Arsip Blog

Entri yang Diunggulkan

HAKIKAT DAN KONSEP PERMAINAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Cari Blog Ini

Kamis, 05 Juni 2014

HADIS SHAHIH

Tugas Makalah: Ulum al Hadis
HADIS SHAHIH

                                   
DISUSUN OLEH :
IFANA KOSE
NUR ERMA. FA
SAPARUDDIN
JURUSAN TARBIYAH PRODI KI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KENDARI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ucapan, kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad Saw, merupakan pegangan,[1]dan uswah (tauladan) bagi Muslimin.[2]selain itu sejarah perjuangannya pun di jadikan motivasi bagi umat Islam dalam melanjutkan dakwah dalam menyebarkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Oleh karena itu, siapa saja yang ingin mengetahui  manhaj(metodology), keberhasilan, perjuangan, karakteristik, dan pokok-pokok ajaran Nabi Muhamad Saw., maka hal itu dapat di pelajari secara rincih dalam Al-sunnah al-Nabawiyah
Hadis Nabi Muhammad Saw. Selain sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-qur’an, juga berfungsi sebagai sumber sejarah dakwah(perjuangan) Rasululla. Hadis juga mempunyai fungsi penjelas bagi Al-qur’an, menjelaskan yang global, mengkhususkan yang umum, dan menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an, memposisikan hadis secara struktual sebagai sumber ajaran Islam kedua atau secara fungsional sebagai bayan terhadap Al-qur’an merupakan suatu keniscayaan Nabi Muhammad Saw. Dalam kapasitasnya sebagai nabi dan rasul tidaklah seperti tukang pos dan bukan pula sebagai medium Al-qur’an, tetapi beliau adalah mediator Al-qur’an.
 Dengan demikian tidaklah berlebihan jika imam al-jauziah berkesimpulan bahwa al-qur’an lebih membutuhkan kepada hadis dari pada sebaliknya. Namun pendapat tersebut di bantah oleh Muhammad Al-Ghazali. Menurutnya al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama dalam islam untuk melaksanakan berbagai ajaran, baik Iusul maupun yang furu. Maka al-qur’an haruslah berfungsi sebagai penentu hadis yang dapat diterima dan bukan sebaliknya.
B.     Rumusan Masalah
a.       Berikan penjelasan tentang defenisi Hadis shahih
b.      Sebutka dan jelaskan tentang syarat-syarat Hadis Shahih
c.       Berikan Salah satu contoh hadis shahih
C.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah, Agar mampu memahami penjelasan tentang hadis shahih dan menjelaskan tentang syarat-syarat hadis shahih serta mampu memberikan salah satu contoh hadis shohih
































BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Hadis Shahih

Pengertian hadis shahih menurut bahasa berarti sehat, lawan dari saqiem dan dapat pula diartikan  haq lawan dari bathil, sedangkan menurut istilah yakni suatu hadis yang bersambung-sambung sanadnya dinukilkan oleh orang-orang yang adil lagi dlabith dari orang yang semisal itu, yakni”orang yang adil lagi dlabith dan selamat dari syadz serta selamat dari illat qadihah(cacat yang dapat mencacat hadis itu).  
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani memberikan defenisi hadi shahih yaitu suatu hadis yang di nukilkan oleh orang yang adil lagi sempurna kedlabithannya, bersambung-sambung sanadnya , tidak ada cacat serta tiak syadz (menyalahi riwayat yang yang lebih rajih).[3]
Imam Al-Suyati mendefenisikan hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, di riwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit tidak syadz dan tidak beri’lat
Defenisi hadis shahih baru muncul setelah imam Syafi’I memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat di jadikan hujjah yaitu:
·         Apabila di riwayatkan oleh perowi yang dapat dipercaya pengalaman agamanya,
·         Di kenal sebagai orang yang jujur memahami hadits yang diriwayatkan dengan baik,
·         Mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi  perubahan lafadznya,
·         Mampu meriwayatkan hadis secara lafad,
·         terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadis secara lafad,
·         bunyi hadis yang Dia riwayatkan sama dengan hadis yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis 
·         kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW
Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis shahih sebagai berikut:
·         Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perowi
pertama sampai perowi terakhir
·         Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal siqat, dalam arti adil dan dhobith
·         Hadisnya terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal),
·         Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.[4]
Dari sumber lain pula mengatakan bahwa kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, shuhhan wa shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah dan yang sempurna. Para ulama bahasa menyebutkan bahwa kata shahih ini sebagai lawan kata dari saqiem(sakit). Maka kata hadis shahih menurut bahasa berarti hadis yang sah, hadis yang sehat, atau hadis yang selamat.
Secara terminology, hadis shohih di defenisikan oleh ibn ash- Shalah sebagai hadis yang disanadkan kepada nabi Saw, yang sanadnya bersambung, di riwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith , di terima para perawi yang adil dan dhabith hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan, dan tidak berillat.
Al-qasimi juga mengemukakan defenisi hadis  yang cukup ringkas, yang hampir sama yang di kemukakan oleh Al-Asqalani, menurutnya hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan dan diterima dari perowi yang adil lagi dhabith, serta selamat dan terhindar dari kejanggalan-kejanggalan dan illat.
Dfenisi yang hampir sama juga di kemukakan oleh an-Nawawi, hanya saja dia menggunakan bentuk-bentuk jamak, menurutnya hadis shahih adalah hadis shahih yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh para perowi yang adil lagi dhabith tidak syudyudz dan tidak berillat[5]

B.     Syarat-Syarat Hadits Shahih
Dari beberapa defenisi di atas, maka untuk dapat di katakana hadis shahih, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Ittishalus sanad artinya bersambung-sambung sanadnya mulai dari awal sanad sampai dengan akhir sanad tidak boleh ada yang putus/ gugur perawinya
b.      Semua perawinya yang meriwayatkan hadis itu adalah adil. Pengertian adil, di samping orang-orang itu harus muslim, baligh, dan berakal sehat. Para ulama berbeda pendapat tentang sifat yang lain yang harus ada. Sebagian ulama mengatakan harus tidak pernah berbuat dosa besar dan tidak menjalankan dosa kecil yang berulang kali, sebagian lain berpendapat bahwa ialah orang yang selalu terbiasa dalm perbuatan-perbuatan that dan menjaga murwahnya(kehormatanya)
c.       Semua perowinya harus dlabith, artinya orang yang hafal serta teliti sehingga ia hafal apa yang dia dengar dan ia dapat mengeluarkannya dengan mudah bila ia menghendakinya, jadi mereka mempunyai tiga fungsi otak yang baik, yaitu:
·         Dalam rentetion(mengecamkan)
·         Remembering(mengingat)
·         Recalling(memproduksikan kembali)
Pengertian dlabith tersebut sebagaimana dinamakan dlabith shadran. Selain dlabith shadran adpula dlabith kitaban, maksudnya cukup bersungguh-sungguh dan berhati-hati di waktu menuliskan apa yang di dengarnya, terhindar dari kekeliruan dan salah, kemudian ia memeliharanya tulisan itu dengan baik-baik. Sehingga waktu ia hendk menyampaikannya tulisan tersebut kepada orang lain, masi tetap seperti keadaan sng tsiqah yang lain dengan semula.
d.      Hadis itu selamat dari Syadz. Syadz menurut bahasa berarti menyendiri. Yang di maksud di sini ialah bahwa sanad atau matan yang diriwayatkan oleh yang tsika(orang adil lagi dlabith), tetapi sanad atau matan itu menyalahi riwayat orang yang lebih tsiqah. Atau hadits itu menyalahi riwayat beberapa orang tsiqah yang lain dengan adanya tambahan atau pengurangan dari hadits itu.

Hadits itu selamat dari illat Qadihah, maksudnya hadits itu tidak terdapat di dalamnya cacat-cacat yang dapat mencacatkan hadits itu, baik cacat tersebut dalm sanad seperti tampaknya sanad itu tersambung-sambung ternyata terputus atau tampaknya sabda nabi Saw. Tetapi nyatanya hanya kata sahabat.[6]
Urutan penyebutan syarat-syarat ini sifatnya tidak baku, dengan kata lain penyabutannya bisa di acak. Dalam defenisi-defenisi diatas pun antara
Satu dengan yang lainnya tidak sama dalam menyebut urutan-urutan itu. Sebab idak ada satu criteria pun yang di anggap utama dari criteria lainnya. Semua criteria kedudukannya sama, yang secara fungsional menentukan ke shahihan dank e dhaifannya suatu hadis.[7]

C.    CONTOH HADITS SHAHI
adapun cntoh hadis shahih yang dapat kami tampilkan dalam makalah ini adalah< sebagai berikut:

حدثنا عبدالله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعم عن ابيه قال سمعث رسول الله ص.م قرأ في المغرب بالطور (رواه البخارى)


Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf ia berkata telah mengkhabarkan kepada kami malik ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah dengar rasulullah saw membaca dalam shalat magrib surat athur(HR. bukhari,kitab adzan)

Analisis terhadap hadits tersebut adalah
1.      Sanadnya bersambung karena semua rawi  dari hadits tersebut mendengar dari gurunya
2.      Semua rawi tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para perawi tersebut

Menurut para ulama aj-jarhu wa ta’dil sebagai berikut :
·         Abdullah bin Yusuf          :tsiqat muttaqin
·         Malik bin Annas                :imam hafidz
·         Ibnu Syihab Aj-juhri         :ahli fiqhi dan hadits
·         Muhammad bin Jubair      :tsiqat
·         Jubair bin Muth’ imi          :sahabat
3.      Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadis yang lebih kuat serta tidak cacat







BAB III
PENUT
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa  hadis shahih yaitu suatu hadis yang di nukilkan oleh orang yang adil lagi sempurna kedlabithannya, bersambung-sambung sanadnya , tidak ada cacat serta tiak syadz (menyalahi riwayat yang yang lebih rajih).
Hadis Nabi Muhammad Saw. Selain sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-qur’an, juga berfungsi sebagai sumber sejarah dakwah(perjuangan) Rasululla. Hadis juga mempunyai fungsi penjelas bagi Al-qur’an, menjelaskan yang global, mengkhususkan yang umum, dan menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an, memposisikan hadis secara struktual sebagai sumber ajaran Islam kedua atau secara fungsional sebagai bayan terhadap Al-qur’an merupakan suatu keniscayaan Nabi Muhammad Saw. Dalam kapasitasnya sebagai nabi dan rasul tidaklah seperti tukang pos dan bukan pula sebagai medium Al-qur’an, tetapi beliau adalah mediator Al-qur’an.









DAFTAR PUSTAKA

·        Bustamin,dkk. Metodologi Kritik Sanad Hadis,cet pertama PT Raja Grafindo Persada ,
·        Lihat, QS Al-Ahzab(22)
·        Sulaemang dan Muh. Aliffudin,Ilmu Musthalaah Hadits. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2007.
·        Sulaemang,Ulumul Hadits, Cet Pertama,CV Shadra 2009,






[1] Bustamin,dkk. Metodologi Kritik Sanad Hadis,cet pertama PT Raja Grafindo Persada , hal 8
[2] Lihat, QS Al-Ahzab(22);21
[3] Sulaemang dan Muh. Aliffudin,Ilmu Musthalaah Hadits. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2007. Hal 40.
[5] Sulaemang,Ulumul Hadits, Cet Pertama,CV Shadra 2009, Hal 177-178
[6] Sulaemang dan MuhAliffudin, OP-Cit  hal 41-43
[7] Sulaemang,Op-Cit. hal 181

Tidak ada komentar: