Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Minggu, 15 Juni 2014

kewajiban suami istri

BABI
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Sedangkan secara syari’at,  Nafkah artinya; mencukupi kebutuhan siapapun yang ditanggungnya, baik berupa makanan, minuman pakaian, atau tempat tinggal
Maka dari itu seorang laki- laki jika menikahi seorang wanita, maka wajib baginya memberinya nafkah, hal ini didasari oleh beberapa hal:
- Allah berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ
‘’Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma’ruf.’’ (QS.Al-Baqarah 228) 
Ibnu Katsir berkata,’’maksudnya, para istri mempunyai hak diberi nafkah oleh suaminya yang seimbang dengan hak suami yang diberikan oleh istrinya, maka hendaklah masing- masing menunaikan kewajibannya dengan cara yang makruf, dan hal itu mencakup kewajiban suami memberi nafkah istrinya, sebagaimana hak- hak lainnya .’’  (Tafsir al-Qur’anil Adhim 1/272) 
- Rasulullah bersabda;
وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
‘’Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).’’ (HR. Muslim 2137).
- Para ulama bersepakat atas kewajiban seorang suami memberi nafkah istrinya, seperti yang dikatakan oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm, Ibnu Qudamah dan lainnya
 Perlu pula kita ketahui bahwasanya, tidak menjadi suatu kewajiban seorang suami, jika sang istri menolak, atau keluarga wanita tersebut menghalangi sang suami untuk mendekati dan berhubungan dengan istrinya, hal itu lantaran kewajiban suami memberi nafkah sebagai timbal- balik dari manfaat yang diberikan sang istri.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang menjadi hak dan kewajiban suami-istri?
2.      Bagaimana etika melewatkan malam pertama?
3.      Bagaimana etika persetubuhan suami-istri?
4.      Apa yang dimaksud dengan perceraian?
5.      Bagaimana dasar hukum rhada’ah?
6.      Bagaimana saksi dalam penyusuan?
C.     Tujuan masalah
1.      Mengetahui hak dan kewajiban suami-istri.
2.      Mengetahui etika melewatkan malam pertama.
3.      Mengetahui etika melewatkan malam pertama.
4.      Mengetahui maksud dari perceraian.
5.      Mengetahui dasar hukum rhada’ah.
6.      Mengetahui saksi dalam dalam penyusuan.
D.    Manfaat
“Menambah wawasan dan sebagai bahan referensi bagi penulis khusunya dan sebagai bahan perbandingan bagi yang lainnya.”





BABII
PEMBAHASAN
A.    Hak Dan Kewajiban Suami Istri
a.       Hak istri yang harus dipenuhi oleh suami
Berikut ini adalah kami jabarkan beberapa hak dan kewajiban yang mesti harus dipenuhi oleh suami:
1.      Kewajiban suami:
·         Memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
·         Membantu peran istri dalam mengurus anak
·         Menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab demi kelangsungan dan kesejahteraan keluarga.
·         Siaga / Siap antar jaga ketika istri sedang mengandung / hamil.
·         Menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan tidak sewenang-wenang
·         Memberi kebebasan berpikir dan bertindak pada istri sesuai ajaran agama agar tidak menderita lahir dan batin.
2.      Hak suami:
·         Isteri melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai ajaran agama seperti mendidik anak, menjalankan urusan rumah tangga, dan sebagainya.
·         Mendapatkan pelayanan lahir batin dari istri
·         Menjadi kepala keluarga memimpin keluarga
b.      Hak suami yang harus dipenuhi oleh istri.


Hak suami yang harus dipenuhi oleh istri diantaranya meliputi:
1.      Kewajiban istri:
·         Mendidik dan memelihara anak dengan baik dan penuh tanggung jawab.
·         Menghormati serta mentaati suami dalam batasan wajar.
·         Menjaga kehormatan keluarga.
·         Menjaga dan mengatur pemberian suami (nafkah suami) untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
·         Mengatur dan mengurusi rumah tangga keluarga demi kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
2.      Hak istri:
·         Mendapatkan nafkah batin dan nafkah lahir dari suami.
·         Menerima maskawin dari suami ketika menikah.
·         Diperlakukan secara manusiawi dan baik oleh suami tanpa kekerasan dalam rumah tangga / kdrt.
·         Mendapat penjagaan, perlindungan dan perhatian suami agar terhindar dari hal-hal buruk.
c.       Hak kolektif suami-istri:
Selain dari beberapa hak diatas, terdapat pula hak kolektif dari suami istri. Diantaranya:
1.      Kewajiban suami dan istri:
·         Saling mencintai, menghormati, setia dan saling bantu lahir dan batin satu sama lain.
·         Memiliki tempat tinggal tetap yang ditentukan kedua belah pihak.
·         Menegakkan rumah tangga.
·         Melakukan musyawarah dalam menyelesaikan problema rumah tangga tanpa emosi.
·         Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dengan ikhlas.
·         Menghormati keluarga dari kedua belah pihak baik yang tua maupun yang muda.
·         Saling setia dan pengertian.
·         Tidak menyebarkan rahasia / aib keluarga.
2.      Hak suami dan istri:
·         Mendapat kedudukan hak dan kewajiban yang sama dan seimbang dalam keluarga dan masyarakat.
·         Berhak melakukan perbuatan hukum.
·         Berhak diakui sebagai suami isteri dan telah menikah jika menikah dengan sah sesuai hukum yang berlaku.
·         Berhak memiliki keturunan langsung / anak kandung dari hubungan suami isteri.
·         Berhak membentuk keluarga dan mengurus kartu keluarga.
B.     Etika melewatkan malam pertama
*      Persiapan sebelum menghadapi malam pertama:
1.     Rencanakanlah dengan matang agar malam pertama begitu indah dan tidak akan terlupakan selamanya. Bacalah buku-buku seputar etika malam pertama yang sesuai syariat atau tanyakan kepada orang yang sudah berpengalaman. Jangan malu untuk menyarankan istri untuk membaca dan bertanya juga demi kebaikan dan kesenangan berdua.
2.    Jagalah kesehatan dan siapkan stamina sejak 3 hari sebelum malam pertama. Minumlah vitamin dan istirahat yang cukup agar kondisi hubungan intim nantinya fit dan menyenangkan.
3.    Persiapkan tempat tidur dan ruangan serta berikan minyak wangi atau aroma terapi, agar suasana bertambah indah dan harum.
4.    Ciptakan kondisi nyaman, dan mandilah terlebih dahulu dan berwudhu agar tubuh lebih bersih dan suci dari hadas serta higienis.


*      Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh sepasang mempelai pada malam pertama:
1.     Suami mengucapkan salam kepada istrinya.
2.    Suami memperlakukan istrinya dengan ramah, lemah lembut dengan tutur kata dan penuh kemesraan.
Rasul biasa mengucapkan lantunan kata indah “semoga kamu merasa tentram”.
3.    Suami meletakkan tangannya di atas kepala istri, lalu berdoa dan berselawat serta ditiupkan diubun-ubun istri.
Rasulullah saw. bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian menikah atau membeli pelayan, maka hendaklah ia meletakkan tangannya di ubun-ubun istri atau pelayan tersebut, lalu menyebut nama Allah yang Mahaagung dan memohon berkah. Kemudian hendaklah ia ucapkan doa berikut:
Allahumma inniy as’aluka khairohaa wakhoiro maa jabaltahaa ‘alaihi wa a’uudzu bika min syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa ‘alaih.
Artinya: ‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan pada dirinya dan kebaikan sifat-sifat yang telah Engkau berikan kepada-Nya. Aku juga berlindung kepadamu dari keburukan dirinya serta dari keburukan sifat-sifat yang telah Engkau berikan kepadanya’ ”. (H.R. Abu Dawud, Nasa’I, dan Ibnu Majah).
4.    Berwudhu dan melakukan shalat 2 rakaat berjamaah sebagaimana dilakukan oleh para ulama terdahulu.
“…Maka jika istrimu datang menghampirimu (untuk bersetubuh), perintahkanlah ia shalat dua rakaat di belakangmu”.
5.    Siapkan minuman hangat seperti susu atau madu. Cobalah rileks, mulailah mengajak istri dengan obrolan ringan.
6.    Sunnah bagi suami untuk bermesraan (bercumbu rayu atau foreplay/mula’abah alias pemanasan) dengan istrinya sebelum keduanya melakukan persetubuhan.
Nabi Muhammad s.a.w. melarang suami melakukan persetubuhan sebelum membangkitkan syahwat isteri dengan rayuan dan bercumbu terlebih dahulu (Hadits Riwayat Al-Khatib dari Jabir).
7.    Sebelum melakukan persetubuhan, disunnahkan baginya bersiwak (menggosok gigi) untuk membersihkan mulut dan gigi. Bagi suami hendaklah mempersiapkan diri dengan selalu tampil tampan dan menyenangkan bagi istrinya. Allah swt berfirman:
“…Dan para wanita memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menuntut cara yang ma’ruf…” (Q.S. Al-Baqarah:228).
Adalah sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, “Aku selalu tampil tampan di depan istriku, seperti halnya ia selalu tampil cantik di depanku”.
8.    Sebelum berhubungan membaca doa berikut.
“Bismillaah, Allaahumma jannib-nisy-syaithaan wajannibsy-syay-thaana maa rozaqtanaa”.
Artinya: ‘Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah aku dari setan dan jauhkanlah setan itu dari apapun yang Engkau anugerahkan kepada kami”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
9.  berdo’a ketika hampir keluar mani ( ejakulasi ).
Dan apabila air manimu hampir keluar, katakan dalam hatimu dan jangan menggerakkan kedua bibirmu kalimat ini :
"Alhamdulillaahil ladzii khalaqa minal maa'i basyaron, faja’alahu nasaban washihro wakana robbuka qodiro".
Artinya: “Segala pujian hanya untuk Allah yang menciptakan manusia dari pada air sperma, lalu Allah jadikan manusia itu punya keturunan dan keluarga sesungguhnya Allah adalah tuhan yang maha kuasa..”

C.     Etika persetubuhan antara suami istri
1.     Segala teknik dan posisi persetubuhan boleh dilakukan sepanjang penetrasi dilakukan kepada vagina istri.
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai…” (Q.S. Al Baqaraah [2] : 223).
Kemudian rasulullah saw. bersabda:
“Dari depan maupun dari belakang, selama itu dilakukan di kemaluan”. (H.R. Thahawi).
2.    Seluruh bagian tubuh istri halal bagi suaminya selain duburnya (analseks).
“Terkutuklah orang yang menyetubuhi isteri diduburnya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah).
3.    Tidak boleh (Haram) mencampuri istri saat ia sedang haid.
Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh kerana itu, jauhilah diri kamu dengan wanita-wanita yang sedang Haid dan janganlah kamu mendekati (menyetubuhi) mereka, sebelum mereka bersuci*. Apabila mereka telah bersuci maka bolehlah kamu menyetubuhi mereka ditempat yang diperintahkan Allah kepada kamu. Sesungguhnya Allah itu menyukai orang-orang yang bertaubat dan Allah menyukai orang-orang yang mensucikan dirinya”. (Q.S. Al Baqarah:222).
4.    Jika suami hendak melakukan persetubuhan kedua dan seterusnya, maka hendaklah ia mencuci farji/kemaluan berwudhu sebelum melakukannya.
“Apabila diantara kamu telah mecampuri isterinya kemudian ia akan mengulangi persetubuhannya itu maka hendaklah ia mencuci zakarnya terlebih dahulu”. (Hadits Riwayat Baihaqi).
“Apabila  salah seorang kamu telah bersetubuh dengan istrinya, lalu ingin mengulanginya kembali maka hendaklah ia berwudhu”. (H.R. Al-Imam Muslin no.466).
5.    Sepasang suami istri boleh melepas seluruh pakaian mereka saat melakukan persetubuhan.
6.    Istri tidak boleh menolak ajakan suaminya untuk melakukan hubungan seksual.
7.    Jika seorang suami kagum melihat kecantikan perempuan lain, maka hendaklah ia bersetubuh dengan istrinya.
8.    Suami maupun istri tidak boleh (haram) menyebarkan rahasia hubungan seksual (masalah ranjang/rahasia hubungan badan) antara keduanya kepada orang lain.
Rasulullah saw, bersabda:
“Sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang lelaki yang berhubungan intim dengan istrinya, kemudian ia menyebarkan rahasianya”. (H.R. Al-Imam Muslim no. 2597).
9.    Jika seorang suami datang dari perjalanan, ia sebaiknya memberitahu istrinya kapan ia akan dating . Tujuannya, agar sang istri bisa melakukan menyambut kedatangan suaminya itu dengan membersihkan diri, menggunakan wewangian, dan lain sebagainya.
10. Seorang suami boleh menyetubuhi istri yang sedang hamil.
11.  Melakukan ‘azl membiarkan ejakulasi berlangsung di luar vagina, hukumnya makruh.
“Apabila seseorang diantara kamu bersetubuh dengan isterinya maka janganlah ia menghentikan persetubuhannya itu sehingga isterimu juga telah selesai melampiaskan hajatnya (syahwat atau mencapai kepuasan) sebagaimana kamu juga menghendaki lepasnya hajatmu (syahwat atau mencapai kepuasan)”. (Hadits Riwayat Ibnu Addi).
12. Usahakan agar istri mencapai puncak kenikmatan (orgasme) terlebih dahulu atau paling tidak bersamaan (karena wanita 9x dibanding pria dalam hal kemampuan, jadi wanita mampu namun lebih lama mencapai orgasme, laki-laki mau tapi kemampuan 1/9 kali dibanding wanita). Jika pria bisa orgasme satu kali, sedangkan wanita bisa orgasme 9 kali (berkali-kali). Setelah selesai berhubungan intim, wanita masih ingin merasakan cinta dari suaminya setelah melewati masa orgasme menuju tahap resolusi, tahap setelah merasakan kenikmatan.
Belaian lembut kepada istri cukup memberikan perasaan tenang dan kasih saying. Tetap dekap dan berbicara hangat, jangan buru-buru meninggalkan tempat tidur, karena itu sangat menyakiti hati dan perasaan pasangan. Belai mesra bila perlu hingga istri tertidur. Dengan dmikian suami akan memberikan kesan tidak hanya membutuhkan istrinya disaat berhubungan intim saja, sehingga istri akan bergairah lagi mengulangi malam pertama yang begitu berkesan, tanpa kecanggungan, kekakuan ataupun bentuk-bentuk keraguan dan ketakutan lainnya.
13. Disunnahkan bagi kedua suami istri mencuci kemaluan dan berwudhu terlebih dahulu sebelum tidur sesudah melakukan hubungan intim.
Aisyah r.a. menuturkan:
“Adalah Rasulullah saw jika beliau hendak makan atau tidur sedangkan ia junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat”. Muttafaq ‘alaih).
D.    Perceraian/Talak

a)      Pengertian talak
Menurt bahasa, talak berarti meletu terlepas. Sedangkan menrut istilah syariah berarti melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan itri dalam waktu tertentu atau selamanya.

b)      Hukum talak
Hukum talak itu beragam, bisa wajib, sunnah, makruh, mubah, bahkan bisa jadi haram.
Talak wajib apabila:
·         Suami istri tidak dapat didamaikan lagi.
·         Dua orang wakil dari suami dan istri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumah tangga mereka.
·         Apabila pihak pengadilan berpendapat bahwa talak adalah lebih baik
·         Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikain maka berdosalah suami.
Talak sunnah apabila:
·         Suami tadak dapat menaggung nafkah istrinya.
·         Istrinya tidak menjaga martabat dirinya.
Talak makruh apabila:
·         Suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang baik, berakhlak mulia dan berpengetahuan agama.
Talak mubah apabila:
·         Suami lemah keinginan nafsunya atau istrinya belum datang haid.
Talak haram apabila:
·         Menceraikanistri ketika haid atau nifas.
·         Ketika keaaan suci yang telah disetubuhi.
·         Ketika suaminya sedang saki yang bertujuan menghalang istrinya untuk menuntut Harta pusakanya.
·         Menceraikan istrinya dengan talak tika sekaligus.
Mengenai dasar hukum yang menjelaskan perceraian dijelaskan dalam Al-quran surah Al-baqarah: 229
ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$# ( ÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uKÉ)ムyŠrßãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uKÏù ôNytGøù$# ¾ÏmÎ/ 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydrßtG÷ès? 4 `tBur £yètGtƒ yŠrßãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ  
229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

[144] Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

c)      Macam – macam talak.
Secara garis besar ditinjau dari segi boleh atu tidaknya rujuk kembali, talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Talak raj'i 2. Talak ba'in
1. Talak raj'i yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepda istrinya yang dijatuhkan bukan sebgai ganti dari mahar yang dikembalikannya. Dan sebelumnya ia belum pernah menjatuhkan talak kepadanya
Sama sekali atau baru sekali saja.
Firman allah swt :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا (الطلاق : 1
Artinya :Wahai nabi ? apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat ( menghadapi ) iddahnya ( yang wajar), dan hitunglah waktu iddah itu, serta bertakwalah kepada allah tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum allah, dan barang siapa melanggar hukum-hukum allah , maka sungguh, dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barang kali setelah itu allah mengadakan suatu ketentuan yang baru .( Q.S At-thalak [65 ]:1)
Dalam UUD no. 25 tahun 1929 pasal 5 disebutkan : " semua talak disebut raj'i kecuali sudah talak tiga, talak sebelum dikumpuli, talak sebagai ganti mahar yang dikembalikan dan lain-lain.
Yang dikatakan ba'in dalam UU ini dan UU no 25 tahun 1920 M
Talak ba'in yang disebutkan dalam dua UU tersebut yaitu talak karena cacat suami atau pergi tanpa diketahui kabar dan tempatnya.
Suami boleh merujuk istrinya kembali yang telah ditalak sekali atau dua kali selama mantan istrinya itu masih dalam masa iddah
Dalam ayat lain allah swt berfirman :

الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ (البقرة :229)
Artinya : Talak ( yang dapat dirujuki) itu dua kali, ( setelah itu suami ) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik ( QS Al- baqoroh [2] : 229
2. talak ba'in
Talak ba'in adalah talak yang ketiga kalinya, talak sebelum istri dikumpuli dan talak dengan tebusan oleh istri kepada suaminya.
Ibmu hazm berpendapat " talak ba'in adalah talak tiga kali dengan arti sesungguhnya atau talak sebelum dikumpuli saja.
Dalam kitab undang perdata mesir tentang talak ba'in ini terdapat ketentuan tambahan "talak karena cacat suami atau karena pergi tak tentu rimbanya atau karena dipenjara atau karena membahayakan jiwa istrinya.
Fuqoha sependapat bahwa talak ba'in terjadi karena belum terdapatnya pergaulan suami istri, karena adanya bilangan talak tertentu.
Talak ba'in dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a.       Talak ba'in sughra
Talak ba'in sughra yaitu talak yang terjadi kurang dari kali, keduanya tidak ada hak rujuk dalam masa iddah, akan tetapi boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah yamg baru selama ia belum menikah dengan laki-laki lain, istri yang ditalak dan belum digauli, maka baginya tidak mempunyai iddah, maka harus akad nikah baru.
Firman allah swt. (S. al- ahzab : 49)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا(الأحزاب : 49)
Artinya: hai orang- orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. ( QS Al- ahzab 49)

b.      Talak ba'in kubra
Talak ba'in kubra yaitu talak yang terjadi sampai tiga kali penuh dan tidak ada rujuk dalam masa iddah maupun dengan nikah baru, kecuali dalam talak tiga sesudah ada tahlil.
Hukum talak ba'in kubra sama dengan ba'in sughra, yaitu memutuskan hubungan perkawinan dan suami tidak ada hak untuk rujuk kembali, kecuali setelah perempuan itu menikah lagi dengan laki-laki lain dan telah digaulinya tanpa ada niat tahlil kemudian bercerai.
Allah swt berfirman :

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَه .... (البقرة :
230
Artinya:Kemudian si suami menalaknya ( sesudah talak yang kedua ), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain....... ( QS Al-baqoroh [2] : 230
d)     Akibat hukum talak
1.       Hokum talak raj'iTalak raj'i tidak melarang mantan suami berkumpul dengan mantan istrinya sebab akad perkawinannya tidak hilang kecuali persetubuhan. Talak ini tidak menimbulkan akibat-akibat hukum selanjutnya selama masih dalam masa iddah istrinya. Apabila masa iddah telah habis, maka tidak boleh rujuk dan berarti perempuan itu telah tertalak ba'in. Bila salah seorang meninggal dalam masa iddah, yang lain menjadi ahli warisnya dan mantan suami tetap wajib memberi nafkah kepadanya, selama masa iddah ini zhar, illa' dan talak suaminya berlaku.
Alasan syafi'i tentang talak memutuskan perkawinan . syakauni berkata " tampaknya [syafi'i] mengikuti pandapat para sahabat sebab iddah berarti masa memilih dianggap sah kalau dinyatakan dengan ucapan dan perbuatan, yang mana tersirat ayat. Dalam firman allah disebutkan:.......وَبُعُولَتُهُنَّأَحَقُّبِرَدِّهِنَّفِيذَلِكَإِنْأَرَادُواإِصْلاحًا....(البقرة:228)Artinya : dan suami-suaminya yang berhak merujuknya dalammenanti itu...... (QSAl-baqoroh[2]:228) Imam syafi'i berpendapat bahwa rujuk hanya diperbolehkan dengan ucapan terang dan jelas dimengerti. Tidak boleh rujuk dengan rangsangan- rangsangan nafsu birahi. Menurut imam syafii bahwa " talak itu memutuskan hubungan perkawinan".
Menurut abu hanifah dan malik " merujuk itu bisa dengan perkataan. Misalnya: suami mengatakan "kurujuk istriku" danbisa dengan perbuatan. Menurut ibnu hazm: jika ia merujuk tanpa saksi bukan disebut rujuk. Dalam firman allah disebutkan:

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ..... (الطلاق : 2)
Artinya : " apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujuklah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu...." ( QS At-talaq [65] : 2)
2.       Hukum talak ba'in sughra
Hukum talak ba'in sughra memutuskan tali suami istri saat talak diucapkan karena ikatan perkawinannya telah putus. Mantan suami berhak untuk kembali kepada mantan istrinya yang tertalak ba'in sughra dengan akad nikah baru, dan mahar baru selama ia belum menikah dengan laki-laki lain. Jika laki-laki ini telah merujuknya ia berhak terhadap sisa talaknya.
3.        Hukum talak ba'in kubra
Hukum talak ba'in kubra sama dengan talak ba'in sugra yaitu memutuskan hubungan tali perkawinan antara suami dan istri tapi talak ba'in kubra tidak menghalalkan bekas suami merujuknya kembali kecuali sesudah bekas istri itu menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya tanpa adanya niat nikah tahlil.
Ingatsobat,Nabisaw,bersabda:
قالالنبيصلىاللهعليهوسلم:أَبْغَضَالحَلاَلَإِلَىاللهالطَّلاَق
Artinya : " perbuatan halal yang paling dibenci allah adalah talak ."
E.     Dasar  hukum radha,ah
1)      Pengertian radha’ah
Radha'ah adalah penyusuan/menyusui bayi yang dilakukan oleh perempuan selain ibu kandung. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Seperti ibu asli bayi tidak keluar ASI atau tidak mau menyusui atau ibu asli bayi meninggal dunia atau memiliki penyakit yang menular sehingga dikuatirkan menular ke anaknya apabila memaksa menyusui bayinya, dan lain sebagainya.
2)      Dasar hukum radha’ah
Qs. Al-baqarah: 233
وَإِنْأَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟أَوْلٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Qs. An-Nisa: 
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوٰتُكُم مِّنَ الرَّضٰعَةِ .

Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan.
Dalil lainnya:
1. Hadits Bukhari: إن الرضاعة تحرم ما تحرمه الولادة. Mahram radha'ah sama dengan mahram karena kelahiran.
2. Hadits Bukhari: يحرم من الرضاعة ما يحرم من النسب. Mahran radha'ah sama dengan mahram karena kekerabatan (nasab).
3)      Syarat radha’ah
1.Adanyaairsusumanusia(لبنالأدمية).
2. Air susu itu masuk ke dalam perut (bayi) (
وصول إلي جوف طفل)
3. Bayi tersebut belum berusia dua tahun (
دون الحولين).
4)      Rukun radha’ah

1. Anak yang menyusu (
ألرضيع)
2. Perempuan yang menyusui (
المرضعة)
3. Kadar air susu (
مقدار اللبن) minimal yaitu 3 isapan.

Berdasarkan Hadits Muslim dan Ahmad , Nabi bersabda:


عن أم الفضل قالت دخل أعرابي على نبي الله صلى الله عليه و سلم وهو في بيتي فقال يا نبي الله إني كانت لي امرأة فتزوجت عليها أخرى فزعمت امرأتي الأولى أنها أرضعت امرأتي الحدثي رضعة أو رضعتين فقال نبي الله صلى الله عليه و سلم : لا تحرم الإملاجة والإملاجتان

Dari Ummu Fadhl Mengatakan bahwa “Seorang Arab pedalaman datang kepada Nabi yang ketika itu beliau ada dirumahku, lalu orang itu berkata, “Wahai Nabi! Saya mempunyai seorang isteri, lalu saya menikah lagi. Kemudian Isteriku yang meyakini bahwa dia pernah menyusui isteriku yang muda dengan sekali atau dua kali susuan?.” Nabi SAW bersabda: “ Sekali hisapan dan Dua kali Hisapan tidaklah menjadikan mahram.”
5)      Yang mahram sebab radha’ah
Ibu yang menyusui (murdhi'ah) tidak ada hubungan mahram dengan keluarga bayi yang disusui. Hanya si bayi (radhi') yang ada hubungan mahram dengan seluruh keluarga dekat ibu susuan (murdhi'ah).
Rinciannya sebagai berikut:

1. Perempuan yang menyusui (murdhi'ah)
2. Suami ibu susuan
3. Ibu bapa dari murdhi'ah/ibu susuan
4. Ibu bapa dari suami ibu susuan
5.
Adik beradik dari ibu susuan
6. Adik beradik dari bapa susuan
7. Anak-anak dari ibu dan bapa susuan
8. Anak-anak dari ibu susuan
10. Anak-anak dari bapa susuan.
6)      Saksi dalam penyusuan
Menurut Abu Hanifah, kesaksian orang perempuan berkenaan denga hal susuan tidak diterima, kecuali disertai saksi seorang lelaki. Menurtnya, sususan itu termasuk hak badan yang dapat dilihat oleh orang laki-laki dan perempuan.
Fuqaha’ yamg membolehkan kesaksian perempuan saja berselisih pendapat tentang bilangan saksi yang disyaratkan. Menurut malik cukup dua orang saja. Sebab hal ini berkenaan dengan tersiarnya suatu perkara. Oleh karena hal tersebut sudah diketahui oleh masyarakat dan informasi dari masyarakat tidak jauh berbeda dengan keterangan dari satu ornag dari perempuan. Menurut imam syafi’i kesaksian satu ornag perempuan itu tidak cukup, apabila kurang dari empat orang. Sebab Allah telah menjadikan seorang saksi laki-laki itu sebanding dengan dua orang perempuan. Menurut beberapa fuqaha’, kesaksian tersebut tidak bolah kurang dari tiga orang. Pendapat ini menurut ibnu rusyid tidak beralasan sama sekali.
Abu Hanifah memperbolehkan kesaksian orang perempuan yang berkenaan dengan anggota badan yang terletak antara pusat, perut dan lutut (maksudnya masalah yang tidak boleh diketahui laki-laki). Menurut Ibnu Rusyd, golongan Zhahifi atau beberapa orang dari mereka tidak  memperbolehkan kesaksian orang perempuan saja tanpa orang lelaki dalam semua urusan. Sedang beberapa fuqaha Zhahiri ada yang membolehkan kesaksian orang perempuan bersama saksi lelaki dalam semua urusan. Pendapat ini menurut Ibnu Rusyd jelas. Keterangan di atas sesuai dengan penjelasan Muhammad Salam Madkur bahwa diriwayatkan, Nabi Saw pernah menerima kesaksian seorang perempuan tentang perkara radla'ah. Sebagaimana sabda Nabi SAW, :
عن عقبة بن الحارث أنه تزوج أم يحيى بنت أبي إهاب, فجأت امرأة فقالت: لقد أرضعتكما, فسأل النبي صلى الله عليه وسلم, فقال: كيف وقد قيل ففارقها عقبة, فنكحت زوجاغيرهز(أخرجه البخاري)

Dari Uqbah bin Harits, bahwasanya dia mengawini Ummu Yahya binti Abu Ilhab. lalu ada seorang perempuan datang dan berkata: Saya betul-betul menyusui kamu berdua. lalu saya bertanya kepada Nabi SAW, beliau menjawab: bagaimana lagi sudah ada orang berkata. Lalu Uqbah menceraikannya, dan Ummu Yahya kawin dengan lelaki lain. (Riwayat Bukhari)
Dalam hadits diatas dijelaskan bahwa, saksi seorang wanita dalam perkara penyusuan itu sudah cukup. Sebab Rasulullah sendiri tidak mempermasalahkan walau hanya saksi seorang wanita tanpa harus ada laki-laki, dan hadits ini merupakan hadits shahih.
















BABIII
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Didalam membentuk keluarga yang damai, aman, bahagia, sejahtera. Diperlukan pengorbanan serta tanggungjawab dari masing-masing pihak dalam menjalankan peran dalam keluarga. Rasa cinta, hormat, setia, saling merhargai dan lain sebagainya merupakan hal wajib yang perlu dibina baik suami maupun istri. Dengan mengetahui dan memahami hak dan kewajiban suami isteri yang baik diharapkan dapat mempermudah kehidupan keluarga berdasarkan ajaran agama dan hukum yang berlaku.
Bagi pengantin baru, bulan madu (honeymoon) dan ‘malam pertama’ merupakan saat terindah sekaligus menegangkan. Terindah karena akan menjadi pengalaman pertama pasangan tersebut dalam meleburkan cinta, kasih dan sayang mereka dalam keintiman, sementara disebut menegangkan karena kurangnya pemahaman mengenai etika berhubungan organ-organ seks yang berperan dalam aktivitas tersebut. Malam pertama bukanlah sekedar pelampiasan nafsu birahi semata dengan keegoisan individu tanpa memperhatikan kepentingan dan perasaan pasangan. Tetapi malam pertama lebih menunjukkan ungkapan rasa cinta kedua mempelai yang telah diperbolehkan (sah/halal) secara agama dan norma yang ada.
Khuluk atau gugat cerai dari seorang istri pada suami hukumnya boleh dan sah dilakukan kapan saja baik dalam damai atau karena konflik rumah tangga. Karena faktor kesalahan suami atau karena istri tidak lagi mencintai suami. Dengan syarat adanya kerelaan suami. Dan dapat dilakukan di depan pengadilan atau di luar pengadilan.
Gugat cerai di Pengadilan Agama yang disebabkan oleh perilaku suami yang tidak bertanggungjawab dapat diluluskan oleh hakim dengan sistem talak (bukan khuluk) tanpa perlu persetujuan suami.
Adapun gugat cerai yang murni karena istri tak lagi mencintai suami, bukan karena kesalahan suami, maka suami disunnahkan untuk menerima permintaan istri. Dalam konteks ini, maka ulama berbeda pendapat apakah hakim berhak menceraikan mereka secara khuluk atau tidak.
Radha'ah adalah penyusuan/menyusui bayi yang dilakukan oleh perempuan selain ibu kandung. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Seperti ibu asli bayi tidak keluar ASI atau tidak mau menyusui atau ibu asli bayi meninggal dunia atau memiliki penyakit yang menular sehingga dikuatirkan menular ke anaknya apabila memaksa menyusui bayinya, dan lain sebagainya.
Radha'ah memiliki akibat hukum dalam Islam. Yakni, terjadinya hubungan mahram antara bayi (radhi') dan ibu yang menyusui (murdhi'ah) serta anak-anaknya ibu yang menyusui. Mengenai saksi dalam penyusuan sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits dari Uqbah Bin Harits, Nabi SAW. Tidak mempermasalahkan saksi walupun hanya seorang wanita tanpa harus ditemani oleh seorang laki-laki. Diriwaytkan olah Bukahri.






















DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Abdul Aziz, Hukum Islam-Ensiklopedi, Cetakan I, Jilid II. Jakarta: Ikhtiyar Baru Van Hoeve, 1997.
Ibnu katsir, Abi Al-Fida’ Al-Dimasqy, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhim, Juz I, Dar Al-Qutub Al-Ilmiyah, Beirut, 1994.
Imam Nawawi, Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab, XVII/13.
KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 114
KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 116.
Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama.
Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975.
Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah, II/290.
 Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, XII/285.
Majalah AL FURQON No. 120 (Edisi 6 TH ke-11, al-Muharram 1433 H) dalam rubrik Fiqh Islam hal. 34-38.
Al-Mahalli, Jalaluddin Muhammad dan Al-Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhim, Cetakan I, Dar Al-Fikr, Beirut, 1991.
Al-Rozi, Fahruddin, Tafsir Fhar Al-Rozi, Dar Al-Fikr, Beirut, 1985.

Al-Shobuny, Muhammad Ali, Rowa’iul Bayan Fi Tafsiri Ayat Al-Ahkam, Jilid I, Dar Al-Fikr, Beirut, 1987.

Tidak ada komentar: