Guru adalah
sebagai pendidik dan pengajar anak,
guru diibaratkan seperti ibu kedua yang mengajarkan berbagai macam hal yang
baru dan sebagai fasilitator anak supaya dapat belajar dan mengembangkan
potensi dasar dan kemampuannya secara optimal,hanya saja ruang lingkupnya guru
berbeda, guru mendidik dan
mengajar di sekolah negeri ataupun swasta.
Pengertian guru menurut para ahli
Pengertian guru menurut para ahli
menurut Noor
Jamaluddin (1978: 1)
Guru adalah pendidik, yaitu orang dewasa
yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri
sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka
bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri.
menurut Peraturan
Pemerintah
Guru
adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta
bersifat mandiri.
menurut Keputusan
Men.Pan
Guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang
diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan pendidikan di sekolah.
menurut Undang-undang
No. 14 tahun 2005
Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pengertian
Guru Menurut Para ahli
Posted: December 21, 2011 in Uncategorized
Tags: ARTIKEL, INFORMASI, KETRAMPILAN, MOTIVASI, PENDIDIKAN, PENGEMBANGAN DIRI, PENGETAHUAN
Tags: ARTIKEL, INFORMASI, KETRAMPILAN, MOTIVASI, PENDIDIKAN, PENGEMBANGAN DIRI, PENGETAHUAN
Dalam
paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru, yang mempunyai makna “Digugu
dan ditiru” artinya mereka yang selalu dicontoh dan dipanuti.
Sedangkan dalam kamus
besar bahasa Indonesia adalah seorang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,
profesinya) mengajar. Dalam bahasa Arab disebut mu’allim dan dalam bahasa
Inggris disebut Teacher. Itu semua memiliki arti yang sederhana yakni “A Person
Occupation is Teaching Other” artinya guru ialah seorang yang pekerjaannya
mengajar orang lain.·
Menurut
Ngalim Purwanto bahwa guru ialah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau
kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang.·
Ahmad
Tafsir mengemukakan pendapat bahwa guru ialah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik.·
Sedangkan
menurut Hadari Nawawi bahwa pengertian guru dapat dilihat dari dua sisal.
Pertama secara sempit, guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program
kelas, yakni orang yang kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas.
Sedangkan secara luas diartikan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak
dalam mencapai kedewasaan masing-masing.·
Pengertian-pengertian
diatas menurut Muhibbin Syah masih bersifat umum, dan oleh karenanya dapat
mengundang bermacam-macam interpretasi dan bahkan juga konotasi (arti lain).
Pertama adalah kata “seorang (A Person) bisa mengacu pada siapa saja asal
pekerjaan sehari-harinya (profesinya) mengajar. Dalam hal ini berarti bukan
hanya dia yang sehari-harinya mengajar disekolah yang dapat disebut guru,
melainkan juga dia-dia yang lainnya yang berprofesi (berposisi) sebsagai Kyai
di pesantren, pendeta di gereja, instruktur di balai pendidikan dan pelatihan,
kedua adalah kata “mengajar” dapat pula ditafsirkan bermacam-macam misalnya
A. Sosok Guru Profesional yang Ideal Menurut al-Ghazali
Menurut al-Ghazali, guru dalam
pengertian akademik ialah seseorang yang menyampaikan sesuatu kepada orang lain
atau seseorang yang menyertai sesuatu institusi untuk menyampaikan ilmu
pengatahuan kepada pelajarnya. Selain itu al-Ghazali mengartikan mendefinisikan
guru sebagai seorang yang menyampaikan suatu baik, positif, kreatif atau
membina kepada seseorang yang berkemauan tanpa umur walaupun terpaksa melalui
pelbagai cara dan strategi dengan tanpa mengharapkan ganjaran (gaji).
Al-Ghazali menjelaskan bahwasannya sosok guru professional yang ideal yaitu
sebagai berikut :
1.
Guru professional yang ideal yaitu guru yang mempunyai akal cerdas,
mempunyai akhlak yang sempurna, dan mempunyai fisik yang kuat. Guru harus
mempunyai sifat ini karena dengan akal yang cerdas maka guru akan mempunyai
ilmu pengetahuan yang mendalam. Dengan akhlak yang sempurna maka guru akan
menjadi teladan yang baik terhadap peserta didiknya. Dan dengan mempunyai fisik
yang kuat maka seorang guru akan dapat membimbing peserta didiknya dengan baik.
2.
Guru yang mempunyai tanggung jawab besar dalam mengajar, membimbing, dan
mengarahkan peserta didiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan membantu
peserta didiknya menghadapi kehidupan di dunia dan akhirat.
3.
Guru yang dapat memahami perbedaan kejiwaan anak dan kemampuan intelektual
anak. Guru harus memiliki kemampan ini karena peserta didik mempunyai perbedaan
kemampuan intelektual setiap umurnya. Selain itu guru juga harus dapat
memberikan materi kepada muridnya dengan cara sistematis. Jadi, murid harus
memahami dahulu pelajaran sekarang baru melanjutkan pelajaran yang selanjutnya.
4.
Guru harus mempunyai rasa kasih sayang terhadap muridnya ketika proses
belajar mengajar tidak boleh menggunakan cacian, makian, dan kekerasan lainnya,
belas kasihan dan kasih sayang sangat dibutuhkan dalam mendidik guru pun harus
menganggap seperti anaknya sendiri.
5.
Kewajiban menyampaikan ilmu pengetahuan merupakan kewajiban agama Islam,
jadi guru pun harus mempunyai sifat ikhlas dalam menyampaikan ilmu
pengetahuannya dan tidak boleh mengharapkan upah dari orang lain.
6.
Seorang guru professional ideal hendaknya guru yang bisa memahami perbedaan
potensi pada setiap peserta didiknya, dan menerima kekurangan potensi peserta
didik. Dengan memperlakukan sesuai dengan potensi peserta didiknya.
7.
Seorang guru yang baik menurut al-Ghazali yaitu guru yang tidak hanya
memahami tingkat kecerdasan anak akan tetapi juga guru yang dapat memahami
tabi‟at, bakat, dan juga kejiwaan muridnya. Guru harus bisa memperlakukan
muridnya menurut kemampuannya.Al-Ghazali benar-benar memperhatikan professional
guru dalam mendidik anak. Guru harus professional terhadap semua sisi
pendidikan anak.
B. Kriteria Guru menurut Al-Ghazali
Seorang guru
adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab
untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu
hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang
tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat
pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya.
Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi
pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik
bernilai tinggi.
Untuk menjadi
seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang
harus dipenuhi oleh seorang guru. Menjelaskan kriteria guru yang baik dari
kitab Ihyaa Ulumuddin yang merupakan karya monumental Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad Al-Ghazali.
Al-Ghazali
berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang
selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat
fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan
secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan
teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan
tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Selain
sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana disebutkan di atas,
seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu
sebagai berikut
Pertama, Jika praktek
mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat
terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai
penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada
diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi
yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena
mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu),
maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya
itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang mengajar ilmu hanya karena
Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian
pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan
sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada
muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi
peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika
antara guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas
pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan lain
sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang dari tempat yang jauh,
segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi dengan dana yang besar,
serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana yang tidak sedikit,
maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak diberikan
imbalan kesejahteraan yang memadai.
Ketiga, seorang guru
yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan
benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari
pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia
juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya
bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,. Dan
bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan.
Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan
pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
Keempat, dalam
kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus
dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan
ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan
muridnya di depan umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid yang
memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika
keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi
terlaksananya pengajaran yang baik.
Kelima, seorang guru
yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan
murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap toleran dan mau
menghargai keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu
yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya. Kebiasaan seorang guru yang
mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir,
adalah guru yang tidak baik.
Keenam, seorang guru
yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang
dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat
perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali
menasehatkan agar guru membatasi diri dalam mengajar sesuai dengan batas
kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran
yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan
rasa antipati atau merusak akal muridnya.
Ketujuh, seorang guru
yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping memahami perbedaan
tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami bakat, tabiat dan
kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Kepada murid
yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guru jangan mengajarkan hal-hal
yang rumit sekalipun guru itu menguasainya. Jika hal ini tidak dilakukan oleh
guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan
ragu-ragu.
Kedelapan, seorang guru
yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya,
serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa. Dalam hubungan ini
Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan sekali-kali melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika
hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan
menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia
kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi
mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.
Dari delapan
sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya
masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang
mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian
berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan
dan kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara
kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang
tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.
C. Persyaratan kepribadian pendidik menurut Al – Ghazali
Dalam “Ihya
Ulumuddin”, Al – Ghazali melukiskan betapa penting kepribadian bagi seorang
pendidik : “Seorang guru mengamalkan ilmunya, lalu perkataannya jangan
membohongi perbuatannya. Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan kata
hati, sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang
mempunyai mata kepala adalah lebih banyak.”
Statement Al –
Ghazali tersebut dapat disimak bahwa amal perbuatan, perilaku, akhlak dan
kepribadian sesesorang pendidik adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan
yang dimilikinya. Karena kepribadian seorang pendidik akan diteladani dan
ditiru oleh anak didiknya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Jadi Al – Ghazali sangat menganjurkan
agar seorang pendidik mampu menjalankan tindakan, perbuatan dan kepribadiannya
sesuai dengan ajaran dan pengetahuan yang diberikan pada anak didiknya. Oleh Al
– Ghazali diibaratkan bagai tongkat dengan bayang – bayangannya. Bagaimanakah
bayang – bayang akan lurus, apabila tongkatnya saja bengkok.
Kemudian Al –
Ghazali mengemukakan syarat – syarat kepribadian seorang pendidik sebagai
berikut:
1.
Sabar menerima masalah – masalah yang ditanyakan murid dan harus diterima
baik.
2.
Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih kasih.
3.
Jika duduk harus sopan dan tunduk, tidak riya atau
pamer.
4.
Tidak takabbur, kecuali terhadap orang yang zalim, dengan maksud mencegah
dari tindakannya.
5.
Bersikap tawadu’ dalam pertemuan – pertemuan.
6.
Sikap dan pembicaraannya tidak main – main.
7. Menanam sifat bersahabat di dalam
hatinya terhadap semua murid – muridnya.
8.
Menyantuni serta tidak membentak – bentak orang – orang bodoh.
9.
Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik – baiknya.
10. Berani berkata:
saya tidak tahu, terhadap masalah yang tidak di mengerti.
11. Menampilkan
hujjah yang benar. Apabila ia berada dalam hak yang salah, bersedia ruju’
kepada kebenaran.
Dari pernyataan
di atas, dapat dikemukakan bahwa persyaratan bagi seorang pendidik meliputi
berbagai aspek, yaitu:
1.
Tabiat dan prilaku pendidik.
2.
Minat dan perhatian terhadap proses belajar – mengajar.
3.
Kecakapan dan keterampilan mengajar.
4.
Sikap ilmiah dan cinta terhadap kebenaran
Di samping itu, Al – Ghazali
menganjurkan kepada para pendidik agar meningkatkan dan membina kepribadiannya
dengan cara mendidik dirinya sendiri: “Dan
ia (pendidik) berhati – hati pula mendidik dirinya sendiri dengan membiasakan
sedikit makan sedikit berkata – kata dan sedikit tidur serta membanyakkan
sembahyang (shalat, berdoa), sedekah dan puasa. Lagi pula dalam kehidupannya
mengikuti seorang ahli itu, dijadikannya segala akhlak yang utama, sebagai
sabar, syukur, tawakkal, yakni tak keluh kesah (rela dengan apa yang ada),
berhati tenang, berlapang dada, rendah hati, tahu diri, berlaku benar, menepati
janji, menjadikan pakaian hidupnya.”
D. Profesi
pendidik (pengajar, guru) menurut Al-Ghazali
1.
Alasan yang berhubungan dengan sifat naluriah. Dalam kitab “Ihya
‘Ulumuddin” ia mengatakan : “apabila ilmu pengetahuan itu lebih utama dalam
segala hal, maka mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia itu, maka
mengajarkannya adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu. Jadi, mengajar dan
mendidikadalah sangat mulia, karena secara naluri orang yang berilmu itu
dimuliakan dan dihormati oleh orang lain. Dan ilmu pengetahuan itu sendiri
adalah mulia, maka mengajarkannya adalah memberikan kemuliaan. Jika seorang
pendidik dan anak didiknya mampu saling menghormati dan saling menghargai
diantara mereka maka maka ilmu yang diberikan pendidik akan mudah merasuk
kedalam otak anak didiknya. Dan nantinya anak didik akan menjadi manusia yang
terhormat dan sekaligus dihormati. Disinilah letak kemuliaan seorang pengajar
yang diungkapkan oleh al-Ghazali.
2.
Alasan yang berhubungan dengan kemanfaatan umum.
Al-Ghazali dalam “Mizanul ‘Amal” mengatakan :
a. mencari faedah dan guna ilmu,
b. mencari hasil ilmu pengetahuan
sehingga ia tidak bertanya-tanya,
c.
memberikan wawasan ilmu dan pengajarannya, dan inilah keadaan yang termulia
baginya.
Dengan demikian
pendapat al-Ghazali , sesuai dengan pandangan para sarjana pendidikan di
Indonesia, antara lain Dr. Sutari Imam Barnadib mengatakan : “Mendidik adalah
suatu tugas yang luhur. Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pendidik harus
mempunyai kesenangan bekerja sama dengan orang lain atau untuk dengan kata lain
harus mempunyai sifat-sifat social yang besar. Drs. Ali Saifuddin H.A
mengatakan : “Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang paling mulia, sesuai dengan
filsafat hidupnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai sikap pengabdian, yaitu
memberikan pelayanan pada masyarakat dan kemanusiaan.
3. Alasan yang
berhubungan dengan unsur yang dikerjakan.
Al-Ghazali menyebutkan :
“Seorang guru adalah berurusan langsung denga hati dan
jiwa manusia, dan wujud yang paling mulia dimuka bumi ini adalah jenis manusia.
Bagian paling mulia dari bagian-bagian (jauhar)tubuh manusia adalah hatinya,
sedangkan adalah guru bekerja menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, dan
membawakan hati itu mendekatkan kepada Allah SWT”
Jadi kesimpulannya, seorang guru
adalah orang yang menempati status yang mulia di dartan bumi, ia meniddik jiwa,
hati, akal dan roh manusia. Sedangkan jiwa manusia adalah unsure yang paling
mulia pada bagian tubuh manusia dan manusia adalah makhluk yang paling mulia di
dunia ini dibandingkan dengan makhluk lainnya. Analisis yang deduktif dan induktif
yang dikemkakan al-Ghazali tersebut adalah sangat benar dan tepat sekali,
karena ia juga mendalami filsafat dan menguasai logika secara cermat dan
akurat.
E. Teknik mengajar dan adab sopan
santun seorang guru menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali
adalah salah satu orang sangat menyetujui tentang pentingnya aspek keagamaan
dalam pendidikan, tapi tidak mengabaikan aspek amaliah meskipun belau tidak
terlalu memusatkan perhatiannya pada aspek ini. Ia mengkehendaki agar
pendidikan dilandasi dengan agama dan akhlak. Itulah sebabnya beliau memandang
bahwa tekhnik mengajar merupakan pekerjaan yang paling utama yang harus diikuti
setiap orang. Pandangandemikian didasarkan atas dalil naqli dan ‘aqli.
F. Sifat-sifat yang harus dmiliki seorang guru
menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali menguraikan sejumlah
sifat-sifat guru yang mencerminkan tugas yang harus dilaksanakan oleh mereka
yaitu mendidik akal dan pikiran, jiwa dan roh, yaitu :
1.
Hendaknya guru mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri, dengan ucapan :
“Orang tua adalah menjadi sebab wujudnya kehadiran anaknya dan kehidupan itu
adalah bersifat fana, dan guru menjadi sebab kehidupan yang abadi”. Pengarahan
kasih sayang kepada murid mengandung makna dan tujuan perbaikan hubungan
pergaulan dengan anak-anak didiknya, dan mendorong mereka untuk mencintai
pelajaran, guru, dan sekolah dengan tanpa berlaku kasar terhadap mereka. Dengan
dasar ini maka hubungan pergaulan antara guru dan murid menjadi baik dan intim
yang didasari atas rasa kasih sayang dan cinta serta kehalusan budi.
2.
Guru jangan mencari bayaran dari pekerjaan mengajarkan demi mengikuti jejak
Rasulullah s.a.w dengan alasan bahwa pekerjaan mengajar itu lebih tinggi
harganya dari pada harta benda, cukuplah kiranya guru mendapatkan kebaikan
(fathilah) dan pengakuan tentang kemampuannya menunjukkan orang kepada jalan
kebenaran dan hak, kebaikan dan ilmu pengetahuan, dan yang lebih utama lagi
ialah guru dengan menunjukkan jalan yang hak kepada orang lain. Sebenarnya
al-Ghazali meyakini prinsip kewajiban mengajar untuk orang yang berilmu
pengetahuan yang mampu, semata-mata karena Allah dan untuk mendekatkan diri
kepada-Nya, sehingga pahalanya besar sekali.
3.
Guru hendaknya menasehati muridnya
agar jangan mencari ilmu untuk kemegahan atau mencari penghidupan, akan tetapi
menuntut ilmu demi untuk ilmu dan hal ini merupakan dorongan ideal yang perlu
diikuti. Sebenarnya al-Ghazali mengarahkan ilmu ketingkat yang tinggi untuk
dipelajari karena ilmu dapat mengembangkan ilmu lainnya dan dapat diperdalam
pembahasannya.
4.
Guru wajib memberi nasihat
murud-muridnya agar menuntut ilmu yang bermanfaat tersebut (menurut beliau)
ialah ilmu yang dapat membawa kepada kebahagiaan hidup akhirat, yaitu ilmu
agama.
5.
Seorang guru idola (taladan) yang
baik dan contoh yang utama yang harus ditiru oleh anak-anak (mereka menyerap
kebiasaan yang baik yang dikembangkan oleh seorang guru idola). Mereka senang
mencontoh sifat-sifat dan meniru segala tindak-tanduk guru yang diidolakan.
Oleh sebab itu seorang guru wajib berjiwa lembut yang penuh dengan tasammuh
(lapang dada) penuh keutamaan, dan terpuji. Sebaiknya guru dalam mengajarkan
ilmu-ilmu yang tidak ia ajarkan, misalnya mengajar ilmu fiqih dengan mengacaukan
dengan pengajaran lughah (bahasa), atau sebaliknya mengajarkan lughah
dicampur-baurkan dengan fiqih. Jika hal itu dikerjakan , maka ia berbuat
tercela, tidak sesuai dengan tugasnya yang terhormat.
6.
Memperhatikan bakat-kemampuan murid tingkat perkembangan akal dan
pertumbuhan jasmaniahnya. Al-Ghazali menganjurkan agar supaya guru
memperhatikan tahap-tahap peningkatan kemampuan anak dalam mempelajari ilmu
dari satu jenjang ke jenjang lain yang lebih tinggi.
7.
Harus memperhatikan
perbedaan-perbedaan individual anak (murid). Pandangan al-Ghazali, agar guru
memahami tentang prinsip-prinsip tentang perbedaan individual di kalangan anak
didik serta tahapan perkembangan akal pikirannya, sehingga dengan pemahaman itu,
guru dapat mengerjakan ilmu pengetahuan sesuai dengan kemampuan mereka, serta
senantiasa sejalan dengan tingkat kemampuan berpikir tiap anak didiknya. Dengan
mengenal perbedaan-perbedaan individual maka guru dapat membantu memperbaiki
pandangan pendidikan dan pengajaran keterampilan.
8.
Guru hendaknya mampu mengamalkan ilmunya, agar ucapannya tidak mendustai
perbuatannya. Al-Ghazali menegaskan kepada kita bahwa berpegang pada
prinsip-prinsip dan berusaha merealisasikan prinsip tersebut merupakan watak
seorang guru yang diidolakan (teladan), karena ucapan-ucapan yang sesuai dengan
prilakunya. Jika ia berpaling dari prinsip, dan tidak sesuai antara ucapan
dengan perbuatan maka menjadi sasaran penghinaan atau menjadi sumber
kerendahan, yang menyebabkan ia tidak mampu memimpin mereka dan menjadi
lemahnya daya bimbingan dan pandangannya. Al-Ghazali menghendaki agar guru
menjadi contoh teladan yang baik bagi murid-muridnya. Jika kita amati kenyataan
masa kini bahwa sistem pendidikan tidak akan mengalami kerusakan
disekolah-sekolah kita, kecuali jika para guru tidak melakukan apa yang mereka
katakan, sehingga murid-muridnya tidak mendapatkan seseorang guru pun di antara
mereka tokoh teladan dan ikutan baik yang diteladani sebagai idola mereka.
G. Tugas dan kewajiban pendidik menurut
Al-Ghazali
Al-Ghazali menjelaskan tentang tugas
dan kewajiban seorang pendidik pada bagian khusus dari kitabnya : “Ihya
“Ulumuddin” dan “Mizan Al Amal”, dengan pembahasan yang luas dan mendalam.
Dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya.
“ Adapun syarat bagi seorang guru,
maka ia layak menjadi ganti Rasulullah SAW, dialah sebenar-benarnya ‘alim
(berilmu, intelektualen). Tetapi tidak pulalah tiap-tiap orang yang ‘alim itu
layak menempati kedudukan sebagai ganti Rasulullah SAW,itu”. Kemudian
Al-Ghazali berpendapat : “ seorang guru hendaknya mengikuti ajaran Rasulullah
SAW, maka ia tidak mencari upah, balas jasa dan ucapan terima kasih dalam
mengajarkan ilmu pengetahuan. Tetapi maksud mengajar adalah mencari keridhaan
Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya”. Jadi, seharusnya seorang guru menilai
tujuan dan tugas mengajarkannya adalah karena mendekatkan diri kepada Allah
semata-mata.
2. Memberikan kasih sayang terhadap anak
didik.
Al-Ghazali mengatakan : “Memberikan
kasih sayang kepada murid-murid dan memperlakukan mereka seperti anaknya
sendiri”. Dengan demikian seorang guru seharusnya menjadi pengganti dan wakil
kedua orang tua anak didiknya, yaitu mencintai anak didiknya seperti memikirkan
keadaan anaknya. Jadi, hubungan psikologis antara kedua orang tua dengan
anaknya, seperti hubungan naluriah antara kedua orang tua dengan anaknya,
sehingga hubungan timbal balik yang harmonis tersebut akan berpengaruh positif
ke dalam proses pendidikan dan pengajaran.
3.
Menjadi teladan terhadap anak didik .
Al-Ghazali mengatakan : “seorang
guru itu harus mengamalkan ilmunya, lalu perkataannya jangan membohongi
perbuatannya. Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati.
Sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang mempunyai
mata kepal adalah lebih banyak”. Dapat dikatakan bahwa dasar-dasar yang
dikemukakan al-Ghazali dalam pentingnya suri teladan terhadap anak didik,
mempunyai relevansi dengan teori-teori pendidikan modern indonesia.
4.
Menghormati kode etik guru
Al-Ghazali mengatakan : “ seorang
guru yang memegang salah satu vak mata pelajaran, sebaiknya jangan
menjelek-jelekan mata pelajaran lainnyadihadapan muridnya”. Gagasan al-Ghazali
itu relevan dengan apa yang dilaksanakan pada dunia pendidikan (indonesia)
dewasa ini yaitu penyelenggaraan MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) di perguruan
tinggi khususnya., yang diberikan pada setiap mahasiswa dari jurusan dan
program pendidikan apapun yang arahnya adalah adanya saling mengargai dan
menghormati antar disiplin ilmu profesi.
Pandangan al-Ghazali tersebut dalam dunia pendidikan sekarang
dikembangkan menjadi kode etik pendidikan dalam arti yang luas, misalnya
hubungan guru dengan soal-soal kenegaraan, dan hubungan guru dengan jabatan.
H. Gaji pengajar
(guru) menurut Al-Ghazali
Menurut
Al-Qabisi bahwa seorang guru boleh menerima gaji (upah). Sedangkan menurut
al-Ghazali : “ Al-Quran diajarkan karena Allah, jadi tidaklah patut digaji
orang (guru) yang mengajarkannya. Ini adalah alasan agama yang menuntut para
guru menunaikan tugas dan kewajibannya (bekerja) di jalan Allah”.Sesungguhnya,
kesimpulan Al Ghazali dalam hal mengharamkan gaji guru dapat dipahami secara
tersirat, yaitu gaji yang tercela (diharamkan) sebagai yang dikecam al ghazali
itu adalah apabila Al Qur’an (ilmu-ilmu yang lain) dijadikan sebagai alat untuk
mencari rezeki, menumpuk kekayaan, bahkan satu-satunya tujuan mengajar (dari
seorang guru) hanya untuk mencari nafkah dan mencukupi segala kebutuhan rumah
tangganya.Dalam sebuah hadist Rasul saw bersabda : “ yang paling pantas kamu
terima gaji karena ada kitab Allah (Al Qur’an). Tetapi rasul saw pada kesempatan
lain juga bersabda : “ Bacalah Al Qur’an, jangan kamu cari makan dengan itu,
jangan kamu mendegar-dengarnya”.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut
al-Ghazali, guru dalam pengertian akademik ialah seseorang yang menyampaikan
sesuatu kepada orang lain atau seseorang yang menyertai sesuatu institusi untuk
menyampaikan ilmu pengatahuan kepada pelajarnya. Selain itu al-Ghazali
mengartikan mendefinisikan guru sebagai seorang yang menyampaikan suatu baik,
positif, kreatif atau membina kepada seseorang yang berkemauan tanpa umur
walaupun terpaksa melalui pelbagai cara dan strategi dengan tanpa mengharapkan
ganjaran (gaji).
Seorang guru
adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab
untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu
hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang
tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat
pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya.
Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi
pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak
didik bernilai tinggi.
Al-Ghazali
adalah salah satu orang sangat menyetujui tentang pentingnya aspek keagamaan
dalam pendidikan, tapi tidak mengabaikan aspek amaliah meskipun belau tidak
terlalu memusatkan perhatiannyapada aspek ini. Ia mengkehendaki agar pendidikan
dilandasi dengan agama dan akhlak. Itulah sebabnya beliau memandang bahwa
tekhnik mengajar merupakan pekerjaan yang paling utama yang harus diikuti
setiap orang. Pandangandemikian didasarkan atas dalil naqli dan ‘aqli.
- A. PENDAHULUAN
Guru memang
semestinya dipilih dari sekian banyak orang yang mencalonkan diri, dan diambil
yang memenuhi syarat. Inilah guru yang mulia dan pantas sebagai pewaris Nabi.
Ditinjau dari tugasnya, seorang guru bukanlah sebatas penyampai mata pelajaran
ke sana kemari, dari satu sekolah ke sekolah yang lain. Semestinya kita harus
jujur, jika bangsa Indonesia yang saat ini belum bangkit, dan bahkan justru
bertambah bebannya adalah sebagai akibat dari mempercayakan guru kepada
orang-orang yang bukan semestinya. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh
kualitas guru. Sebagai contoh sederhana, kita harus pahami bahwa jika siswa
tidak pintar ilmu fiqih, bukan kemudian hanya menyalahkan para siswanya sulit
diajari ilmu fiqih, atau referensi yang kurang lengkap, tetapi hal itu
disebabkan, salah dalam memilih guru, karena dia bukan bidangnya[1].
Adapun kendala utama
pada seorang guru dilapangan adalah mentalnya yang belum siap untuk dijadikan
suri tauladan karena masih banyak guru yang korupsi, tidak hanya materil yang
dikorupsi tetapi waktu juga menjadi korban korupsinya. Selain itu, problematika
yang sekarang dihadapkan kepada guru yaitu masih banyak guru yang kurang
profesional dan tentunya belum dapat dijadikan guru yang ideal karena tidak
memenuhi syarat sebagai seorang guru yang diharapkan dan Syaikh Al Zarnuji
adalah pengarang kitab Ta’lim Muta’allim, sebuah kitab yang berisi
tentang etika mencari ilmu yang sangat populer dikalangan pondok pesantren
terutama di pesantren tradisional dan juga sering dijadikan sebagai literatur.
Selain membahas tentang etika, kitab Ta’lim Muta’allim juga membahas
tentang konsep belajar mengajar yang tidak bisa dilepaskan dari interaksi
antara peserta didik dengan seorang guru. Dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen merupakan pedoman bagi guru dan mengatur secara perinci
tentang guru.
Mengenai rumusan
masalah yang diteliti adalah bagaimana konsep guru ideal menurut Syaikh al
Zarnuji dan bagaimana relevansi antara konsep guru ideal menurut Syaikh al
Zarnuji dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dan
tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui konsep guru ideal
menurut Syaikh al Zarnuji dan untuk mengetahui relevansi antara konsep guru ideal
menurut Syaikh al Zarnuji dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen.
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan menggunakan jenis
penelitian kepustakaan ( library research ). Jenis penelitian kepustakaan
adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisis isi buku untuk
menghasilkan suatu kesimpulan[2]. Menurut Sugiyono metode
penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti obyek yang alamiah[3]. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan data-data yang dibutuhkan, peneliti menelaah beberapa buku
kepustakaan yang relevan dengan judul penelitian ini. Penulis juga menggunakan
beberapa langkah dalam penelitian ini, yaitu: a). Penentuan jenis data, b).
Penentuan sumber data, c). Mengumpulkan data, dan d). Menganalisis data.
- B. KONSEP GURU IDEAL
DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
- 1. Pengertian
Guru
Definisi guru secara
etimologi ialah Pengajar[4]. Jika dilihat dari dalam kamus
lengkap Bahasa Indonesia tidak jauh berbeda mendefinisikan arti guru yaitu
Pengajar pada sekolah-sekolah[5]. Akan tetapi kata guru
sebenarnya bukan saja mengandung arti “pengajar”, melainkan juga “pendidik”.
Selain itu, arti guru juga didefinisikan seperti yang sudah tidak asing lagi
ditelinga yaitu guru sebagai seseorang yang digugu dan ditiru.
Sedangkan secara
terminologi pengertian tentang guru sesuai yang telah ditetapkan dalam
Undang-undang, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah, seperti yang telah dipaparkan didalam
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada bab 1 pasal 1
ayat 1[6].
- 2. Pengertian
Guru Menurut Islam
Dalam Islam sendiri,
mengartikan guru merupakan profesi yang amat mulia, karena pendidikan adalah
salah satu tema sentralnya, Nabi Muhammad sendiri sering disebut sebagai
“pendidik kemanusiaan” (educator of mandkind).
Ditinjau dari
leteratur kependidikan Islam, seorang guru atau pendidik biasa disebut sebagai
berikut :
- Ustadz, yaitu julukan untuk orang yang
mengajar di madrasah atau pondok pesantren, maksudnya seorang guru
dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, ia selalu berusaha
memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan
tuntunan zaman.
- Mu’allim, berasal dari kata “ ‘ilm ”
yang berarti menangkap hakekat sesuatu, ini mengandung makna bahwa guru
adalah orang yang dituntut untuk mampu menjelaskan hakekat dalam
pengetahuan yang diajarkannya.
- Murabbiy, berasal dari kata “ rabb ”.
Tuhan sebagai Rabb al-‘âlamin dan Rabb al-nâs yakni yang
menciptakan, mengatur dan memelihara alam dan seisinya termasuk manusia.
Dilihat dari pengertian ini maka guru adalah orang yang mendidik dan
menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan
memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi
dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya.
- Mursyid, yaitu seorang guru yang berusaha
menularkan penghayatan (Transinternalisasi) akhlak dan atau
kepribadian kepada peserta didiknya.
- Mudarris, berasal dari kata “ darasa –
yudarusu – darsan wa durusan wadirasatun ” yang berarti terhapus, hilang
bekasnya, menghapus, melatih dan mempelajari. Artinya seorang guru adalah
yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan
atau memberantas kebodohan, serta melatih ketrampilan peserta didik sesuai
dengan bakat dan minatnya.
- Muaddib, berasal dari kata adab, yang
berarti moral, etika dan adab. Artinya seorang guru adalah yang beradab
sekalugus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization)
yang berkualitas dimasa depan[7].
- 3. Konsep Guru
Ideal Secara Umum
Konsep guru ideal
adalah gambaran seorang guru yang diharapkan oleh peserta didik. Seorang guru
harus bisa menjadi ideal bagi peserta didiknya dengan memenuhi beberapa
kriteria sebagai seorang guru agar dapat dijadikan suri tauladan bagi peserta
didik dan juga dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat dari guru ideal mereka.
Untuk menjadi seorang guru yang ideal secara umum haruslah memenuhi syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Syarat utama untuk menjadi seorang guru,
yaitu :
- Guru harus berijazah,
- Guru harus sehat rohani dan
jasmani,
- Guru harus bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berkelakuan baik.
- Guru haruslah orang yang bertanggung
jawab,
- Guru di Indonesia harus berjiwa
nasional[8].
- 4. Konsep Guru
Ideal Menurut Islam
Guru memang sosok
yang dimuliakan dalam Islam, tetapi kemulian itu akan luntur jika guru tidak
mampu menerapkan prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh setiap guru. berikut
pandangan tokoh-tokoh terkemuka dalam Islam tentang makna guru dengan segenap
dimensinya, yaitu :
- 1.
Imam al Ghazâlî
Pendidik atau guru
sejati (ideal) menurut Imam al Ghazali adalah guru yang Cerdas, Penuh Kasih
Sayang, Diniatkan Sebagai Ibadah, Menyesuaikan dengan Kemampuan Murid, Penuh
Simpati, Menjadi Teladan, Memahami Kemampuan Murid, dan Memiliki Komitmen
Tinggi,
- 2.
Imam Ibnu Miskawaih
Pendidik atau guru
sejati (ideal) menurut Ibnu Miskawaih adalah manusia ideal seperti yang
terdapat pada konsepsinya tentang manusia ideal karena beliau menyejajarkan
posisi guru dengan posisi nabi, terutama dalam hal cinta kasih. Cinta kasih
kepada Allah menempati urutan pertama, barulah cinta kasih murid kepada
gurunya. Jika tidak dapat mencapai derajat ini maka dinilai sama dengan teman
atau saudara, karena dari mereka itu dapat juga diperoleh ilmu dan adab.
Menurut beliau, guru haruslah Bisa Dipercaya, Pandai, Dicintai, Sejarah
Hidupnya Jelas Tidak Tercemar di Masyarakat, Menjadi Cermin atau Panutan, dan
Harus Lebih Mulia dari orang yang didiknya.
- 3.
Imam al Mawardi
Pendidik atau guru
sejati (ideal) menurut Ibnu al Mawardi adalah orang yang Tawadhu’, Multi Peran,
Ikhlas, secara harfiah, Mencintai Pekerjaan Sebagai Guru, Tidak Mengutamakan
Ekonomi, Penuh Persiapan, Disiplin, Kreatif Memanfaatkan Waktu Luang, Kreatif,
guru harus memiliki daya kreasi dan inovasi yang tinggi.Sadar Diri, Lemah
Lembut dan Penuh Kasih Sayang, dan Menjadi Motivator,
- 4.
Imam Ibnu Sînâ
Menurut beliau guru
yang baik (ideal) adalah guru yang Berakal Cerdas, Beragama, Mengetahui Cara
Mendidik Akhlak, Cakap Dalam Mendidik Anak, Berpenampilan Tenang, Jauh Dari
Olok-Olok dan Main-Main Dihadapan Muridnya, Tidak Bermuka Musam, Sopan Santun,
Bersih, dan Suci Murni.
- 5.
Imam Ibnu Jama’ah
Guru dalam pandangan
beliau merupakan mikrokosmos manusia, dan secara umum dapat dijadikan sebagai
tipologi makhluk terbaik. Maka, derajat guru berada setingkat di bawah derajat
para nabi. Secara garis besar, ada enam criteria untuk bisa menjadi seorang
guru yang ideal dan dicintai oleh murid. Diantaranya adalah Mampu Menjaga
Akhlak Selama Melaksanakan Tugas Pendidikan, Tidak Menjadikan Profesi Guru
Sebagai Kegiatan Untuk Menutupi Kebutuhan Ekonomi, Mengetahui Situasi Sosial
Kemasyarakatan Dengan Baik, Penuh Kasih Sayang dan Sabar, dan Bersedia Menolong
Sesuai Dengan Kemampuan yang Dimiliki.
- 6.
Imam Ibnu Taimiyah
Guru dalam pandangan
Ibnu Taimiyah hendaknya memiliki ciri kepribadian seperti Khulafa’, Misi
perjuangan nabi dalam bidang pengajaran. Menjadi panutan, Tidak Main-Main, dan
Sering Membaca Kitab Suci,
Demikianlah beberapa
pandangan mengenai konsep guru ideal dari para tokoh Islam Klasik yang masih
penting direnungkan saat ini dan seterusnya[9].
عن أبي
هريرة رضي الله عنه قال : قال الرسول صلى الله عليه وسلم
"مروا
أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع واضربوهم عليها وهم أبناء عشر، وفرقوا بينهم في
المضاجع" رواه أبو داود
Artinya :
perintahkan anak-anakmu untuk mengerjakan sholat ketika berumur
tujuh tahun kemudian pukullah mereka jika tidak mengerjakan sholat sedangkan
mereka berusia sepuluh tahun dan pisahkan antara mereka dalam satu ranjang.(HR.
Abu Dawud)
Allah Ta'ala berfirman kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا (سورة طه: 132)
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (QS. Thaha: 132)
Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) meriwayatkan dari Amr bin Syuaib dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (وصححه الألباني في "الإرواء"، رقم 247)
"Perintahkan anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun, pukullah mereka (jika tidak melaksanakan shalat) saat mereka berusia sepuluh tahun. Bedakan mereka di tempat tidurnya." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwaul Ghalil, no. 247)
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, "
"Perhatikan keluarga, jangan lalai mendidik mereka wahai hamba Allah. Anda harus bersungguh-sungguh untuk memperbaiki mereka. Hendaklah anak-anak diperintahakan shalat jika sudah berusia tujuh tahun, dan pukullah (jika belum melaksanakan shalat) jika telah berusia sepuluh tahun dengan pukulan ringan yang mendorongnya untuk taat kepada Allah serta membiasakan mereka untuk menunaikan shalat pada waktunya, agar mereka istiqamah di jalan Allah serta mengenal yang haq. Sebagaimana hal tersebut diriwayatkan dalam sunah sahih." (Majmu Fatawa Bin Baz, 6/46)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar