Makalah ulumul hadits
HADITS
HASAN DAN PERMASALAHANNYA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SULTAN
QAIMUDDIN
KENDARI
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan
kehadirat Allah SWT, karena hanya Rahmat-Nya lah sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “HADIS HASAN DAN PERMASALAHANNYA” .
Shalawat serta salam tetap tercurah
kepada junjungan kita Nabi Allah Muhammad SAW yang senantiasa menjadi khalifah
dalam mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan untuk mengkaji ilmu pendidikan.
Selain itu kami mengucapkan terimah
kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Dan
saya mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.Amin....
Kendari,31 Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...……………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR..................................................................................................
ii DAFTAR ISI
iii BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang....................................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................................. . 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Rasm
(Terminologi dan Etimologi)............................................... . 3
B.
Pengertian
Rasm
Al-Qur’an ............................................................................ . 3
C.
Sejarah Rasm Al-qur’an ...........................................................................
6
D.
Kaidah-Kaidah Rasm Ustmani 8
E.
Pendapat Ulama Tentang Rasm Utsman ………………………………... 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………………… 11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kata hadits seringkali disebut
juga dengan istilah khabar atau sunnah. Hadits atau Sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua
setelah Alqur’an. Keduanya
merupakan pedoman hidup yang mengatur segala
tingkah laku dan perbuatan manusia. Al-Qur’an mempunyai kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya, sedangkan hadits Nabi belum dapat
dipertanggungjawabkan periwayatannya, apakah berasal
dari Nabi atau tidak.
Dalam hadits ada yang dalam
periwatannya telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai
sebuah hadits atau yang dikenal dengan hadits maqbul (diterima). Namun disisi lain terdapat hadits-hadits yang dalam periwayatannya tidak
memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadits mardud
(ditolak) atau bahkan ada yang palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan setelah
melakukan pemyelidikan, pemeriksaan dan penelitian yang seksama tentang para rawinya
serta segi-segi lainnya untuk menentukan diterima atau ditolaknya hadits
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Terdapat berbagai permasalahan yang akan
dikupas dalam makalah ini yaitu:
a.
Pengertian Hadits Hasan
b.
Sebab-sebab timbulnya Hadits Hasan
c.
K lasifikasi Hadits
Hasan
d.
Kedudukan Hadits Hasan
e.
Istilah-istilah yang semakna hadits hasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Hasan
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus, Sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu.
Sedangkan secara istilah, hadits hasan
didefinisikan secara beragam oleh ahli Hadits, sebagai berikut :
1.
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani
Khobar ahad yang dinukil oleh orang yang adil,
kurang sempurna hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.
2.
Menurut Imam at-Tirmidzi
Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh
dusta, pada matannya tidak terdapat keganjalan, dan hadits itu
diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang
sepadan dengannya
Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat
kurang jelas, sebab bisa jadi hadits yang perawinya tidak tertuduh dusta dan
juga hadits gharib, sekalipun pada hakikatnya berstatus hasan. Tidak dapat
dirumuskan dalam definisi ini sebab dalam definisi tersebut disyariatkan tidak
hanya melalui satu jalan periwayatan (mempunyai banyak jalan periwayatan).
Meskipun demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak bermaksud menyamakan hadits hasan dengan
hadits shahih, sebab justru at-Tirmidzilah yang mula-mula memunculkan istilah
hadits hasan ini.
3.
Menurut At-Thib
Hadits musnad ( muttasil
dan marfu’ ) yang sanad-sanadnya mendekati derajat tsiqah. Atau hadits mursal
yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada keduanya ada perawi lain, dan hadits
itu terhindar dari syadz ( kejanggalan ) dan illat (kekacauan).
Dengan kata lain hadits hasan adalah :
Hadits hasan
adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang
sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.
Atas dasar pengertian hadits
hasan tersebut, maka syarat-syarat hadits hasan itu ada lima macam, yaitu:
1.
Muttasil sanadnya
2.
Rawinya adil
3.
Rawinya dhabith
4.
Tidak temasuk hadits syadz
5.
Tidak terdapat illat [cacat]
B.
Sebab-sebab timbulnya Hadits Hasan
Sebelumnya butuh kami ingatkan bahwa
istilah hadits ‘hasan’ di kalangan ulama mutaqaddimin (terdahulu)
tidaklah dikenal. Di kalangan mereka, hadits hanya terbagi menjadi dua: Shahih
dan dha’if. Ini dibuktikan dengan karya tulis para ulama terdahulu, dimana
mereka menamakan kitabnya dengan nama Ash-Shahih, akan tetapi di dalamnya
mereka menyebutkan hadits yang hasan. Misalnya Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim, walaupun keduanya disifati dengan nama ‘shahih’, akan tetapi
kenyataannya di dalam keduanya terdapat tidak sedikit hadits-hadits yang hasan.
Belakangan, para ulama ahli hadits
mulai menyendirikan jenis hadits hasan ini dan membedakannya dari hadits
shahih. Akan tetapi mereka kemudian berbeda pendapat dalam memberikan batasan
dan definisinya, bahkan hingga mencapai 16 pendapat. Adanya banyak pendapat
dalam definisinya ini adalah hal yang wajar, mengingat hadits hasan ini berada
di antara shahih dan dha’if dan istilah ‘hasan’ ini belum dikenal di kalangan
ulama mutaqaddimin . Akan tetapi walaupun demikian, tetap sebagian ulama
belakangan merajihkan dan memilih satu pendapat terkuat
mengenai definisi hadits hasan, dan
itu yang insya Allah akan kami sebutkan di bawah.
Ketika
berbicara mengenai sejarah pengklasifikasian kualitas hadits mayoritas
para ahli hadits muta’akhirin didalam kitab-kitab ilmu hadits karangan mereka
berpendapat bahwa sebelum masa Imam Abu Musa At-Tirmidzi, istilah hadits hasan
sebagai salah satu bagian dari penglasifikasian kualitas hadits belum dikenal
dikalangan para ulama hadits.
Pada masa
itu hadits hanya diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu hadits sahih dan
hadits dhaif. Adapun setelah masa beliau terjadi perkembangan dalam
pengklasifiakasian hadits, pada masa ini hadits bila ditinjau dari segi
kualitasnya diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu hadits sahih,
hadits hasan, dan hadits dha’if. Dan beliaulah yang pertama kali memperkenalkan
hal itu. Pendapat ini disandarkan kepada pendirian imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah
didalam kitab majmu fatawa, beliau menjelaskan:
Orang yang
pertama kali memperkenalkan bahwa hadits terbagi atas pembagian sahih , hasan
dan dha’if adalah abu Isa At- Tirmidzi dan pembagian ini tidak dikenal dari
seorang pun pada masa-masa sebelumnya. Adapun sebelum masa at-Tirmidzi
dikalangan ulama hadits pembagian tiga kualitas hadits ini tidak dikenal oleh
mereka hanya membagi hadits itu menjadi sahih dan dhaif (Majmu Fatawa Syaikh
Al-Islam Ibnu Taimiyah XVII: 23 & 25).
Menurut Imam Ibnu Taimiyyah hadits daif pada masa sebelum Imam
At-Tarmidzi itu terbagi menjadi dua macam.
1.
Hadits daif dengan kedaifan yang tidak terhalang untuk mengamalkannya
dan dhaif ini
menyerupai Hasan dalam istilah
At-Tirmidzi.
2.
Hadits da’if dengan
kedaifan yang wajib ditinggalkan (tidak boleh diamalkan).
Karena itu pada masa sebelum imam
at-tirmidzi, hadits hasan dikatergorikan kedalam hadits da’if, namun dengan
keda’ifan yang tidak terlalu parah hingga layak untuk diamalkan. Itulah
sebabnya dikalangan para ulama ada yang berpendapat bahwa hadits da’if boleh
diamalkan pada hal-hal yang tidak bersifat esensial, diataranya seperti sirah,
tarikh, fadha’ilul amal dan mengamalkan hadits itu lebih mereka sukai dari pada
pendapat seseorang (Ra’yu). Menurut imam ibnu Taimiyah hadits hasan yang
dimaksud oleh para ulama salaf tersebut adalah hadits yang menempati derajat hasan pada istilah tirmidzi.
Anggapan bahwa Imam At-Tirmidzi adalah orang paling pertama yang
memperkenalkan istilah hadits Hasan yang diusung oleh Imam Ibnu
Taimiyyah ini, diikuti pula oleh muridnya, Al-Hafid Syamsyuddin Muhammad
bin Ahmad Adz-Dzahabi di dalam kitabnya, Al-Muqidhah fiIlmi
Musthalah Al-Hadits dan sebagian besar
ulama besar hadits.
Namun pendapat Imam Ibnu Taimiyyah ini ditolak oleh Abdul Fatah Abu
Guddah pada Tahqiq-nya dalam kitab Al-Muqidhah
fi Ilmi Musthalah Al-Hadits ia berkata:
Dan yang
benar, sesungguhnya penggunaan istilah Hasan sudah ada dan dikenal sebelum masa Imam
At-Tirmidzi dalam waktu yang lama”.(Al-Muqiidhah fi Ilmi Musthalah Al-Hadits,
1982: 27).
Pendapat Abdul Fatah Abu Guddah dalam mengkritisi pendapat Imam Ibnu
Taimiyyah tadi, masih bisa dikatakan berupa sebuah hipotesis yang harus
dibuktikan untuk menjadi sebuah kesimpulan, dengan mencari bukti-bukti yang
sekiranya layak dijadikan landasan pendapat tersebut.
Dalam hal ini Ibnu Shalah juga memberikan komentar, yang pada
akhirnya bisa dijadikan sebagai sebuah landasan dan sekaligus memperkuat
pendapat Abdul Fatah Abu Gudah.
Bahwa ditemukan istilah
Hasan pada beberapa tempat yang berbeda dari perbincangan sebagian guru-gurunya (Imam At-Tirmidzi) dan generasi
sebelumnya seperti Ahmad bin Hanbal,Al-Bukhari, dan selain keduanya”.
Berdasarkan keterangan dari Ibnu Sholah diatas, dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa pemakaian istilah hasan dalam mengklasifikasikan suatu hadits
berdasarkan kualitasnya, sudah dilakukan oleh guru-guru imam turmudzi dan
generasi sebelumnya walaupun tidak memasyarakat. Dengan demikian terbantahlah
pendapat imam Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa Imam Tirmidzi sebagai orang
yang memperkenalkan istilah hadits hasan.
C. Klasifikasi Hadits Hasan
a.
Hadits Hasan Li Dzatihii
Hadits hasan
li dzatihii adalah hadits yang memenuhi segala syarat-syarat hadits hasan, hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi segala kriteria
dan persyaratan yang ditentukan.
Sebuah
hadits dikategorikan sebagai hasan li dzatihi karena jalur
periwayatannya, hanya melalui satu jalur periwayatan saja. Sementara hadits
hasan pada umumnya, ada kemungkinan melalui jalur riwayat yang lebih dari satu.
Atau didukung dengan riwayat yang lainnya. Bila hadits hasan ini jumlah jalur
riwayatnya hanya satu, maka hadits hasan itu disebut dengan hadits hasan li
dzatihi. Tetapi jika jumlahnya banyak, maka ia akan saling menguatkan dan
akan naik derajatnya menjadi hadits shahih li ghairihi.
Contoh hadits hasan lidzatihii :
Diriwayatkan oleh At-Tirmizi, dia berkata: telah
bercerita kepada kami Qutaibah, telah bercerita kepada kami Ja’far bin Sulaiman
Ad-Dhab’I, dari Abi Imran Al-Jauni, dari Abu Bakar bin Abu Musa Al-Asy’ari, dia
berkata,” Aku telah mendengar ayahku berkata dihadapan musuh, Rasulullah
bersabda, :
“......dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari,
(berkata), saya mendengar ayahku ketika berada dihadapan musuh berkata,
Rasulullah saw. Bersabda: ‘sesungguhnya pintu-pintu surga berada dibawah
bayang-bayang pedang’.” (HR. al-Tirmidzi)
Empat perawi hadits tersebut
adalah tsiqoh kecuali Ja’far bin Sulaiman ad-Dhab’I, sehingga hadits ini
sebagai hadits hasan.
b.
Hadits
Hasan Li Gahirihi
Hadits hasan
li ghairihi adalah hadits dhaif yang
bukan dikarenakan perawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang
mempunyai mutabi’ dan syahid,hadits yang dhaif dikuatkan dengan beberapa jalan,
dan sebab kedhaifannya bukan karena kefasikan perawi (yang keluar dari jalan
kebenaran) atau kedustaannya.
Seperti satu
hadits yang dalam sanadnya ada perawi yang mastur (tidak diketahui keadaannya),
atau rawi yang kurang kuat hafalannya, atau rawi yang tercampur hafalannya
karena tuanya, atau rawi yang pernah keliru dalam meriwayatkan, lalu dikuatkan
dengan jalan lain yang sebanding dengannya, atau yang lebih kuat darinya. Hadits ini derjatnya lebih rendah dari pada hasan lidzatihii dan dapat
dijadikan hujjah.
Contoh
hadits hasan li ghairihi
Seperti
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dan dia menilainya hasan, dari
riwayat Syu’bah dari ‘Asim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah
dari ayahnya, berbunyi sebagai berikut:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ
اللَّهِ ، قَال سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ ، عَنْ أَبِيهِ
: أَنَّ امْرَأَةً مِنْ بَنِي فَزَارَةَ تَزَوَّجَتْ عَلَى نَعْلَيْنِ . فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :" أَرَضِيتِ مِنْ
نَفْسِكِ وَمَالِكِ بِنَعْلَيْنِ ؟" قَالَتْ : نَعَمْ . قَالَ : فَأَجَازَهُ
.(رواه الترمذي)
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari
‘ashim bin ‘Ubaidillah,dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya
bahwasanya seorang perempuan dari bani
Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal…”
Al-Turmudzi
mengomentari bahwa hadits itu terdapat riwayat-riwayat lain, yaitu dari Umar,
Abu Hurairah, Aisyah dan Abu Hadrad. Dalam hal ini Al-Turmudzi menilai hadits
tersebut hasan, karena meskipun ‘Asim dalam sanad hadits yang diriwayatkannya
itu dhaif karena jelek hafalannya, hadits ini didukung oleh adanya
riwayat-riwayat lain.
D. Kedudukan Hadits Hasan
Hadits hasan sama seperti
hadits shahih dalam pemakaiannya sebagai
hujjah, walaupun kekuatannya lebih rendah dibawah hadits shahih. Hanya
saja, jika terjadi pertentangan antara hadits shahih dengan hadits hasan, maka
harus mendahulukan hadits shahih, karena tingkat kualitas hadits hasan berada
dibawah hadits shahih. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari dimensi
kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadits hasan, yang tidak seoptimal
kesempurnaan kedhabithan rawi-rawi hadits shahih.
Kebanyakan ulama ahli hadits
dan fuqoha bersepakat untuk menggunakan hadits shahih dan hadits hasan sebagai
hujjah. Disamping itu, ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat
digunakan sebagai hujjah, bilamana memenuhi sifat-sifat yang diterima.
Pendapat terakhir ini memerlukan peninjauan yang seksama. Sebab, sifat-sifat
yang dapat diterima itu ada yang tinggi, menengah
dan rendah. Hadits yang sifat
dapat diterimanya tinggi dan menengah adalah hadits shahih, sedangkan hadits
yang sifat dapat diterimanya rendah adalah hadits hasan.
Hadits-hadits yang mempunyai
sifat dapat diterima sebagai hujjah
disebut hadits maqbul, dan hadits
yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadits mardud.
yang termasuk hadits maqbul adalah:
1. Hadits
shahih, baik shahih li dzatihi maupun
shahih li ghairihi
2. Hadits
hasan, baik hasan li dzatihi maupun hasan li ghairihi
Yang termasuk hadits mardud adalah segala macam hadits dhaif. Hadits
mardud tidak dapat diterima sebagai
hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau pada
sanadnya.
Ringkasnya, hadits yang dapat
diterima sebagai hujjah atau dalam istimbath [konklusi] hukum hanyalah hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak
dapat digunakan baik sebagai hujjah maupun
istimbath hukum.
E.
Kitab-kitab
yang mengandung Hadits hasan
Para ulama belum menyusun
kitab khusus tentang hadits-hadits hasan secara terpisah sebagaimana mereka
melakukannya dalam hadits shahih, tetapi hadits hasan banyak kita dapatkan pada
sebagian kitab, diantaranya:
1.
Jami’ At-Tirmidzi, dikenal dengan Sunan At-Tirmidzi, merupakan sumber untuk
mengetahui hadits hasan.
2.
Sunan Abi Dawud
3.
Sunan Ad-Daruqutni
F.
Istilah-istilah
yang semakna hadits hasan
Istilah-istilah yang digunakan
oleh para ahli hadits dalam menyebut hadits maqbul ialah:
1.
Jayyid
2.
Qowiy
3.
Shalih
4.
Tsabit
5.
Maqbul
6.
Mujawad
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan
pembahasan diatas , maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa hadits hasan adalah hadits
yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke-dhabit-annya,
tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.
2.
Macam-macam hadits hasan adalah :
Ø Hadits Hasan Li Dzatihi
Ø Hadits Hasan Li Ghairih
3.
Kriteria
Hadits hasan :
a)
Sanad Hadits
harus bersambung.
b)
Perawinya
adil
c)
Perawinya
mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang
dimiliki oleh perawi Hadits shahih
d)
Hadits yang
diriwayatkan tersebut tidak syadz
e)
Hadits yang
diriwayatkan terhindar dari illat
4.
Hadits hasan sama seperti hadits shahih dalam pemakaiannya dapat dijadikan
sebagai hujjah, walaupun kekuatannya
lebih rendah dibawah hadits shahih.
5.
Kitab-kitab Yang Memuat Hadits Hasan
Ø
Sunan at-Tirmidzy
Ø
Sunan Abu
Daud
Ø
Sunan ad-Dar Quthny
DAFTAR PUSTAKA
Alawi Al-Maliki,Muhammad,
2009, Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli
Al-Haditsi Al-Syarifi,terj. Adnan Qohar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Al-Qattan, Syaikh Manna, 2005, Pengantar
Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Ismail, Muhammad,
2002, prinsip-prinsip pemahaman Al-Qur’an dan hadits, Jakarta:Khairul
Bayaan
Majid Khon, Abdul, 2009, Ulumul Hadits, Jakarta:
Amzah
Rifa’I, Zuhdi, 2008, Mengenal Ilmu Hadits, Jakarta: al-Ghuraba
Sahrani, Sohari, 2002, Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia Indonesia
Solahuddin,M:Agus
Suyadi, 2011, Ulumul Hadits, Bandung,
Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar