Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Sabtu, 07 Juni 2014

Hak dan Kewajiban Suami Istri

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Allah menciptakan sesuatu dengan pasang-pasangan, laki-laki perempuan , hewan jantan dan betina, siang dam malam dan sebagainya, manusia hidup berpasangan-pasangan menjadi suami istri menbangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan ikatan dan pertalian yang kekal dan tidak mudah diputuskan, yaitu ikatan akad nikah atau ijab Kabul perkawinan. Bila akad nikah telah dilangsungkan maka mereka telah berjanji dan setia akan membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah warohmah, yang natinya akan akan lahir keturunan-keturunan dari mereka.
Dalam hukum islam tujuan perkawianan adalah menjalankan perintah allah SWT agar meperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dan membentuk keluarga yang bahagia. Artinya ketika seseorang memutuskan untuk menikah, maka lembaga perkawinan tersebut pastilah bertujuan untuk untuk menciptakan ketenangan. Dan kedamaian bagi manusia yang telah mampuh unuk melaksanakannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah hak dan kewajiban suami istri?
2.      Apakah devinisi dan bagian-bagian dari Talaq?
3.      Apa akibat hukum talaq (Perceraian)?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hak dan Kewajiban Suami Istri
Hak dan Kewajiban Istri
Hak hak istri yang menjadi kewajiban suami dapat dibagi dua : hak-hak kebendaan, yaitu mahar (mas kawin) dan nafkah, hak hak bukan kebendaan, misalnya berbuat adil diantara para istri (dalam perkawinan poligami), tidak berbuat yang merugikan istri dan sebagainya.
a.      Hak-Hak Kebendaan
1.      Mahar (Mas Kawin)

 à»Y|ÁósßJø9$#ur z`ÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# žwÎ) $tB ôMs3n=tB öNà6ãY»yJ÷ƒr& ( |=»tGÏ. «!$# öNä3ø‹n=tæ 4 ¨@Ïmé&ur Nä3s9 $¨B uä!#u‘ur öNà6Ï9ºsŒ br& (#qäótFö6s? Nä3Ï9ºuqøBr'Î/ tûüÏYÅÁøt’C uŽöxî šúüÅsÏÿ»|¡ãB 4 $yJsù Läê÷ètGôJtGó™$# ¾ÏmÎ/ £`åk÷]ÏB £`èdqè?$t«sù  Æèdu‘qã_é& ZpŸÒƒÌsù 4 Ÿwur yy$oYã_ öNä3ø‹n=tæ $yJŠÏù OçF÷|ʺts? ¾ÏmÎ/ .`ÏB ω÷èt/ ÏpŸÒƒÌxÿø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇËÍÈ
Artiya ”Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati   (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu . Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(AN-NISA:24)

Dan berikanlah mas kawin kepada permpuan-perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian wajib.  Apabila mereka dengan senang hati memberikan mas kawin itu kepadamu, ambillah dia sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.
Dari ayat Al-Quran tersebut dapat diperoleh suatu pengertian bahwa mas kawin itu adalah harta pemberian wajib dari suami kepada istri, dan merupakan hak penuh bagi istri yang tidak boleh diganggu oleh suami, suami hanya dibenarkan ikut makan mas kawin apabila telah diberikan oleh istri dengan suka rela.
2.      Nafkah
Yang dimaksud dengan nafkah adalah adalah mencukupkan segala keperluan istri, meliputi makanan, pakaian tempat tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun istri tergolong kaya.

öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4’¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏd‰s%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=•B 3 ̍Ïe±o0ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
Artiya” Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.( Q.S Al-Baqarah: 223)



Dan ayah berkewajiban mencukupkan kebutuhan makanan dan pakaian untuk para ibu dan anak-anak dengan syarat yang ma’ruf.
bÎ)ur öygøgrB ÉAöqs)ø9$$Î/ ¼çm¯RÎ*sù ãNn=÷ètƒ §ŽÅc£9$# ’s"÷zr&ur ÇÐÈ
Artinya” Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi( At-Thalaq: 7)
b.      Hak-Hak Bukan Kebendaan
Hak-hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap istrinya, disimpulkan dalam perintah QS an-Nisaa : 19 agar para suami menggauli istri-istrinya dengan makruf dan bersabar terhadap hal-hal yang tidak disenangi, yang terdapat pada istri.
$yg•ƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw ‘@Ïts† öNä3s9 br& (#qèO̍s? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. ( Ÿwur £`èdqè=àÒ÷ès? (#qç7ydõ‹tGÏ9 ÇÙ÷èt7Î/ !$tB £`èdqßJçF÷s?#uä HwÎ) br& tûüÏ?ù'tƒ 7pt±Ås»xÿÎ/ 7poYÉit6•B 4 £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷d̍x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«ø‹x© Ÿ@yèøgs†ur ª!$# ÏmŠÏù #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 ÇÊÒÈ
Artinya” Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata  dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.(QS.An-Nisa: 19)
Menggauli istri dengan makruf dapat mencakup :
a.       Sikap menghargai, menghormat, dan perlakuan-perlakua n yang baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang diperlukan.
b.      Melindungi dan menjaga nama baik istri.
c.       Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis istri
Zaman Nur, mejelaskan hak istri yang bukan kebendaan antara lain:
a.       Bergaul dengan perlakuan yang baik. Kewajiban suami kepada istrinya supaya menghormati istri tersebut, bergaul kepadanya denan cara yang baik, memperlakukanya dengan cara yang wajar, mendahulukan kepentingannya dalam hal sesuatu yang perlu didahulukan, bersikap lemah lembut dan enahan diri dari al-hal yang tidak menyenangkan hati istri.
b.      Menjaga istri dengan baik.suami berkewajiban menjaga istriya, memelihara istri dan segala sesuatu yang menodai kehormatanya,menjaga harga dirinya, mejunjung tinggi kehormatan dan kemulianya, sehingga citranya menjadi baik
c.       Suami mendatangi istrinya suami wajib memberikan nafkah batin kepada istrinya sekurang-kurangnya satu kali sebulan jika ialah mampu. Imam Syafi’I berpendapat memberikan nafkah bathin itu tidak wajib karena memberikan nafkah batin itu adalah hak suami bukan merupakan kewajibanya, jadi terserah kepada suami itu sendiri apakah ialah mau atau tidak menggunakan haknya.Imam Ahmad menetapkan bahwa suami wajib memberi nafkah bathin kepada istrinya empat bulan sekali. Kalau suami meninggalkan istrinya batas waktunya paling lama 6 bulan.
Hak dan Kewajiban Suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan sebab menurut hukum Islam istri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan keluarga. Bahkan, lebih diutamakan istri tidak usah ikut bekerja mencari nafkah jika suami memang mampu memenuhi kewajiban nafkah keluarga dengan baik.
Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya ialah hak ditaati mengenai hal-hal yan menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi pelajaran kepada istri dengan cara yang baik dan layak dengan kedkan suami istri.


a.       Hak Ditaati

ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% ’n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4’n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=ø‹tóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdy—qà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur ’Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸x‹Î6y™ 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ
Artiya” Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)  wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya  Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS.An-Nisa 34)
Ayat tersebut mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami) berkewajiban memimpin kaum perempuan (istri) karena laki-laki mempunyai kelebihan atas kaum perempuan (dari segi kodrat kejadianya), dan adanya kewajiban laki-laki meberi nafkah untuk keperluan keluarganya. Istri-istri yang saleh adalah yang patuh kepada Allah dan jepada suami-suami mereka serta memelihara harta benda dan hak-hak suami, meskipun suami-suami mereka dalm keadaan tidak hadir, sebagai hasil pemeliharaan Allah serta taufik-Nya kepada istri-istri itu.
Istri berkewajiban memenuhi hak suami bertempat tingal dirumah yng telah disediakan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1.      Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri
2.      Rumah yang disediakan pantas menjadi tempat tinggal istri serta dilengkapi dengan perabot dan alat yang diperlukan untuk hidup berumah tangga secara wajar, sederhana, tidak melebihi kekuatan suami.
3.      Rumah yang disediakan cukup menjamin keamanan jiwa dan harta bendanya, tidak terlalu jauh dengan tetangga dan penjaga-penjaga keamanan.
4.      Suami dapat menjamin keselamatan istri ditempat yang disedikan.
b.      Taat kepada perintah-perintah suami, kecuali apabila melanggar larangan Allah.
Istri wajib memenuhi hak suami, taat kepada perintah-perintahnya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Perintah yang dikeluarkan suami termasuk hal-hal yang ada hubunganya dengan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, apabia misalnya suami memerintahkan istri untuk membelanjakan harta milik pribadinya suami keinginan suami, istri tidak wajib tat sebab pembelanjan harta milik pribadi istri sepenuhnya menjadi hak istri yang tidak dapat sicampuri oleh suami.
2.      Perintah yang harus sejalan dengan ketentuan syariah. Apabila suami memerintahkan istri untuk mejalankan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan syariah, perintah itu tidak boleh ditaati. Hadist Nabi riwayat Bukhari, Muslom, Abu, Dawud, dan Nasai dari Ali mengajarkan, “Tidak dibolehkan taat kepada seorangpun dalm bermaksiat kepada Allah, taat hanyalah pada hal-hal yang Makruf.”
3.      Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya yang menjadi hak istri, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat bukan kebendaan.
c.       Berdiam dirumah, tidak keluar kecuali dengan izin suami
Istri wajib berdiam dirumah dan tidak keluar kecuali dengan izin suami apbila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :


1.      Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri.
2.      Larangan keluar rumah tidak memutuskan hubungan keluarga. Dengan demikian, apabila suami melrang istri menjenguk kelurga-keluarganya, istri tidak wajib tat. Ia boleh keluar untuk berkunjung, tetapi tidak boleh bermalam tanpa izin suami.
d.      Tidak menerima masuknya seseorang tanpa izin suami
Hak suami agar tidak menerima masuknya seseorang tanpa izinnya, dimaksudkan agar ketentraman hidup rumah tangga tetap terjaga. Ketentuan tersebut berlaku apabila orang yang datang adalah mahramnya, dibenarkan menerima kehadiran mereka tanpa izin suami.
e.       Hak Memberi Pelajaran
Bagian kedua dari Ayat 34 QS An-Nisa mengajarkan, apabila terjadi kekhawatiran suami bahwa istrinya bersikap membangkang (nusyus), hendaklah diberi nasehat secara baik-baik. Apabila dengan nasehat, pihak istri belum juga mau taat, hendaklah suami berpisah tidur sama istri. Apabila masih belum juga mau taat, suami dibenarkan memberi pelajaran dengan jalan memukul (yang tidak melukai dan tidak pada bagian muka).
B. Perceraian ( Talaq)
1.      Pengertian Talaq
Talak di ambil dari kata itlak artinya melepaskan atau meninggalkan. Talak menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi seperti nikah Talak menurut istilah adalah Talak itu adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau menguranggi pelepasan ikatan dengan mengunakan kata-kata tertentu  .Talak menurut syara’ ialah melepaskan taali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri. [1]
Langgengnya kehidupan dalam ikatan  perkawinan merupakan suatu tujuan yang di utamakan dalam iman. Akad nikah di adakan untuk selamanya dan seterusnya agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung.  Begitu kuat dan kokohnya hubungan antara suami istri maka tidak sepantasnya apabila hubungan tersebut di rusak dan di sepelekan, setiap usaha untuk menyepelekan hubungan pernikahan dan melemahkannya sangat dibenci oleh Islam karna ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri. Rasullullah SAW bersabda
Artinya :“dari Ibnu Umar, bahwa Rasullullah SAW. Bersabda: perbuatan halal yang di benci oleh Allah adalah talak”
Siapapun yang merusak hubungan antara suami istri dia tidak mempunyai tempat terhormat dalam islam. Demikian dijelaskan dalam sebuah hadist Nabi Saw
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda “ bukan dari golongan kami seseorang yang merusak  hubungan seseorang perempuan dari suaminya”.
2. Macam-Macam Talak
Secara garis besar ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi menjadi 2 macam yaitu: Talak Raj’I dan Talak Ba’in. [2]
a.       Talak Raj’I yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali istrinya. Setelah itu di jatuhkan lafal-lafal tertentu dan istri benar benar sudah di gauli Jelasnya talak Raj’I adalah talak yang dijatukan suami kepada istrinya sebagai talak  atau talak dua .Allah berfirman dalam (surat al-baqarah 228)
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 Ÿwur ‘@Ïts† £`çlm; br& z`ôJçFõ3tƒ $tB t,n=y{ ª!$# þ’Îû £`ÎgÏB%tnö‘r& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ‘,ymr& £`ÏdÏjŠtÎ/ ’Îû y7Ï9ºsŒ ÷bÎ) (#ÿrߊ#u‘r& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB “Ï%©!$# £`ÍköŽn=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`ÍköŽn=tã ×py_u‘yŠ 3 ª!$#ur ͕tã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ
Artinya” Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru') tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Baqarah 228)

Yang termasuk dalam kategori talak Raj’I adalah sebagai berikut:
1.      Talak mati, tidak hamil
2.      Talak hidup dan hamil
3.      Talak mati dan hamil
4.      Talak hidup dan talak hamil
5.      Talak hidup dan belum haid atau pun haid
b.      Talak Ba’in
            Apabila istri bersetatus talak ba’in, maka suami tidak boleh rujuk kepadanya, suami boleh melaksanakan akad nikah baru kepada bekas istrinya itu dan membayar mahar baru dengan mengunakan rukun dan syarat yang baru pula. Fuqoha sependapat bahwa talak ba’in terjadi karena belum terdapatnya pergaulan suami istri karena adanya bilangan talak tertentu karena adanya penerimaan ganti pada khulu’.
Talak ba’in ada dua macam yaitu talak ba”in sughra dan talak bai’in kubra
1.      Talak ba’in sughra
Talak ba’in sughra Merupakan talak yang terjadi kurang dari tiga kali keduannya tidak hak rujuk dalam massa iddah, akan taetapi boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah yang baru. Talak ba’in sughra begitu di ucapkan dapat memutuskan hubungan suami istri. Karena ikatan perkawinannya telah putus maka istrinya kembali menjadi orang asing bagi suaminya. Oleh karena itu, ia tidak boleh bersenang-senang dengan perempuan itu apalagi sampai mengaulinya dan jika salah satunya meninggal sebelum atau masi iddah, maka yang lain tak mendapat  memperoleh warisannya. Akan tetapi, pihak perempuan masih behak atas sisa pembayaran mahar yang tidak di berikan secara kontan, sebelum di talak atau sebelum suami meninggal sesuai yang telah dijanjikan .
Mantan suami boleh atau berhak kepada kembali kepada, mantan istri yang telah ditalak ba’in sughraadalah akad nikah dan mahar baru. Selama ia belum menikah dengan laki-laki lain.
Adapun yang termasuk kedalam bagian talakba’in sughra adalah
a.       Talak karena fasakh yang di jatukan oleh hakim di pengadilan agama.
b.      Talak pakai iwad (ganti rugi) atau talak tebus berupa khuluk
c.        Talak karena belum dikumpuli

2.      Talak  Ba’in Kubra
Talak ba’in kubra yaitu talak yang terjadi sampai 3x penuh dan tidak ada rujuk dalam massa iddah maupun dalam nikah baru, kecuali kalau bekas istrinya telah nikah lagi dengan orang lain dan telah berkumpul sebagai sua,I istri secara nyata dan sah.
bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù ‘@ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ߉÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry— ¼çnuŽöxî 3 bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù yy$uZã_ !$yJÍköŽn=tæ br& !$yèy_#uŽtItƒ bÎ) !$¨Zsß br& $yJŠÉ)ムyŠr߉ãn «!$# 3 y7ù=Ï?ur ߊr߉ãn «!$# $pkß]ÍhŠu;ム5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇËÌÉÈ
Artinya Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui.QS. Al-Baqarah 230)

Yang termasuk talak kubra adalah sebagai berikut:
1.      Talak li’an
Talak li’an yaitu talak yang terjadi karena suaminya menuduh istrinya berbuaat zina atau suaminya tidak mengakui anak yang ikandung oleh istrinya kemudian suaminya bersumpah sampai lima kali dalam hal ini tidak hak untuk rujuk dan menikahinya lagi.
2.      Talak tiga
Bagi istri yang ditalak 3X, tidak ada rujuk untuk massa iddah. Mantan suami bisa kembali dengan pernikahan baru apabila;
a.       Mantan istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain
b.      Telah digauli dengan suami yang kedua (suami baru).
c.       Sudah dicerai suami yang kedua.
d.      Telah habis masa iddahnya
3.      Talak Sunni dan Talak Bidy
Fuqoha sepakat membolehkan seorang suami menjatuhkan talak sunni terhadddap istrinya yaitu apabila ia menjatuhkan talak satu kepada istrinya ketika dalam keadaan suci dan belum di gauli. Apabila suami yang menjatuhkan talak ketika istri dalam keadaan haid atau suci tapi sudah di gauli maka termasuk talak bid’y.
Sedangkan talak bid’y yaitu talak yang dijatuhkan ketika sedang haid atau nifas atau dalam keadaan suci tapi sudah di campuri kembali.
Kesepakatan tersebut berdasarkan pada hadis Nabi SAW yang diceritakan oleh Ibnu Umar r.a
Talak ditinjau dari segi waktu menjatuhkan talak:
Talak Sunni
Talak Bid’i
Talak la sunni wala bid’i
Talak ditinjau dari segi lafaz atau kata-kata yang digunakan untuk menjatuhkan talak
Talak Sharih
Talak Kinayah atau kiasan
4.      Rukun Talaq
Beberapa hal yang menjadi rukun talak dengan syarat-syaratnya antara lain sebagai berikut:
1.      Kata-kata talak
Dalam hal kata-kata talak terdapat 2 persoalan, yaitu kata-kata talak mutlak dan kata-kata talak muqayyad (terbatas).
a.       Kata-kata talak mutlak
Ulama sepakat bahwa suatu talak dapat terjadi, apabila disertai dengan niat dan menggunakan kata-kata yang tegas. Dan Jumhur Fuqaha telah sepakat bahwa kata-kata talak itu ada 2 yaitu: kata-kata tregas (Sharih) artinya lafal yang digunakan it terus terang menyatakan perceraian, dan kata-kata talak tidak tegas (sindiran) artinya lafal yang tidak ditetapkan untuk perceraian, tetapi bisa berarti talak dan lainnya.
2.      Orang (suami) yang menjatuhkan talak
Fuqaha telah sepakat bahwa, orang (suami) yang boleh menjatuhkan talak adalah:
a.       Berakal sehat, maka tidak sah talaknya anak kecil atau orang gila
b.      Dewasa dan merdeka
c.       Tidak dipaksa
d.      Tidak senang mabuk
e.       Tidak main-main atau bergurau
f.       Tidak pelupa
g.      Tidak dalam keadaan bingung
h.      Masih ada hak untuk mentalak
3.      Istri yang dapat dijatuhi talak[3]
Mengenai istri-istri yang dapat ditajuhi talak, Fuqaha sepakat bahwa mereka harus:
a.       Perempuan yang dinikahi dengan sah
b.       Perempuan yang masih dalam ikatan nikah yang sah atau ismah
c.       Belum habis masa iddahnya pada talak raj’i
d.      Tidak sedang haid atau suci yang dicampuri
4.      Syarat Sah Jatuhnya Talak
Talak yang dijatuhkan oleh suami dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat yaitu Orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf balig, dan berakal sehat serta talak itu hendaknya dilakukan atas kemauan
Bilangan Talak
Orang yang merdeka berhak mentalak istrinya dari satu sampai tiga kali talak. Talak satu atau dua boleh rujuk kembali sebelum habis masa iddahnya dan boleh kawin kembali sesudah iddah
Ketika seorang suami menjatuhkan talaq satu atau pada istrinya, maka suami masih bisa untuk rujuk lagi dengan istrinya selama masa iddahnya belum habis. Apabila masa iddahnya telah habis, diperbolehkan bagi suaminya untuk menikahi mantan istrinya tersebut dengan melaksanakan akad nikah baru, dengan ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa talaq dari talaq sebelumnya, maksudnya jika sebelumnya ia menceraikan istrinya dengan talaq satu, maka ia masih memiliki dua talaq, dan bila ia menceraikan istrinya dengan dua talaq, maka ia tinggal memiliki satu talaq lagi.
Ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa dari talaq yang telah dijatuhkan sebelumnya tersebut berlaku bagi suami baik ia menikahi mantan istrinya setelah masa iddahnya habis dan belum dinikahi laki-laki lain atau setelah istrinya dinikahi oleh orang lain. Sebab keberadaan suami baru bagi mantan istrinya tidak mempengaruhi jatah talaq suami pertama sebelum ia menuntaskan bilangan talaqnya.

Hukum diatas berdasarkan fatwa Umar bin Khoththob sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairoh rodhiyAllahu "anhuma ;

سَأَلْتُ عُمَرَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْبَحْرَيْنِ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ تَطْلِيقَةً أَوْ تَطْلِيقَتَيْنِ، فَتَزَوَّجَتْ، ثُمَّ إِنَّ زَوْجَهَا طَلَّقَهَا، ثُمَّ إِنَّ الْأَوَّلَ تَزَوَّجَهَا، عَلَى كَمْ هِيَ عِنْدَهُ؟ قَالَ: هِيَ عَلَى مَا بَقِيَ مِنَ الطَّلَاقِ

"Aku bertanya pa Umar mengenai seorang lelaki dari Bahroin yang menceraikan istrinya dengan satu atau dua talaq, Kemudian mantan istrinya menikah lagi, namun akhirnya bercerai. Lalu suami yang pertama menikahinya lagi, berapakah (jatah talaq) wanita tersebut bagi suaminya ?", beliau menjawab : "Wanita tersebut memiliki sisa talaq (suami yang pertama)". 16

Ungkapan Cerai (Shighat Talak)
a.       Ungkapan talak dengan Bahasa jelas (sharih)
Talak terjadi dengan segala sesuatu yang menunjukkan putusnya hubungan pernikahan, baik dengan menggunakan ucapan, tulisan yang ditujukan kepada istri, isyarat dari seseorang suami bisu maupun dengan utusan.
b.      Ungkapan talak dengan sindiran (kinayah)
Lafal talak sindiran (kinayah), yaitu suatu kalimat yang mempunyai arti cerai atau yanglain kalimatnya banyak dan tidak terhitung.




C.    Akibat Hukum Perceraian (Undang-undang Perkawinan)
Perceraian mempunyai akibat hukum yang luas, baik dalam lapangan Hukum Keluarga maupun dalam Hukum Kebendaan serta Hukum Perjanjian. [4] Akibat pokok dari perceraian adalah bekas suami dan bekas istri, kemudian hidup sendiri-sendiri secara terpisah.
Dalam pemutusan perkawinan dengan melalui lembaga perceraian, tentu akan menimbulkan akibat hukum diantara suami-istri yang bercerai tersebut, dan terhadap anak serta harta dalam perkawinan yang merupakan hasil yang diperoleh mereka berdua selama perkawinan. Adanya putusnya hubungan perkawinan karena perceraian maka akan menimbulkan berbagai kewajiban yang dibebankan kepada suami-istri masing-masing terhadapnya.
Seperti yang terdapat di dalam Pasal 41 Undang-undang Perkawinan, disebutkan bahwa akibat hukum yang terjadi karena perceraian adalah sebagai berikut:
a.       Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.
b.      Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c.       Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Oleh karena itu, dampak atau akibat dari putusnya hubungan perkawinan karena perceraian, telah jelas diatur dalam Undang-undang Perkawinan.
1. Terhadap Hubungan Suami-Istri
Meskipun diantara suami-istri yang telah menjalin perjanjian suci (miitshaaqan ghaliizhaan), namun tidak menutup kemungkinan bagi suami-istri tersebut mengalami pertikaian yang menyebabkan perceraian dalam sebuah rumah tangga. Hubungan suami-istri terputus jika terjadi putusnya hubungan perkawinan.
Seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya, tidak boleh melaksanakan atau melangsungkan perkawinan sebelum masa iddahnya habis atau berakhir, yakni selama 4 (empat) bulan 10 (sepuluh) hari atau 130 (seratus tiga puluh) hari (Pasal 39 ayat (1) huruf a). Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari (Pasal 39 ayat (1) huruf b). serta apabila ketika pada saat istrinya sedang hamil, maka jangka waktu bagi istri untuk dapat kawin lagi adalah sampai dengan ia melahirkan anaknya (Pasal 39 ayat (1) huruf c) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Hal tersebut dilakukan untuk memastikan apakah si-istri itu sedang hamil atau tidak. Seorang suami yang telah bercerai dengan istrinya dan akan menikah lagi dengan wanita lain ia boleh langsung menikah, karena laki-laki tidak mempunyai masa iddah.
2. Terhadap Anak
Menurut Undang-undang Perkawinan meskipun telah erjadi perceraian, bukan berarti kewajiban suami istri sebagai ayah dan ibu terhadap anak di bawah umur berakhir. Suami yang menjatuhkan talak pada istrinya wajib membayar nafkah untuk anak-anaknya, yaitu belanja untuk memelihara dan keperluan pendidikan anak-anaknya itu, sesuai dengan kedudukan suami. Kewajiban memberi nafkah anak harus terus-menerus dilakukan sampai anak-anak tersebut baliq dan berakal serta mempunyai penghasilan sendiri.
Baik bekas suami maupun bekas istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya berdasarkan kepentingan anak. Suami dan istri bersama bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya. Apabila suami tidak mampu, maka pengadilan dapat menetapkan bahwa ibu yang memikul biaya anak-anak.
3. Terhadap Harta Bersama
Akibat lain dari perceraian adalah menyangkut masalah harta benda perkawinan khususnya mengenai harta bersama seperti yang ditentukan dalam Pasal 37 Undang-undang Perkawinan, bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Menurut penjelasan resmi pasal tersebut, yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah hukum agama, hukum adat dan hukum lain-lainnya. Memperhatikan pada Pasal 37 dan penjelasan resmi atas pasal tersebut undang-undang ini tidak memberikan keseragaman hukum positif tentang bagaimana harta bersama apabila terjadi perceraian.
Tentang yang dimaksud pasal ini dengan kata “Diatur”, tiada lain dari pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian. Maka sesuai dengan cara pembagian, Undang-undang menyerahkannya kepada “Hukum yang hidup” dalam lingkungan masyarakat dimana perkawinan dan rumah tangga itu berada. Kalau kita kembali pada Penjelasan Pasal 37 maka Undang-undang memberi jalan pembagian :
a.       Dilakukan berdasar hukum agama jika hukum agama itu merupakan kesadaranhukum yang hidup dalam mengatur tata cara perceraian;
b.      Aturan pembagiannya akan dilakukan menurut hukum adat, jika hukum tersebut merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan;
c.       Atau hukum-hukum lainnya.
Harta bawaan atau harta asal dari suami atau istri tetap berada ditangan pihak masing-masing. Apabila bekas suami atau bekas istri tidak melaksanakan hal tersebut diatas, maka mereka dapat digugat melalui pengadilan negeri ditempat kediaman tergugat, agar hal tersebut dapat dilaksanakan.
Mengenai penyelesaian harta bersama karena perceraian, suami-istri yang bergama Islam menurut Hukum Islam, sedangkan bagi suami-istri non-Islam menurut Hukum Perdata. [5]
4. Terhadap Nafkah
Menurut pendapat umum sampai sekarang biaya istri yang telah ditalak oleh suaminya tidak menjadi tanggungan suaminya lagi, terutama dalam perceraian itu si-istri yang bersalah. Namun dalam hal istri tidak bersalah, maka paling tinggi yang diperolehnya mengenai biaya hidupnya ialah pembiayaan hidup selama ia masih dalam masa iddah yang lebih kurang selama 90 (sembilan puluh) hari. Jadi baik wanita yang masih dalam masa iddah ataupun masa iddahnya telah habis asal dalam perceraian ia bukan berada di pihak yang bersalah, maka ia berhak menerima atas biaya penghidupan. Ketentuan itu bisa dengan damai atas persetujuan bekas suami begitupun mengenai jumlah biaya hidupnya atau dapat pula dengan putusan perdamaian apabila bekas suami tidak dengan sukarela menyediakan diri untuk memberi biaya hidup tersebut. Ketentuan kemungkinan pembiayaan sesudah bercerai itu dalam Undang-undang Perkawinan diatur dalam Pasal 41 huruf C, yang berbunyi :”Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri”. Dan apabila bekas istri tidak mempunyai mata pencaharian untuk nafkah sehari-harinya, maka bekas suami harus memberikan biaya hidup sampai bekas istrinya itu menikah lagi dengan pria lain.

 

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Hak hak istri yang menjadi kewajiban suami dapat dibagi dua : hak-hak kebendaan, yaitu mahar (mas kawin) dan nafkah, hak hak bukan kebendaan.  Dan Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan sebab menurut hukum Islam istri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan keluarga.
2.      Talak menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi seperti nikah Talak menurut istilah adalah Talak itu adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau menguranggi pelepasan ikatan dengan mengunakan kata-kata tertentu  .Talak menurut syara’ ialah melepaskan taali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri. Talaq dalam islam diperbolehkan tetapi Allah membencinya.
3.      Perceraian mempunyai akibat hukum yang luas, baik dalam lapangan Hukum Keluarga maupun dalam Hukum Kebendaan serta Hukum Perjanjian. [6] Akibat pokok dari perceraian adalah bekas suami dan bekas istri, kemudian hidup sendiri-sendiri secara terpisah. Dalam pemutusan perkawinan dengan melalui lembaga perceraian, tentu akan menimbulkan akibat hukum diantara suami-istri yang bercerai tersebut, dan terhadap anak serta harta dalam perkawinan yang merupakan hasil yang diperoleh mereka berdua selama perkawinan. Adanya putusnya hubungan perkawinan karena perceraian maka akan menimbulkan berbagai kewajiban yang dibebankan kepada suami-istri masing-masing terhadapnya.





DAFTAR PUSTAKA

Prodjohamidjojo Martiman , Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Indonesia Legal Centre Publishing, 2002
Idris Ramulyo Mohd., Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis Dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Cet. 2Jakarta: Bumi Aksara, April 1999
HazairinHukum Kekeluargaan Indonesia,  Jakarta: Tintamas, 1961
(http://dirydody.blogspot.com/2012/12/akibat-hukum-dari-perceraian.html)























KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Swt, yang hanya dengan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw, Semoga beliau memberikan syafaatnya kepada kita umat Islam seluruhnya. Amin…
            Pada kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk memenuhi tugas makalah Fiqih (hak dan kewajiban sumi istri, perceraian, akibat hukum perceraian). dalam penulisan ini, penulis banyak mengalami rintangan sehingga penulisan ini jauh dari kesempurnaan. Hal itu karena masih sedikit sekali pengetahuan yang penulis dimiliki. Akan tetapi, atas bimbingan, dukungan, dan saran dari Dosen dan teman-teman akhirnya makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
            Demikianlah yang dapat kami sampaikan, penulis berharap saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang dan semoga makalah ini memberikan hikmah yang sempurna.


                                                                                            Kendari 4 Juni 2014
Penulis

Tidak ada komentar: