ali dipilih
atau dibaca
Dhommah:
اختور عليٌّ
UKHTUURO ALIYYUN = Ali dipilih
UKHTUURO ALIYYUN = Ali dipilih
وقابِِلٌ مِن ظَرفٍ أو مِن مَصدَرِ أو حَرفِ جَرٍّ
بِنِيابَةٍ حَرِي
Lafazh yang
dapat menerima pergantian (sebagai Naibul Fa’il) yg berupa Zhorof, Masdar atau
Jar-Majrur, adalah layak (dijadikan Naibul Fa’il).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar