BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia,
juga diakui sebagai kekuatan yang dapat membantu masyarakat mencapai kemegahan
dan kemajuan peradaban, tidak ada suatu prestasi pun tanpa peranan pendidikan.
Kejayaan Islam di masa klasik telah meninggalkan jejak kebesaran Islam di
bidang ekonomi, politik, intelektualisme, tradisi-tradisi, keagamaan, seni, dan
sebagainya, tidak terlepas dari dunia pendidikan, begitu pula dengan kemunduran
pendidikan Islam, telah membawa Islam berkubang dalam kemundurannya.
Kajian tentang pendidikan Islam pada masa Rosulullah SAW
amatlah penting untuk ditelaah kembali sebagai rujukan dan pijakan dalam
melaksnakan pendidikan di masa kini dan masa yang akan datang, agar norma-norma
dan nilai-nilai ajaran Islam tetap utuh selamanya. Profil Rosulullah SAW
baik sebagai peserta didik atau murid maupun sebagai pendidik atau guru, potret
Rosulullah ini merupakan motivasi dan panduan bagi umat Islam dalam melajutkan
pendidikan. Proses pendidikan tidak terlepas dari dua komponen dari pendidik
dan peserta didik, dalam hal pendidikan Islam Rosulullah SAW adalah pendidik
pertama dan utama dalam dunia pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu
pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional
yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia
apapun dan dimanapun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Hasil pendidikan Islam periode Rosulullah SAW terlihat
dari kemampuan murid-muridnya (para shabat) yang luar biasa. Misalnya, Umar bin
Khatthab sebagai ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli hadis, Salman
Al-Farisi ahli perbandingan agama, dan Ali bin Abi Thalib ahli hukum dan
tafsir, dan kesinambungan pendidikan Islam yang dirintis Rosulullah SAW
berlanjut sampai pada periode tabi’in, dan terbukti ahli ilmuan bertambah
banyak bermunculan.
Gambaran dan pola pendidikan Islam di periode Rosulullah
SAW pada fase Mekah dan Madinah merupakan sejarah masa lalu yang perlu
diungkapkan kembali, sebagai bahan pertimbangan, sumber gagasan, gambaran
strategi dalam menyukseskan pelaksanaan pendidikan Islam.
B. Rumusan masalah
“ Bagaimana
perkembangan pendidikan islam pada masa Rasulullah SAW.”
C. Tujuan masalah
” mengetahui
bagaimana perkembangan pendidikan islam pada masa rasulullah SAW.”
D. Manfaat
“Bagi
penulis sendiri sebagai bahan reverensi dan sebagai tambahan wawasan
pengetahuan serta menjadi bahan perbandinagan bagi makalah yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pola Pendidikan Islam
Pola pendidikan pada masa Rosulullah SAW tidak terlepas
dari metode, evaluasi, materi, kurikulum, pendidik, peserta didik, lembaga
dasar, tujuan dan sebgainya yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan Islam,
baik secara teoritis maupun praktis.
1. Pelaksanaan
Pendidikan Islam pada fase Mekah
Sebelum Nabi Muhammad SAW memulai tugasnya sebagai Rosul,
yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah telah mendidik
lewat Malaikat Jibril dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut
secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam
kehidupan masyarakat lingkungannya, pada posisi ini Nabi Muhammad sebagai murid
yang diajari oleh Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah SWT. Dengan potensi
fitrahnya yang luar biasa, beliau mampu secara sadar mengadakan penyesuaian
diri dengan masyarakat lingkungannya, tetapi beliau tidak larut sama sekali
kedalamnya.
Nabi Muhammmad SAW memulai melakukan pendidikan sebagai
murid, atau beliau menerima materi pelajaran dari Allah SAW lewat malaikat
Jibril AS sejak beliau menerima wahyu yang pertama pada bulan Romadon di Gua
Hira’, hal ini sesuai dengan pernyataan firman Allah SWT surah Al-Baqarah ayat
185 :
شهر رمضان الذي انزل فيه القرأن هدى للناس وبينات من الهدى
والفرقان .
Artinya : “ (Beberapa yang ditentukan itu ialah)
bulan Romadon, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai bagi pentunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang batil)”.
Adapun materi yang diterima pertama kali itu adalah surat
Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 ;
ااقرأ
باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان من علق . اقرأ وربك الاكرم .الذي علم بالقلم علم
الانسان ما لم يعلم .
Artinya :
“ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan
manusia dari segumpal dara. Bacalah demi Tuhanmu yang paling Pemurah. Yang
mengajar dengan perantaraan kalam. Yang mengajar manusia apa-apa yang tidak
diketahui”.
Ayat ini merupakan peringatan dan pengetahuan bagi umat
manusia tentang awal penciptaan manusia dari segumpal darah dan sesungguhnya di
antara kemurahan Allah SWT adalah mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang
belum diketahui. Allah mengangkat dan memuliakan manusia dengan ilmu, oleh
karena itu melalui ayat ini Allah SWT menganjurkan bahkan mewajibkan supaya
manusia agar melakukan membaca dan belajar tentang segala permasalahan
kehidupan di dunia dan di akhirat.
Perintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju
kepada Nabi Muhammad SAW tentang apa yang harus beliau lakukan, baik terhadap
dirinya maupun terhadap umatnya. Itulah petunjuk awal kepada Nabi Muhammad SAW
agar beliau memberikan peringatan kepada umatnya. Kemudian bahan atau materi
pendidikan selanjutnya diturunkan berangsur-angsur, sedikit-demisedikit. Setiap
kali menerima wahyu, segera beliau sampaikan kepada umatnya, diiringinya
penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh bagaimana pelaksanaannya.
Sejak itu peran Rosulullah SAW mulai bertambah, disampimg
beliau sebagai murid yang sekali waktu beliau juga tetap belajar kepada
malaikat Jibril, selain itu beliau berperan sebagai guru atau pendidik yang
harus mengajar para sahabat. Sejarah menjelaskan kepada kita bahwa pendidik
khususnya pada Rosulullah SAW dan para sahabat bukan merupakan profesi atau
pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi
kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu sebagai upaya
mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengharap keridlaan-Nya, menghidupkan agama,
mengembangkan seruannya, dan menggantikan peranan Rosulullah SAW setelah tiada
dalam memperbaiki umat .
2. Pelaksanaan
pendidikan Islam pada fase Madinah
Hijrah dari Mekah ke Madinah bukan hanya sekedar
berpindah dan menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan
penduduk Mekah yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang
mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun
kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga akhirnya
nanti terbentuk masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara tauhid
warisan Nabi Ibrahim AS yang akan disempurnakan oleh Nabi Muhaammad SAW melalui
wahyu Allah SWT.
Sebelum hijrah ke Madinah (nama sebelumnya Yasrib) telah
banyak di antara penduduk kota Mekah ini memeluk Islam. Penduduk Madinah pada
mulanya tediri dari suku-suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi, yang saling
berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi tersebut suku-suku bangsa Arab
sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Nabi Ibrahim dan sebagainya. Sehingga
setelah ajaran Islam sampai kepada mereka, agak mudah mereka merimanya.
Penduduk Madinah yang sudah menjadi sahabat Nabi, mereka
tertarik dan memohon kepada Nabi Muhammad SAW agar mengutus seseorang untuk
mengajarkan ajaran Islam kepada mereka, Nabi menyetujui tawaran tersebut dan
mengutus Mus’ab bin Umair menjadi pengajar mereka. Pada tahun 12
dari kenabian, datang 75 orang Muslim Madinah untuk menunaikan ibadah haji ke
Mekah, sekaligus mengundang Rosulullah SAW untuk datang ke Madinah. Mereka juga
berjanji untuk memberi perlindungan kepada Rosulullah SAW seperti yang
disebutkan dalam Bai’at Aqabah II.
Kalau pembinaan pendidikan Islam di Mekah titik beratnya
adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu Muslim, agar
dari jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan Islam
di Madinah pada hakekatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid
di Mekah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai
oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan
cerminan dan pantulan sinar tauhid tersebut.
Wahyu secara berangsur-angsur turun selama periode
Madinah. Kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah
menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an
sebagaimana diajarkannya. Beliau sering mengadakan ulangan-ulangan dalam
pembacaan Al-Qur’an, yaitu dalam sembahyang, dalam pidato-pidato, dalam
pelajaran-pelajaran dan lain-lain kesempatan. Penulis-penulis Al-Qur’an yang
telah ditunjuk olehnya untuk menuliskan setiap ayat yang diturunkanpun tetap
melaksanakan tugasnya dengan baik. Di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Dengan
demikian segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW bersama umat
Islam pada masa itu, dalam rangka pendidikan sosial dan politik, selalu berada
dalam bimbingan dan petunjuk langsung dari wahyu-wahyu.
C.
Lembaga dan Sistem Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan Islam pada fase Mekah ada dua macam
atau dua tempat, yaitu : Darul Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab. Dalam
Sejarah Pendidikan Islam, istilah Kuttab telah dikenal dikalangan bangsa Arab
pra-Islam. Ahmad Syalaby mengatakan bahwa Kuttab sebagai
lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu ;
Pertama, Kuttab berfungsi
mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar
gurunya adalah non muslim Kuttab jenis pertama ini merupakan
lembaga pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya
pendidikan Kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru atau di pekarangan
sekitar Masjid. Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah
puisi atau pepatah-pepatah arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik.
Adapun penggunaan Al-Qur’an sebagai teks dalam Kuttab baru
terjadi kemudian, ketika jumlah kaum Muslim yang menguasai al-Qur’an telah
banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa kehalifahan Utsman
bin Affan. Kebanyakan guru Kuttab pada masa awal Islam adalah
non muslim, sebab Muslim yang dapat membaca dan menulis yang jumlahnya masih
sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
Kedua, sebagai
pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an
pada jenis Kuttab yang kedua ini,setelah qurra’
dan huffadh (ahli bacaan dan penhafal Al-Qur’an telah banyak).
Guru yang mengajarkan adalah dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini
merupakan lanjutan dari Kuttab tingkat pertama, setelah siswa
memiliki kemampuan baca tulis. Pada jenis yang kedua ini siswa diajari
pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu gramatika
bahasa Arab, dan aritmetika. Sementara Kuttab yang dimiliki
oleh orang-orang yang lebihmapan kehidupannya, materi tambahannya adalah
menunggang kuda dan berenang.
Ketika Rosulullah SAW dan para sahabat hijrah ke Madinah,
salah saatu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah
masjid. Meslipun demikian, eksistensiKuttab sebagai lembaga
pendidikan di Madinah, tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madianah. Bahkan
materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan semakin banyaknya
wahyu yang diterima Rosulullah SAW, misalnya materi jual beli, materi keluarga,
materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang sudah biasa dipakai di
Mekah seperti materi tauhid dan akidah.
Dalam sejarah Islam, masjid yang pertama kali dibangun
Nabi adalah Masjid At-Taqwadi Quba’ pada jarak perjalanan kurang
lebih 2 mil dari kota Madinah ketika Nabi hijrah dari Mekah (QS. Al-Taubah
108). Rosulullah SAW membangun sebelah utara Masjid Madinah dan Masjidil Haram
yang disebut As-Suffah, untuk tempat tinggal orang-orang fakir
miskin yang tekun menuntut ilmu. Mereka dikenal dengan “ Ahli Suffah “.
Pembangunan masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan menyejahterakan
kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga memiliki multifungsi, di
antaranya sebagai tempat ibadah, kegiatan sosial-politik, bahkan lebih dari
itu, masjid dijadikan sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam.
Nakoesteen sebagaimana yang dikutip Hasan Asari
mengatakan bahwa pendidikan Islam yang berlangsung di masjid adalah pendidikan
yang unik karena memakai sistem halaqah (lingkaran). Sang
syekh biasanya duduk di dekat dinding atau pilar masjid, sementara siswanya
duduk di depannya membentuk lingkaran dan lutut para siswa saling bersentuhan.
Bila ditinjau lebiih lanjut, bahwa sistem halaqah seperti
demikian, adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh perkembangan
dimensi intelektual, akan tetapi lebih menyentuh dimensi emosional dan
spiritual peserta didik. Adalah merupakan kebiasaan dalam halaqah bahwa
murid yang lebih tinggi pengetahuannya duduk di dekat Syekh, murid yang level
pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh, sementara
berjuang belajar keras agar dapat mengubah posisinya dalam konfigurasi halaqahnya,
sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi sangat
signifikan. Meskipun tidak ada batasan resmi, sebuah halaqah biasanya
teridiri dari 20 orang siswa atau murid.
Metode diskusi dan dialog kebanyakan dipakai dalam
berbagai halaqah. Dikte (imla’) biasanya memainkan peranan pentingnya,
tergantung kepada kajian dan topik bahasan. Kemudian dilanjutkan dengan
penjelasan oleh syekh atas materi yang lebih didiktekan. Uraian disesuaikan
dengan kemampuan peserta halaqah. Menjelang akhir kelas, waktu akan dimanfaatkan
oleh syekh untuk mengevaluasi kemampuan peserta halaqah. Evaluasi bisa
berbentuk tanya jawab, dan terkadang syekh menyempatkan untuk memeriksa catatan
murid-muridnya, mengoreksi dan menambahseperlunya.Kemajuan suatu halaqah ini
tergantung kepada kemampuan syekh dalam pengelolaan sistem pendidikan. Biasanya
apabila suatu halaqah telah maju, maka akan banyak dikunjungi para peserta
didik dari berbagai penjuru.
D. Materi dan Kurikulum Pendidikan Islam
Salah satu komponen operasional pendidikan Islam adalah
kurikulum, ia mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum
mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam
proses kependidikandalam suatu sistem institusional pendidikan. Seseorang yang
akan membuat lesson plan tidak cukup hanya mempunyai kemampuan membuat rumusan
tujuan pengajaran. Ia juga harus menguasai materi pengajaran. Bahkan rumusan
tujuan pengajaran itu diilhami oleh antara lain materi pengajaran. Oleh karena
itu, guru harus menguasai materi pengajaran.
Kurikulum pendidikan Islampada periode Rosulullah SAW
baik di Mekah maupun Madinah adalah Al-Qur’an, yang Allah wahyukan sesuai
dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam saat
itu. Karena itu dalam praktinya tidak saja logis dan rasional tetapi juga
secara fitrah dan pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu dapat dilihat
dari sikap rohani dan mental para pengikutnya yang dipancarkan ke dalam sikap
hidup yang bermental dan semangat yang tangguh, tabah dan sabar, tetapi aktif
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam perkembangan sejarah
selanjutnya ternyata mereka ini merupakan kadar inti mubaligh dan pendidik
pewaris Nabi yang brilian dan militan dalam menghadapi segala tantangan dan
cobaan.
Mahmud Yunus mengklasifikasikan materi pendidikan kepada
dua macam, yaitu materi pendidikan yang diberikan di Mekah dan materi
pendidikan yang diberikan di Madinah. Pada fase Mekah terdapat tiga macam intisari
materi yang diberikan di Mekah, yaitu ; keimanan, ibadah dan akhlak. Intisari
pendidikan agama yang diterapkan Nabi di Madinah dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Pendidikan
keimanan
2. Pendidikan
ibadah
3. Pendidikan
akhlak
4. Pendidikan
kesehatan(jasmani)
5. Pendidikan
kemasyarakatan (sosial)
Zukhairini membagi materi pendidikan pada fase Mekah
kepada dua bagian, yaitu : (1) Pendidikan tauhid (2) Pendidikan Al-Qur’an.
Sedangkan fase Madinah materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks
dibandingkan dengan materi pendidikan pada fase Mekah, seperti :
1. Pembentukan
dan pembinaan masyarakat baru menuju kesatuan sosial dan politik.
2. Materi
pendidikan sosial dan kewarganegaraan, yang terdiri dari pendidikan ukhuwah
antara kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan.
3. Materi
pendidikan khusus anak-anak, yang meliputi ; pendidikan tauhid, pendidikan
salat, penndidikan sopan santun dalam keluarga, sopan santun dalam masyarakat,
dan pendidikan kepribadian.
4. Materi
pendidikan pertahanan dan ketahanan dakwah Islam.
E.
Metode Pengajaran Rosulullah SAW
Metode pengajaran ialah cara yang digunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh
karena itu, peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses
mengajar dan belajar. Dengan metode diharapkan tumbuh dengan berbagai kegiatan
belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain
terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru-guru berperan sebagai
penerima atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang
dibimbing. Proses ini akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan
dengan guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat
menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Untuk menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam
mengajar para sahabatnya, Rosulullah SAW menggunakan bermacam-macam metode. Hal
itu dilakukan untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan siswa. Di antara metode
yang diterapkan Rosulullah adalah :
1. Metode
ceramah
2. Metode
dialog, misalnya dialog anatara Rosulullah dengan Mu’adz ibnu Jabal ketika
Mu’adz akan diutus sebagai kadi di negeri Yaman.
3. Metode
diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rosulullah tentang
suatu hukum, dan Rosulullah menjawabnya.
4. Metode
diskusi, misaalnya antara Rosulullah dan para sahabatnya tentang hukuman yang
akan diberikan kepada tawanan perang Badar.
5. Metode
demonstrasi, misalnya hadis Rosulullah “ Sembahyanglah kamu sebagaimana
kamu melihat aku sembahyang “
6. Metode
aksprimen, metode sosiodrama, dan bermain peranan.
Selanjutnya, metode pendidikan akhlak yang disampaikan
oleh Nabi dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat
dahulu kala, supaya diambil pengajaran dan ikhtibar dari kisah itu. Orang taat
dan patuh mengikuti Rosulullah, akan dapat kebahagiaan, dan orang durhaka akan
mendapat siksa, seperti kisah Qarun yang bakhil, dan kisah Musa yang berbuat
baik kepada putri Nabi Syu’aib dan lain-lain.
Disamping dengan metode kisah, pendidikan akhlak juga
dilakukan dengan metode penegasan dan Uswatun Hasanah. Misalnya dengan
menjelaskan kriteria orang-orang munafik dan akibatnya, dan mempersaudarakan
antara kaum Ansar dengan Muhajirin. Metode-metode akhlak yang diterapkan
Rosulullah SAW sangat berbekas didalam pola tingkah laku para sahabat. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi umat pada saat itu yang betul-betul patuh dan taat
kepada Rosulullah SAW. Persaudaaraan di antara mereka kaun Ansar dan Muhajirin
terbina dengan rapat dan kokoh, dan penuh kasih sayang.
Sedangkan memberikan materi pendidikan dapat tergambar
dari sikap Rosulullah SAW ketika terjadi prosess pembelajaran antara Jibril
yang berperilaku sebagai murid dan Rosulullah sebagai pendidik.
Konsep tersebut dapat tegambar dari apa yang telah dikemukakan oleh Najib
Khalid Al-Amr, dengan mengutip suatu hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin
Khatthab. Hadis tersebut menggambarkan bahwa wibawa, kondisi, situasi,sikap dan
sifat, serta posisi Rosulullah SAW sebagai guru menggambarkan sosok pendidik
yang menguasai strategi dan metode pendidikan. Rosulullah duduk di hadapan
Jibril membawa pertanyaan sesuai dengan kemampuannya. Apabila persoalan tidak
diketahui jawabannya secara pasti, maka Rosulullah tidak malu untuk mengatakan
tidak tahu. Rosulullah mendengarkan secara seksama dan teliti terhadap
pertaanyaan yang diajukan oleh Jibril, sehingga beliau mampu menjawabnya dengan
tepat pula. Hal ini menggambarkan kondisi pelaksanaan pendidikan yang kondusif.
Nilai-nilai yang dapat diambil dari sikap sang murid
terhadap pendidikan Islam dari hadis tersebut dapat digambarkan dalam skema
berikut ini :
1. Pertanyaan
yang diberikan harus jelas.
2. Pertanyaan
yang disampaikan harus singkat.
3. Persiapan
jasmani dan rohani untuk menuntut ilmu.
4. Siap
mendengarkan dengan baik setelah menyampaikan pertanyaan.
5. Tenang
dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan dan tidak disampaikan sekaligus.
6. Pertanyaan
yang disampaikan harus bermanfaat.
7. Susunan
yang disampaikan harus akurat dan ilmiah.
8. Pemilihan
waktu yang tepat untuk bertemu dengan guru dan duduk mendekat dengan guru.
9. Posisi
duduk murid yang menyehatkan.
Metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak dapat
dilihat dari arti hadis beruikut ini :
Anas RA berkata, “ Rosulullah SAW adalah orang yang
paling baik akhlaknya. Aku punya saudara yang dipanggil Abu Umair, dia anak
yang sudah dipisahkan dari susuan. Jika datang, beliau berkata “ wahai
Abu Umair apa yang dilakukan nughair (burung kecil) “.
Kadang-kadang beliau bermain dengan dia. Jika tiba saat salat sementara beliau
berada di rumah kami, beliau meminta permadani yang ada dibawahnya, lalu
permadani itu beliau sapu dan ditiup-tiup. Kemudian beliau berdiri dan diikuti
oleh kami di belakangnya”. (HR. Buhkari, Muslim, Turmidzi, dan Abu Daud).
Nilai-nilai yang dapat diambil dari metode Rosulullah SW
dalam mengajar anak usia dini adalah sebagai berikut :
1. Meluangkan
waktu untuk bermain dangn anak-anak.
2. Memperaktekkan
amal untuk bisa berbuat bersih secara iman dan berperilaku nyata.
3. Shalat
Rasulullah didalam rumah menanamkan pemahaman teladan dalam urusan ibadah.
4. Kalimat
yang diucapkan oleh Raqsulullah SAW, “Wahai Abu Umair, apa yang dikerjakan
Nughair?” punya beberapa faidah di antaranya :
a. Kata-kata
akhirnya cocok dengan jiwa.
b. Mudah
dihafal.
c. Mudah
diucapkan.
5. Turunnya
Rasulullah ke atas intelek anak bisa membuahkan rassa optimis pada diri
anak.
6. Memakai
cara dengan panggilan. Teori ini dapat memberikan kesan kepada keluarga bahwa
anaknya sudah dewasa.
Berbeda dengan metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak
pada usia puber, seperti yang dapat dilihat dari hadis berikut :
Abi Umamah, dalam hadis riwayat Ahmad, mengisahkan bahwa
seorang pemuda telah datang menghadap, Nabi SAW, seraya berkata “Wahai
Rosulullah, izinkanlah aku berzinah”, orang-orang yang ada di sekitarnya
menghampiri dan memaki, “Celaka engkau, celaka engkau !” Rosulullah mendekati
pemuda itu dan duduk di sampingnya. Kemudian terjadilah dialog yang panjang
antara Rosulullah SAW dengan pemuda itu. Rosulullah SWA berkata “Apakah engkau
ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-kali
tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW
kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu
mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu ?” Pemuda
itu itu menjawab “Sekali-sekali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai
tebusan Tuan”. Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak
ingin hal ini terjadi pada sudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin hal ini
terjadi pada saudara perempuan bapakmu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-sekali
tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW
kemabali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada
saudara perempuan bapakmu. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara
perempuan ibumu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-kali tidak, demi Allah yang
menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”.Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu
pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan ibu
mereka”. Kemudian Rosulullah memegang dada pemuda itu seraya bersabda “Ya Allah
ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan periharalah kemaluannya !”. setelah
peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif ”.
Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari metode
Rosulullah dalam mengajar anak usia puber di atas sebagai berikut :
1. Mengajak
anak usia puber untuk mendiskusikan inti permaslahan sehinggapikirannya tidak
terpecah.
2. Rosulullah
SAW menguasai aspek psikis anak usia puber.
3. Rosulullah
SAW membuka dialog dengan anak usia puber.
4. Rosulullah
SAW memberikan pertanyaan yang jumlahnya banyak, dan banyaknya pertanyaan
menambah dalil dan alasan.
5. Diskusi
dilakukan dengan sistem tanya jawab.
6. Memusatkan
dan mengkosentrasikan pikiran anak usia puber pada pertanyaan yang dilontarkan.
7. Menumbuhkan
interaksi esenssial antara pendidik dan anak usia puber.
8. Jawaban
dari anak usia puber bisa dikategorikan sebagai dalil ilmiah atas dirinya.
F.
Evaluasi Pendidikan
Nana Sudjana mengatak bahwa, untuk dapat menentukan tercapainya
tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan evaluasi.
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atan harga atau
berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah proses yang
bertujuan. Tujuan tersebut menyatakan dalam rumusan tingkah laku yang
diharapkan memiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil
yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh
karena itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian akhir belajar.
Dalam menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat
atau kadar penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran, Nabi SAW juga
mengevaluasi sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi sahabat-sahabat,
Rosulullah SAW mengetahui kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama
atau dalam menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan,
Rosulullah sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh para
sahabat membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di hadapannya dengan membetulkan hafalan
dan bacaan mereka yang keliru. Nabi juga mengevaluasi kemampuan sahabat untuk
dijadikan utusan ke suatu daerah mengajarkan agama Islam, misalnya dialog
antara Rosulullah SAW dengan Mu’adz Ibnu Jabal ketika Mu’adz akan diutus sebagai
kadi ke negeri Yaman. Rosulullah SAW bertanya kepada Mu’adz bagaimana ia
memutuskan suatu perkara yang muncul di tengah-tengah umat. Mu’adz menjawab
apabila hendak memutuskan suatu perkara, pertama kali berlandaskan kepada
Al-Qur’an, bila didapati dalam Al-Qur’an baru memutuskan berdasarkan Hadis
Rosulullah SAW. Apabila tidak didapati pada keduanya kemudian memutuskannya
menggunakan metode ijtihad. Rosulullah senyum tanda menyetujui dan percaya akan
kompetensi Mu’adz sebagai utusan ke negeri Yaman.Evaluasi juga dapat dilakukan
dengan cara bertanya tentang sesuatu masalah hukum secara langsung kepada
Rosulullah menjawab.
Di samping menguji pemahaman sahabat tentang ajaran
agama, Rosulullah juga dievaluasi oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril AS.
Sebagaimana kisah kedatangan malaikat Jibril kepada Nabi SAW, ketika beliau
sedang mengajar sahabat di suatu majlis. Malaikat Jibril menguji Nabi dengan
pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pengetahuan beliau tentang rukun Islam,
dan jawaban Nabi selalu dibenarkan oleh utusan Allah itu. Berbagai peristiwa
lainnya ialah berulang kalinya malaikat Jibril datang kepada Nabi dalam wujud
manusia biasa, berpakaian jubah putih, untuk menguji sejauh mana hafalan Nabi
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tetap konsisten dan terpercaya dalam hafalan
beliau.
Jika dilihat dari teori taksonomi Benjamin S. Bloom, maka
jelaslah bahwapcychological domains yang dijadikan yang dijadikan
sasaran evaluasi Nabi sebagai pelaksana pemerintah Tuhan sesuai wahyu yang
diturunkan kepada beliau lebih menitik beratkan pada kemampuan dan kesediaan
manusia mengamalkan ajaran-Nya, dimana faktor psikomotorikmenjadi tenaga
penggeraknya. Di samping itu faktor konatif (kemauan) juga dijadikan sasarannya
(konatif psikomotorik).
Adapun sistem pengukuran (measurement) yang
digunakan Nabi sendiri tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam
dunia ilmu pengetahuan modern sekarang. Namun prinsip-prinsipnya menunjukkan
bahwa sistem measurement juga terdapat dalam hadis Nabi. Nabi
SAW melakukan pengukuran terhadap perilaku manusia dengan tanda-tanda seseorang
yang beriman ialah mencintai orang lain sesama Mukmin, seperti mencintai
dirinya sendiri. Ketika menyaksikan perbuatan mungkar, ia berusaha mengubah
dengan kekuatan fisiknya, lisannya atau dengan hatinya, tetapi yang terakhir
ini menunjukkan selemah-lemahnya iman. Ukuran orang munafik ada tiga : (1) Bila
bicara pasti berdusta; (2) Bila bejanji ia mengingkari. (3)Jika diberi amanat
ia khianat. Ukuran orang kafir, anatra lain ; tidak mensyukuri nikmat Allah, mencaci
maki keturunan dan meratapi mayat, dan sebagaimnya. Jadi, sistem pengukuran
Nabi terhadap perilaku manusia bukan secara kuantitatif (dengan angka), akan
tetapi dengan kualitatif.
Berdasarkan tinjauan historis di atas, menurut hemat
penulis pendidikan yang diterapkan Rosulullah SAW, merupakan pendidikan
pendidikan yang telah berhasil dalam mencapai tujuan utamanya. Terbukti
dengan munculnya para sahabat yang ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Karena itu, sistem pendidikan yang diterapkan Rosulullah menurut hemat penulis,
banyak yang masih relevan diterapkan pada era modern sekarang ini. Misalnya,
konfigurasi duduk para siswa dalam sistem halaqah, sistem evaluasi,
metode pengajaran sebagaimana telah dijelaskan di atas.
BABIII
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pendidikan
pada masa Rosulullah SAW meliputi :
a. Pola
Pendidikan
b. Lembaga
dan Sistem Pendidikan
c. Materi
dan Kurikulum Pendidikan
d. Metode
Pengajaran
e. Evaluasi
Pendidikan
2. Pola
Pendidikan Rosulullah SAW dilaksanakan pada 2 fase :
a. Pendidikan
pada fase Mekah
b. Pendidikan
pade fase Madinah
3. Lembaga
dan Sistem Pendidikan pada masa Rosulullah SAW :
a. Darul
Arqam/rumah Arqam ; sebagai sarana / tempat melaksanakan pendidikan.
b. Kuttab
; sebagai sistem juga sebagai sarana lain yang dalam pelaksanaannya bertempat
di rumah-rumah gurunya.
c. Masjid
; sebagai sarana / tempat pelaksanaan pendidikan.
d. Sistem
Pendidikan yang diterapkan adalah :
1- Baca
tulis Al-Qur’an sebagai dasar / pemula pembelajaran.
2- Menghafal
dan pengembangan Qira’ah sebagai lanjutan dari dasar pembelajaran.
3- Halaqah
; suatu pengembangan sistem pendidikan yang menyentuh pada perkembangan
diskusi, emosional, spiritual, dan intelektual.
4. Materi
dan Kurikulum Pendidikan pada masa Rosulullah SAW :
a. Materi
Pendidikan pada masa Rosulullah meliputu ;
- Pendidikan
Keimanan
- Pendidikan
Ibadah
- Pendidikan
Akhlak
- Pendidikan
Kesehatan (jasmani)
- Pendidikan
Kemadyarakatan (sosial)
b. Kurikulum
Pendidikan yang digunakan oleh Rosulullah adalah Al-Qur’an
5. Metode
Pengajaran Rosulullah SAW :
a. Metode
Ceramah
b. Metode
Dialog
c. Metode
Diskusi
d. Metode
metode Demonstrasi
e. Metode
Eksprimen, Sosio Drama, bermain peran
6. Evaluasi Pendidikan
pada masa Rosulullah SAW :
a. Praktek
membaca
b. Menghafal
c. Tanya
jawab
d. Menguji
dan menilai Kemampuan dan penguasan terhadap suatu materi Pelaksanaan Ibadah,
Hukum, Etika, dan Sosial.
B. Saran
Sebagai manusia biasa tentunya tidak luput dari salah dan khilaf. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang dapat
membangun wawasan kami untuk kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini,
Dra, Moh. Kasiram, Drs. M.Sc, dkk, Sejarah Pendidikan Islam,
IAIN di Jakarta 1986
H. Samsul
Nizar, Prof, Dr, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta
: Kencana Prenada MediaGroup,
Jakarta 2009
Suwito,
Prof, Dr, MA, Fauzan, MA, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,
Kencana Prenada Media, Jakarta 2005
Moh. Masrun
S., dkk, Senang Belajar Agama Islam, Erlangga PT. Gelora
Aksara Pratama, Jakarta 2007
Departemen
Agama, Al-Majid, Al-Qur’an dan Tejemahannya, Asy-Syifa’,
Semarang 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar