TUGAS:
MAKALAH
MANAJEMEN
KURIKULUM
OLEH
Aldi purwanto
Nim 1201010101123
JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN QAIMUDDIN
KENDARI
2014
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurah
keharibaan junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik moril maupun materiil.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Kendari, 1 juni 2014
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan mengambil peran
penting dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa saat ini. Akan tetapi berbagai
upaya yang telah pemerintah lakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan belum
menunjukkan hasil yang memuaskaan. Dari Laporan UNDP menunjukkan angka Human
Development Indeks (HDI) masyarakat Indonesia yang menjadi salah satu indikator
mutu pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain di Asia. Kondisi rendahnya mutu pendidikan
ini disebabkan oleh berbagai faktor.
Kurikulum adalah jantung dari
pendidikan. Keberhasilan pendidikan sedikit banyak terletak pada keberhasilan
kurikulum. Dalam hal ini kurikulum mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan
dan penilaiannya, yang berperan dalam pengambilan keputusan mengenai kurikulum
itu sendiri. Untuk itu dalam rangka menjamin keberhasilan kurikulum diperlukan
pengelolaan yang tepat dan sistematis. Pengelolaan atau manajemen kurikulum
yang terkoordinasi dengan baik akan menunjang keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan.
2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa
yang dimaksud dengan manajemen kurikulum?
2. Apa
saja prinsip-prinsip dan fungsi manajemen kurikulum?
3. Apa
saja ruang lingkup manajemen kurikulum?
4. Bagaimana
penjelasan dari tiap-tiap komponen manajemen kurikulum?
BAB II
MANAJEMEN KURIKULUM
1 Konsep Dasar Manajemen Kurikulum
a. Pengertian
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mencakup tujuan, isi dan bahan pengajaran
serta metoda yang digunakan sebagai bahan pengajaran yang akan diselenggarakan
dalam sebuah kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Manajemen
kurikulum adalah sebuah proses atau sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif,
komprehensif, sistemik, dan sistematik untuk mengacu ketercapaian tujuan
kurikulum yang sudah dirumuskan.
Proses manajemen kurikulum tidak lepas dari kerjasama sosial antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan sumber daya yang mendukungnya. Pelaksanaanya dilakukan dengan metode kerja tertentu yang efektif dan efisien dari segi tenaga dan biaya, serta mengacu pada tujuan kurikulum yang sudah ditentukan sebelumnya.
Proses manajemen kurikulum tidak lepas dari kerjasama sosial antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan sumber daya yang mendukungnya. Pelaksanaanya dilakukan dengan metode kerja tertentu yang efektif dan efisien dari segi tenaga dan biaya, serta mengacu pada tujuan kurikulum yang sudah ditentukan sebelumnya.
b. Prinsip
dan Fungsi Manajemen Kurikulum
Prinsip
yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum adalah sebagai
berikut:
1. Produktivitas,
hasil yang akan diperoleh dalam pelaksanaan kurikulum harus sangat
diperhatikan. Output (peserta didik) harus menjadi pertimbangan agar sesuai
dengan rumusan tujuan manajemen kurikulum.
2. Demokratisasi,
proses manajemen kurikulum harus berdasarkan asas demokrasi yang menempatkan
pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya agar dapat
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.
3. Kooperatif,
agar tujuan dari pelaksanaan kurikulum dapat tercapai dengan maksimal, maka
perlu adanya kerjasama yang positif dari berbagai pihak yang terkait.
4. Efektivitas
dan efisiensi, rangkaian kegiatan kurikulum harus dapat mencapai tujuan dengan
pertimbangan efektif dan efisien, agar kegiatan manajemen kurikulum dapat
memberikan manfaat dengan meminimalkan sumber daya tenaga, biaya, dan waktu.
5. Mengarahkan
pada pencapaian visi, misi, dan tujuan yang sudah ditetapkan.
Adapun
fungsi-fungsi dari manajemen kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, karena pemberdayaan sumber dan
komponen kurikulum dapat dilakukan dengan pengelolaan yang terencana.
2. Meningkatkan
keadilan dan kesempatan bagi peserta didik untuk mencapai hasil yang maksimal
melalui rangkaian kegiatan pendidikan yang dikelola secara integritas dalam
mencapai tujuan.
3. Meningkatkan
motivasi pada kinerja guru dan aktifitas siswa karena adanya dukungan positif
yang diciptakan dalam kegiatan pengelolaan kurikulum.
4. Meningkatkan
pastisipasi masyarakat untuk membantu pengembangan kurikulum, kurikulum yang
dikelola secara profesional akan melibatkan masyarakat dalam memberi masukan
supaya dalam sumber belajar disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
2 Ruang lingkup Manajemen Kurikulum
Manajemen
kurikulum adalah bagian dari studi kurikulum. Para ahli pendidikan pada umumnya
telah mengenal bahwa kurikulum adalah suatu cabang dari disiplin ilmu
pendidikan yang mempunyai ruang lingkup sangat luas. Studi ini tidak hanya
membahas tentang dasar-dasarnya, tetapi juga mempelajari kurikulum secara
keseluruhan yang dilaksanakan dalam pendidikan.
Ruang lingkup manajemen kurikulum adalah sebagai berikut:
Ruang lingkup manajemen kurikulum adalah sebagai berikut:
(1)
manajemen perencanaan,
(2)
manajemen pelaksanaan kurikulum,
(3)
supervisi pelaksanaan kurikulum,
(4)
pemantauan dan penilaian kurikulum,
(5)
perbaikan kurikulum,
(6)
desentralisasi dan sentralisasi pengembangan kurikulum.
Sebuah
kurikulum terdiri dari beberapa unsur komponen yang terangkai pada suatu
sistem. Sistem kurikulum bergerak dalam siklus yang secara bertahap, bergilir,
dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, manajemen kurikulum juga harus memakai
pendekatan sistem. Sistem kurikulum adalah suatu kesatuan yang di
dalamnya memuat beberapa unsur yang saling berhubungan dan bergantung dalam
mengemban tugas untuk mencapai suatu tujuan.
1. Manajemen Perencanaan Kurikulum
Perencanaan
kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan
untuk membina siswa ke arah perubahan tingkah laku yang diinginkan dan menilai
sampai mana perubahan-perubahan yang telah terjadi pada siswa.
5 hal yang mempengaruhi perencanaan dan pembuat keputusan :
5 hal yang mempengaruhi perencanaan dan pembuat keputusan :
·
Filosofis
·
Konten/materi
·
Manajemen pembelajaran
·
Pelatihan guru
·
Sistem pembelajaran.
Perencanaan
adalah suatu proses sosial yang kompleks dan menuntut berbagai jenis tingkat
pembuatan keputusan. Sebagaimana pada umumnya rumusan model perencanaan harus
berdasarkan asumsi-asumsi rasionalitas dengan pemrosesan secara cermat. Proses
ini dilaksanakan dengan pertimbangan sistematik tentang relevansi pengetahuan
filosofis (isu-isu pengetahuan yang bermakna), sosiologis (argumen-argumen
kecenderungan sosial), dan psikologi (dalam menentukan urutan materi
pelajaran).
Perencanaan
kurikulum dijadikan sebagai pedoman yang berisi petunjuk tentang jenis dan
sumber peserta yang diperlukan, media penyampaian, tindakan yang perlu
dilakukan, sumber biaya, tenaga, sarana yang diperlukan, sistem kontrol, dan
evaluasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan perencanaan akan memberikan motivasi
pada pelaksanaan sistem pendidikan sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.
Kegiatan
inti pada perencanaan adalah merumuskan isi kurikulum yang memuat seluruh
materi dan kegiatan yang dalam bidang pengajaran, mata pelajaran,
masalah-masalah, proyek-proyek yang perlu dikerjakan.
2. Manajemen Pengorganisasian dan Pelaksanaan
Kurikulum
Manajemen
pengorganisasian dan pelaksanaan kurikulum berkenaan dengan semua tindakan yang
berhubungan dengan perincian dan pembagian semua tugas yang memungkinkan
terlaksana. Manajemen pelaksanaan kurikulum bertujuan supaya kurikulum dapat
terlaksana dengan baik. Dalam hal ini manajemen bertugas menyediakan fasilitas
material, personal dan kondisi-kondisi supaya kurikulum dapat terlaksana.
Pelaksanaan
kurikulum dibagi menjadi dua:
1. Pelaksanaan
kurikulum tingkat sekolah, yang dalam hal ini langsung ditangani oleh kepala
sekolah. Selain bertanggung jawab supaya kurikulum dapat terlaksana di sekolah,
dia juga berkewajiban melakukan kegiatan-kegiatan yakni menyusun kalender
akademik yang akan berlangsung disekolah dalam satu tahun, menyusun jadwal
pelajaran dalam satu minggu, pengaturan tugas dan kewajiban guru, dan lain-lain
yang berkaitan tentang usaha untuk pencapaian tujuan kurikulum.
2. Pelaksanaan
kurikulum tingkat kelas, yang dalam hal ini dibagi dan ditugaskan langsung
kepada para guru. Pembagian tugas ini meliputi; (1) kegiatan dalam bidang
proses belajar mengajar, (2) pembinaan kegiatan ekstrakurikuler yang berada
diluar ketentuan kurikulum sebagai penunjang tujuan sekolah, (3) kegiatan
bimbingan belajar yang bertujuan untuk mengembangkan potensi yang berada dalam
diri siswa dan membantu siswa dalam memecahkan masalah.
Peran-peran
penting pada manajemen pelaksanaan kurikulum adalah:
(1)
Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Kepala
sekolah menempati posisi terdepan dalam mendesain kurikulum. Kepala sekolah
didorong untuk mencari cara agar mengembangkan apa yang sudah dilakukan guru di
kelas dengan ide dari pengembang kurikulum pusat. Kepala sekolah membentuk
gambaran mental apa yang harus dicapai siswa dan bagaimana pencapaiannya pada
disiplin yang berbeda, termasuk bagaimana cara menilai penampilan siswa.
Pejabat daerah meninjau ulang ekspektasi kinerja dan memberi saran untuk
modifikasi sampai mereka puas bahwa kepala sekolah sudah jelas dalam memahami
operasional tujuan pendidikan nasional.
Selanjutnya
dalam pelatihan di tingkat yang lebih tinggi para guru dan karyawan dilatih
berdasarkan jenjangnya, dan mereka mengembangkan rencana sepanjang tahun pada
mata pelajaran yang berbeda-beda. Rencana-rencana tersebut dikritisi dan tiap
guru mebuat rencana kelasnya masing-masing. Kepala sekolah dan guru memutuskan
langkah-langkah yang akan diambil dalam menerjemahkan kurikulum pada tataran
praktis. Setelah rencana diterapkan, kepala sekolah mendukung guru dalam
melakukan eksperimen untuk menemukan cara baru dalam modifikasi kelas dan
mengelompokkan guru agar bertemu secara teratur untuk membahas dan berbagi
tentang strategi pembelajaran baru.
Kepemimpinan
yang fokus adalah ketika kepala-kepala sekolah bersama guru menganalisa
kemajuan siswa berdasarkan tes dan patokan dan kemudian menentukan implikasi
untuk pembelajaran.
(2)
Kepala Sekolah dalam Kepemimpinan Bersama
Kepala
sekolah dan guru memiliki kebebasan untuk menyusun visi kurikulum mereka
sendiri daripada hanya mencari cara mencapai tujuan yang disusun pihak lain.
Para karyawan berfokus pada masalah di sekolah mereka. Salah satu pendekatannya
adalah dengan berfokus pada budaya sekolah, termasuk keyakinan, nilai-nilai,
tradisi, praktek, harapan, dan asumsi-asumsi. Cara yang baik untuk memulai
mengembangkan visi kurikulum adalah dengan menetapkan pernyataan misi dan
analisis kritis pada kurikulum yang sedang berjalan. Sangat baik untuk merumuskan
etos dari sekolah, ciri khas, dan aspek-aspek unggulan dari sekolah.
Guru
dan kepala sekolah mengeksplor peraturan sekolah (kebijakan penilaian,
penjadwalan, buku teks, pembelajaran keluar, dan yang lainnya). Biasanya tim
ini yang menentukan kebijakan, menginterpretasikannya, dan menentukan
konsekuensinya. Di bawah kepemimpinan bersama, peran kepala sekolah adalah
untuk melepaskan kapasitas kreativitas dari tim tadi, bukan mengontrolnya.
Salah satu tujuan dalam sesi perencanaan adalah semua harus berbagi
pengetahuan, pengamatan, interpretasi, dan harus ada bukti dan kesepakatan
tentang validitas dari pandangan yang bertentangan. Keputusan didasarkan pada
konsensus rasional, bukan dari kepala sekolah atau guru-guru yang populer.
Selama berdiskusi peserta tetap menjaga norma dan nilai dari sekolah.
Peran
guru dalam pengambilan keputusan kurikulum bukan hal yang baru. Gary Peltier
menulis tentang program penyusunan kurikulum tahun 1922 menggunakan partisipasi
guru. Hasilnya, para guru menjadi lebih tahu tentang tujuan pendidikan, lebih
dapat menginterpretasikan program, dan lebih menerima metode-metode baru. Guru
menjadi lebih menerima pandangan baru tentang mata pelajaran, dan lebih respon
terhadap kebutuhan sosial dan siswa.
(3)
Kepala Departemen atau Wakil Kepala Sekolah dalam Manajemen Kurikulum
Pada
beberapa sekolah, kepala sekolah menetapkan kepala departemen atau wakil kepala
sekolah untuk kepemimpinan kurikulum. Kepala
departemen menyediakan struktur kurikulum, diskusi, dan pengambilan keputusan.
Departemen kurikulum menangani isu-isu tentang hasil yang diharapkan, isi
materi dan sekuensnya, kriteria untuk materi dan aktivitas baru, pendekatan
pengajaran, pengawasan dalam implementasi, dan evaluasi.
3. Supervisi Pelaksanaan Kurikulum
Supervisi
atau pemantauan kurikulum adalah pengumpulan informasi berdasarkan data yang
tepat, akurat, dan lengkap tentang pelaksanaan kurikulum dalam jangka waktu
tertentu oleh pemantau ahli untuk mengatasi permasalahan dalam kurikulum.
Pelaksanaan kurikulum di dalam pendidikan harus dipantau untuk meningkatkan
efektifitasnya. Pemantauan ini dilakukan supaya kurikulum tidak keluar dari
jalur. Oleh sebab itu seorang yang ahli menyusun kurikulum harus memantau
pelaksanaan kurikulum mulai dari perencanaan sampai mengevaluasinya.
Secara
garis besar pemantauan kurikulum bertujuan untuk mengumpulkan seluruh informasi
yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah. Dalam
tataran praktis, pemantauan kurikulum memuat beberapa aspek, yaitu sebagai
berikut:
1. Peserta
didik, dengan mengidentifikasi pada cara belajar, prestasi belajar, motivasi
belajar, keaktifan, kreativitas, hambatan dan kesulitan yang diahadapi.
2. Tenaga
pengajar, dengan memantau pada pelaksanaan tanggung jawab, kemampuan
kepribadian, kemampuan kemasyarakatan, kemampuan profesional, dan loyalitas
terhadap atasan.
3. Media
pengajaran, dengan melihat pada jenis media yang digunakan, cara penggunaan
media, pengadaan media, pemeliharaan dan perawatan media.
4. Prosedur
penilaian: instrument yang dihadapi siswa, pelaksanaan penilaian, pelaporan
hasil penilaian.
5. Jumlah
lulusan: kategori, jenjang, jenis kelamin, kelompok usia, dan kualitas
kemampuan lulusan.
4. Penilaian
Kurikulum
Penilaian
kurikulum atau evaluasi kurikulum merupakan bagian dari sistem manajemen.
Evaluasi bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk
penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti.
Menurut
R. Ibrahim (2004) model evaluasi kurikulum secara garis besar digolongkan ke
dalam empat rumpun model, yaitu :
·
Measurement, evaluasi
pada dasarnya adalah pengukur siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual
maupun kelompok.
·
Congruence, evaluasi
pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau congruence antara tujuan
pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan
hasil pendidikan telah terjadi.
·
Illumination, evaluasi
pada dasarnya merupakan studi mengenai pelaksanaan program karena pengaruh
faktor lingkungan , kebaikan-kebaikan dan kelemahan program, serta
pengaruh program terhadap terhadap perkembangan hasil belajar.
·
Educational System
Evaluation, evaluasi pada dasarnya adalah perbandingan antara performance
setiap dimensi program dan kriteria, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi
dan judgement.
Sedangkan
model-model evaluasi menurut McNeil (2006) adalah:
Model-model
Konsensus (Tradisional dan Evaluasi Secara Teknis)
David
Nevo merangkum dalam pertanyaan dan jawaban tentang evaluasi dengan pendekatan
model konsensus:
1. Apakah
pengertian dari evaluasi? Evaluasi pendidikan adalah penjelasan sistematis dari
obyek-obyek pendidikan (proyek, program, materi, kurikulum, dan lembaga) dan
penilaian dari kebermanfaatannya.
2. Apa
fungsi dari evaluasi? Ada 4 fungsi evaluasi yaitu: formatif (untuk perbaikan),
sumatif (untuk pemilihan dan akuntabilitas), sosial politik (untuk memotivasi
dan mendapatkan dukungan masyarakat), dan administratif (untuk menjalankan
wewenang).
3. Informasi
apa saja yang harus didapatkan? Penilai harus mendapatkan informasi tentang
tujuan dari obyek, strategi dan perencanaannya, proses penerapannya, hasil dan
dampaknya.
4. Kriteria
apa yang digunakan untuk menilai manfaat dari obyek yang dinilai? Dalam menilai
sebuah obyek pendidikan, yang harus dipertimbangkan adalah apakah obyek
tersebut: menanggapi kebutuhan dari klien; mencapai tujuan nasional, cita-cita,
dan nilai-nilai sosial; memenuhi standar yang berlaku; berjalan baik
dibandingkan obyek alternatif yang lain; dan mencapai tujuan penting.
5. Bagaimana
melakukan proses evaluasinya? Prosesnya harus mencakup 3 aktivitas: berfokus
pada masalah; mengumpulkan dan menganalisis data empiris; dan mengkomunikasikan
penemuan pada klien.
6. Siapa
yang seharusnya melakukan evaluasi? Perorangan atau tim yang mempunyai:
kompetensi dalam metode penelitian dan teknik menganalisis data; pemahaman
terhadap konteks sosial dan substansi khas dari obyek yang dinilai; kemampuan
untuk membina hubungan baik dengan semua yang terlibat; dan mengintegrasikan
seluruh kemampuan yang disebutkan diatas dalam bekerja.
7. Dengan
standar apa seharusnya evaluasi dinilai? Evaluasi harus memenuhi standar
keseimbangan dalam: kegunaan (bermanfaat dan praktis); ketepatan (teknis yang
memadai); kemungkinan (realistis dan bijaksana); dan kewajaran (dilakukan
dengan legal dan etis).
Model
Pluralistik (Humanistik dan Evaluasi Rekonstruksi Sosial)
Model
evaluasi pluralistik cenderung digunakan hanya ketika penelitian kurang menarik
untuk alasan politis, biaya, dan kepraktisan. Model yang lebih baru ini
terutama digunakan untuk kurikulum yang di luar kebiasaan, dan yang berhubungan
dengan pendidikan estetis, proyek multikultural, dan sekolah alternatif.
A.
Model Stake
Menurut
Robert E. Stake, harus ada evaluasi awal untuk menentukan apa yang sebenarnya
diinginkan oleh klien dan partisipan dari evaluasi program tersebut. Hal ini perlu diketahui untuk mendesain
projek evaluasi. Penekanan utama dalam model Stake adalah deskripsi dan
penilaian. Baginya, penilai harus melaporkan perbedaan orang melihat kurikulum.
Karena itu, aktivitas prinsip dari penilai antara lain, mencari apa yang ingin
diketahui orang, melakukan pengamatan, dan mengumpulkan penilaian beragam.
Orang-orang yang bervariasi, mulai dari para ahli, jurnalis, psikologis,
demikian juga guru dan murid diharapkan berpartisipasi dalam penilaian ini.
B.
Model Connoisseurship
Elliot
W. Eisner mengembangkan sebuah proses evaluasi yang dapat menangkap lebih dari
yang didapat dari tes. Salah satu prosedurnya adalah mengkritisi pendidikan,
dimana penilai mengajukan beberapa pertanyaan seperti: Apa yang sudah terjadi
selama tahun ajaran di sekolah tersebut? Apa saja kegiatan-kegiatan kuncinya?
Bagaimana kegiatan-kegiatan itu dilaksanakan? Bagaimana siswa dan guru
berpartisipasi? Apa saja konsekuensinya? Bagaimana kegiatan itu dapat
dikuatkan? Bagaimana kegiatan tersebut dapat membuat siswa belajar?
Alat
lain untuk menunjang program adalah film, rekaman video, foto, dan rekaman
suara wawancara siswa dan guru. Connoisseurship berhubungan dengan: mencatat
apa yang dikatakan dan yang tidak dikatakan, bagaimana hal tersebut dikatakan,
nadanya, dan faktor lain yang mengindikasikan arti. Prosedur lain dari Eisner adalah menganalisis
hasil produk siswa, termasuk mengkritisi untuk membantu penilai memahami apa
yang sudah dicapai dan untuk mengungkapkan realitas dari kelas. Hal ini juga
dikenal dengan penilaian autentik.
Pendekatan
ini, meskipun informatif dan mudah diadaptasi pada kondisi lokal yang unik,
namun bersifat subyektif dan berpotensi kontroversial. Bagaimanapun interaksi sosial di antara peserta dalam menciptakan makna dari apa yang dikumpulkan berkontribusi terhadap validitas penafsiran.
5. Perbaikan
Kurikulum
Kurikulum
tidak bisa bersifat selalu statis, akan tetapi akan senantiasa berubah dan
bersifat dinamis. Hal ini dikarenakan kurikulum itu sangat dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan yang menuntutnya untuk melakukan penyesuaian supaya dapat memenuhi
permintaan. Permintaan itu baik dikarenakan adanya kebutuhan dari siswa dan
kebutuhan masyarakat yang selalu mengalami perkembangan dan pertumbuhan terus
menerus.
Perbaikan
kurikulum intinya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang dapat
disoroti dari dua aspek, proses, dan produk. Kriteria proses menitikberatkan
pada efisiensi pelaksanaan kurikulum dan sistem intruksional, sedangkan
kualitas produk melihat pada tujuan pendidikan yang hendak dicapai dan output
(kelulusan siswa).
Berkaitan
dengan prosedur perbaikan, seluruh komponen sumber daya manusiawi, seperti:
administrator, pemilik sekolah, kepala sekolah, guru-guru, siswa, serta
masyarakat sangat berperan besar. Tanggung jawab masing-masing harus dirumuskan
secara jelas. Selain itu aspek evaluasi juga harus dikaji sejak awal
perencanaan program perbaikan kurikulum. Dengan evaluasi yang tepat dan data
informasi yang akurat akan sangat diperlukan dalam membuat keputusan kurikulum
dan intruksional.
Chamberlain
telah merumuskan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam perbaikan, yaitu:
(1)
mengidentifikasi masalah sebenarnya sebagai tuntutan untuk mengetahui tujuan,
(2)
mengumpulkan fakta atau informasi tambahan,
(3)
mengajukan kemungkinan pemecahan dengan keputusan yang optimal dan diharapkan,
(4)
memilih pemecahan sebagai percobaan,
(5)
merencanakan tindakan yang dikehendaki untuk melaksanakan penyelesaian,
(6)
melakukan solusi percobaan,
(7)
evaluasi.
6. Sentralisasi
dan Desentralisasi Kurikulum
Menurut
ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah
kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi.
Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan
sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah
daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga
waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Dalam
era reformasi dewasa ini, diberlakukan kebijakan otonomi yang seluas-luasnya
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah
merupakan distribusi kekuasaan secara vertikal. Distribusi kekuasan itu dari
pemerintah pusat ke daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang pendidikan. Dalam
pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan tampak masih menghadapi
berbagai masalah. Masalah itu diantaranya tampak pada kebijakan pendidikan yang
tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan masalah kurang adanya koordinasi
dan sinkronisasi.
(1) Kekuatan
dan Kelemahan Sentralisasi Pendidikan
Indonesia
sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga
mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara
berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba
seragam, serba keputusan dari atas, seperti
kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat relevansinya baik kehidupan anak
dan lingkungannya.
Dengan
adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang
memprihatinkan seperti :
1.
Totaliterisme penyelenggaraan
pendidikan
2.
Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek
perencanaan, pengelolaan, evaluasi,
hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
3.
Keseragaman pola pembudayaan
masyarakat
4.
Melemahnya kebudayaan daerah
5.
Kualitas manusia yang robotic, tanpa
inisiatif dan kreatifitas.
Dengan
demikian, sebagai dampak sistem pendidikan sentralistik, maka upaya mewujudkan
pendidikan yang dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir,
mampu memecahkan masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok
kreatif penuh inisiatif dan impati, memiliki keterampilan interpersonal yang
memadai sebagai bekal masyarakat, menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
Beberapa
alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
1. Mendorong
terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
2.
Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
3.
Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehingga dapat meningkatkan
efisiensi.
4. Memberi peluang
untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
5.
Mengakomodasi kepentingan poloitik.
6. Mendorong
peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
(2) Kekuatan
dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi
adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada
orang-orang pada level bawah (daerah). Kelebihan sistem ini adalah sebagian
keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa
campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini adalah pada
daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan
pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para
oknum atau pribadi.
Sistem
pendidikan yang sentralistik yang mematikan kemampuan berinovasi tentunya tidak
sesuai dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi terbuka. Oleh sebab itu,
desntralisasi pendidikan berarti lebih mendekatkan proses pendidikan kepada
rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat harus berpartisipasi di
dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut sertanya rakyat di dalam
penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat demokrasi berarti pula rakyat
ikut membina lahirnya social capital dari suatu bangsa.
Dari
beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh
beberapa hal :
1. Masa
transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke memungkinkan terjadinya
perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang
tergesa-gesa.
2. Kurang
jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan
daerah.
3. Kemampuan
keuangan daerah yang terbatas.
4. Sumber
daya manusia yang belum memadai.
5. Kapasitas
manajemen daerah yang belum memadai.
6.
Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
7.
Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehiulangan otoritasnya.
Berdasarkan
pengalaman, pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan
berbagai persoalan baru, diantaranya :
1.
Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah, antar sekolah antar
individu warga masyarakat.
2.
Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan
jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga akan
menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolahuntuk
melakukan pembaruan.
3. Biaya
administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggaran di alokasikan untuk
menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
4. Kebijakan
pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif
berpotensi akan menurunkan pendidikan.
5.
Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahami sepenuhnya
permasalahan dan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu
pendidikan.
6.
Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi
daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta
melahirkan kecemburuan sosial.
7.
Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
Selain
dampak negatif tentu saja desentralisasi pendidikan juga telah membuktikan
keberhasilan antara lain :
1. Mampu
memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan
pendidikan.
2. Mampu
membangun partisifasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan,
karena pendidikan benar0benar dari oleh dan untuk masyarakat.
3. Mampu
menyelenggarakan pendidikan secara menfasilitasi proses belajar mengajar yang
kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Manajemen
kurikulum adalah sebuah proses atau sistem pengelolaan kurikulum yang
kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik untuk mengacu ketercapaian
tujuan kurikulum yang sudah dirumuskan.
Proses manajemen kurikulum tidak lepas dari kerjasama sosial antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan sumber daya yang mendukungnya. Pelaksanaanya dilakukan dengan metode kerja tertentu yang efektif dan efisien dari segi tenaga dan biaya, serta mengacu pada tujuan kurikulum yang sudah ditentukan sebelumnya.
Proses manajemen kurikulum tidak lepas dari kerjasama sosial antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan sumber daya yang mendukungnya. Pelaksanaanya dilakukan dengan metode kerja tertentu yang efektif dan efisien dari segi tenaga dan biaya, serta mengacu pada tujuan kurikulum yang sudah ditentukan sebelumnya.
Adapun fungsi dari manajemen
kurikulum adalah untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, meningkatkan keadilan dan kesempatan bagi
peserta didik untuk mencapai hasil yang maksimal melalui rangkaian kegiatan
pendidikan yang dikelola secara integritas dalam mencapai tujuan, meningkatkan motivasi
pada kinerja guru dan aktifitas siswa karena adanya dukungan positif yang
diciptakan dalam kegiatan pengelolaan kurikulum, serta meningkatkan pastisipasi masyarakat untuk
membantu pengembangan kurikulum, kurikulum yang dikelola secara profesional
akan melibatkan masyarakat dalam memberi masukan supaya dalam sumber belajar
disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
Ruang
lingkup manajemen kurikulum adalah sebagai berikut:
(1)
manajemen perencanaan,
(2)
manajemen pelaksanaan kurikulum,
(3)
supervisi pelaksanaan kurikulum,
(4)
pemantauan dan penilaian kurikulum,
(5)
perbaikan kurikulum,
(6)
desentralisasi dan sentralisasi pengembangan kurikulum.
b. Saran
Manajemen kurikulum merupakan suatu pengeloloaan dari berhasilnya suatu
pendidikan. Kurikulum merupakan jantung dari pendidikan, dan melalui manajemen
kurikulum niscaya pendidikan tersebut dapat terwujud tujuannya. Untuk itu, para
pengembang kurikulum dalam memutuskan, merancang, melaksanakan, serta
mengevaluasi suatu kurikulum diperlukan manajemen yang tepat dari berbagai
lini/sektor. Keilmuan manajemen sudah sepatutnya dimiliki oleh setiap
pengembang kurikulum untuk meminimalisir kegagalan dari kurikulum tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
McNeil, John D.
Contemporary
Curriculum In Thought and Action. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc. 2006
Hamalik, Oemar,“ MANAJEMEN PENGEMBANGAN KURIKULUM”,
Bandung; PT Remaja Rosyda Karya. 2006
Mulyasa, E., “MENJADI KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL”,
Bandung, PT. Rosyda Karya. 2004,
Suhardan, Dadang dkk, “MANAJEMEN PENDIDIKAN”,
Bandung; 2009,
http://kiswankurikulum.blogspot.com/
di unduh pada tanggal 1 juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar